Produksi Padi Kuningan Januari-Agustus 2025 Tembus 305 Ribu Ton

Posted on

Kabupaten Kuningan terus meningkatkan produksi padi. Terbaru, dalam data yang dimiliki Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (Diskatan) Kuningan, produksi padi di Kuningan selama bulan Januari 2025 sampai Agustus 2025 mencapai 305.431 ton, dengan rincian di bulan Januari 17.858 ton, Februari 27.673 ton, Maret 70.201 ton, April 36.662 ton, Mei 19.179 ton, Juni 30.208 ton, Juli, 64.573 ton dan Agustus 39.077 ton.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (Diskatan) Kuningan, Wahyu Hidayah mengatakan, dengan angka 305 ribu ton tersebut, dirinya optimistis di ujung tahun 2025 jumlahnya akan naik dan melebihi produksi padi di tahun sebelumnya.

“Tahun 2024 realisasi itu dari Januari sampai Desember itu 353.446 ton. Sekarang itu sudah mendekati capaian tahun lalu, yakni produksi padi dari Januari sampai Agustus 305.431 ton. Jadi mudah-mudahkan saya targetkan bisa lebih dibandingkan tahun lalu, masih ada 4 bulan lagi bisa di atas 353 ton sampai di bawah 400 ton,” tutur Wahyu, Senin, (22/9/2025).

Wahyu memaparkan, ada beberapa upaya untuk meningkatkan produksi padi Kabupaten Kuningan seperti percepatan tanam, peningkatan indeks pertanaman serta penggunaan pupuk organik. Menurutnya, dengan pupuk organik, produksi pertanian bisa langsung meningkat beberapa kali lipat.

“Peningkatan indeks pertanaman itu yang tadinya menanamnya satu kali jadi dua kali, yang dua kali jadi tiga kali. Terus kami lakukan penggunaan pupuk organik untuk meningkatkan produktivitas dua kali lipat. Aplikasi pupuk organik cair itu yang tadinya satu hektar 6 ton, itu bisa ada yang 7 ton atau 8 ton malah ada yang 12 ton. Artinya satu kali tanam hasilnya bisa seperti dua kali panen,” tutur Wahyu.

Selain itu, peningkatan produksi padi juga dukung oleh kondisi musim kemarau tahun 2025 yang masih menurunkan hujan, sehingga proses tanam masih bisa dilakukan.

“Dan tahun ini alhamdulillah kita diuntungkan dengan adanya musim kemarau basah. Jadi walaupun kemarau masih ada hujan sehingga masih ada kegiatan penanaman. Nggak kayak tahun 2024 musim kemarau panjang, nggak ada hujan,” pungkas Wahyu.

Selain menggalakkan peningkatan produksi padi. Pemerintah Kabupaten Kuningan melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Kuningan juga terus mendorong para pemuda untuk menjadi petani lewat program petani Milenial. Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (Diskatan) Kuningan, Wahyu Hidayah.

“Jumlah penduduk Kabupaten Kuningan itu 36 persen bermata pencaharian petani. Kalau di masa depan, bisa berkurang iya. Tapi sekarang kita sedang mendorong pemuda untuk menjadi petani lewat petani Milenial, ” tutur Wahyu.

Wahyu memaparkan, dalam data sensus pertanian tahun 2023, yang dilaksanakan selama 10 tahun sekali. Jumlah petani Milenial di Kuningan, yakni petani yang berusia 19-39 tahun baik yang menggunakan teknologi atau tidak itu mencapai 10.674 orang dari total 60.797 petani Kuningan yang terdata atau sekitar 17,56% nya adalah petani Milenial.

“Angka ini menunjukkan bahwa 1 dari setiap 6 petani di Kuningan adalah petani muda. Ini menjadi pondasi penting untuk regenerasi di tengah tren nasional penurunan usia petani yang semakin tua,” tutur Wahyu.

Wahyu juga menyebutkan, dalam data yang sama, sebanyak 54.453 petani atau 89,55%, petani Kuningan telah menggunakan teknologi digital dalam bertani. Teknologi tersebut, lanjut Wahyu, meliputi penggunaan aplikasi pertanian, alat pertanian berbasis digital, pemasaran online, serta teknologi irigasi dan pemupukan modern.

Meskipun sudah menunjukkan transformasi menuju pertanian modern. Namun, Pemerintah Kabupaten Kuningan tetap terus mendorong para petani khususnya petani milenial untuk berinovasi dan mendorong regenerasi para petani di Kuningan.

“Pemerintah Kuningan terus berbagai langkah konkret dalam mendorong regenerasi petani seperti Pelatihan dan Sekolah Lapang untuk petani muda. Bantuan alat mesin pertanian. Kegiatan demplot teknologi di desa berbasis ketahanan pangan. Kemitraan dengan perguruan tinggi dan swasta untuk inkubasi petani milenial dan mendorong peran Bumdes dan UMKM berbasis hasil pertanian milenial,” tutur Wahyu.

Menurut Wahyu, petani milenial ini sangat penting karena membicarakan ketahanan pangan tidak hanya sekedar produksi hasil tani, tapi juga berbicara tentang siapa yang akan menjadi petani di masa depan. Oleh karena itu, dibutuhkan kerja sama banyak pihak agar generasi petani terus ada.

“Di tengah gempuran digitalisasi, salah satu sektor yang tidak bisa digantikan oleh kecerdasan buatan atau AI adalah pertanian. Maka regenerasi petani menjadi mutlak. Ketahanan pangan bukan hanya tentang hasil panen tetapi mengenai siapa yang akan menanam di masa depan,” pungkas Wahyu.

Petani Milenial