Pilu Santriwati Diduga Dicabuli Sopir Antarjemput di Ponpes Karawang

Posted on

Seorang santriwati di Karawang diduga dicabuli sopir antarjemput. Ironisnya, korban yang berusia 15 tahun itu dicabuli di pondok pesantren sekitar Rengasdengklok, Kabupaten Karawang.

Kasi Humas Polres Karawang Ipda Cep Wildan membenarkan adanya dugaan pencabulan tersebut. Dia mengatakan korban merupakan siswi SMP dan juga santriwari di pondok pesantren.

“Iya untuk kasus dugaan kekerasan seksual kami terima laporan itu masuk 10 September, kasus tersebut terjadi di wilayah Kecamatan Rengasdengklok, Kabupaten Karawang,” kata Wildan, saat dikonfirmasi infoJabar, Selasa (30/9/2025).

Wildan menuturkan, peristiwa pencabulan tersebut terjadi dalam pondok pesantren yang berlokasi di Rengasdengklok. Korban bersama siswi lain, setiap hari diantar oleh terduga pelaku dari pesantren ke sekolah.

“Jadi korban ini merupakan siswi SMP ia juga santri pondok pesantren, setiap hari korban dan siswi lainnya di antar-jemput dari pesantren ke sekolah oleh terduga pelaku, dan pencabulan terjadi di pondok pesantren tempat korban bermukim,” kata dia.

Saat ini, kata Wildan, pihak kepolisian tengah menangani kasus tersebut. Pelaku berinisial AP alias Ending (46) sudah diamankan.

“Terduga pelaku ini sudah kami amankan, pelaku berprofesi sebagai sopir antar-jemput santri atau siswa di SMP tersebut yang berinisial AP alias Ending, sedangkan korban dan keluarganya dalam pendampingan,” ucap Wildan.

Adapun perbuatan tersebut, pelaku disangkakan Pasal 81 Ayat (2) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 jo Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, atau Pasal 82 Ayat (1) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 jo Pasal 76E Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

Dihubungi terpisah, Bupati Karawang Aep Syaepuloh juga telah memanggil keluarga korban pencabulan tersebut, korban maupun keluarganya dalam kondisi tekanan psikologis.

“Tadi saya panggil, ada korban dan ibunya, dia cerita kalau kondisi psikologisnya tertakan, malu sama lingkungan, dan anaknya makin hari makin murung tidak berani keluar,” ucap Aep.

Oleh sebab itu, ia meminta pangsung Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora), serta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak (DP3A) untuk menangani kasus tersebut.

“Untuk kasus secara hukum ini sedang ditangani kepolisian, untuk korban sendiri kaitan dengan pendidikannya saya sudah meminta Disdikpora untuk mengatasi persoalan. Sedangkan DP3A juga sudah turun melakukan perlindungan dan pendampingan baik terhadap korban maupun keluarganya,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *