Tahun ini, terdapat perubahan mekanisme penerimaan siswa sekolah baru yang diterapkan serentak di seluruh Indonesia. Dari sistem penerimaan berbasis zonasi, menjadi sistem domisili.
Aturan ini didasarkan pada Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI Nomor 3 Tahun 2025 tentang Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB). Istilah penerimaan siswa baru pun berubah dari sebelumnya PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) menjadi SPMB.
Apa perbedaan sistem domisili pada PPDB dengan sistem zonasi pada SPMB? Penerapan sistem ini bisa sedikit berbeda-beda, tergantung aturan dari otoritas daerah setempat. Untuk penerapan aturan sistem domisili di Kota Bandung dan perbedaannya dengan sistem zonasi tahun lalu, simak ulasan berikut selengkapnya!
Di Kota Bandung, tidak ada perubahan yang signifikan dari sistem domisili, bila dibandingkan dengan sistem zonasi. Plt Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung Dani Nurahman mengatakan, Kota Bandung di tahun-tahun sebelumnya sudah menerapkan sistem penerimaan siswa baru dengan prinsip yang sama dengan aturan domisili tahun ini.
“Mungkin kalau di daerah lain (perbedaannya) terasa, tapi di Bandung sebetulnya kita sudah menerapkan itu (domisili) sejak kemarin-kemarin. Jadi bahasa umumnya adalah mendekatkan masyarakat ke sekolah,” ungkap Dani pada infoJabar belum lama ini.
Ia mengatakan, sistem penerimaan siswa berdasarkan prinsip “obat nyamuk”, alias menerima siswa terdekat dari sekolah dengan radius tertentu, sudah diterapkan oleh Kota Bandung. Sistem radius maksimal ini diaplikasikan baik di sistem zonasi maupun domisili.
“Jadi kalau kita sistemnya sudah seperti ‘obat nyamuk’, pokoknya yang terdekat dari sekolah saja. Untuk SD itu dalam radius 1 kilometer, dan SMP 3 kilometer. Dengan catatan daya tampungnya ada. Jadi tidak jauh berbeda (antara zonasi dan domisili), terangnya.
Hal senada disampaikan Wali Kota Bandung Muhammad Farhan. Dalam video yang diunggah Humas Pemerintah Kota Bandung pada 9 Mei 2025, Farhan menerangkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara sistem zonasi dan domisili di Kota Bandung.
“Hanya sedikit berubahnya, karena tahun-tahun lalu, sistem yang sekarang diadopsi secara nasional yang bernama SPMB, itu sudah diterapkan oleh Kota Bandung,” ungkapnya dalam video tersebut.
Ia menerangkan, dalam sistem domisili yang diterapkan di Kota Bandung, siswa bisa mendaftar ke sekolah yang berada di lintas wilayahnya dengan batas radius tertentu. Sistem serupa juga sebenarnya sudah diterapkan pada aturan zonasi tahun lalu.
“Zonasi diubah jadi domisili. Artinya walaupun murid atau calon murid berada di wilayah A, tetapi jarak ke sekolah yang ia tuju masih berada dalam jarak yang sesuai dengan perizinan di wilayah B, maka dia bisa daftar ke wilayah B. Jarak maksimal untuk SD 1 km, dan SMP 3 km,” paparnya.
Sistem domisili adalah salah satu dari empat pilihan jalur penerimaan siswa baru tahun ajaran 2025/2026. Jalur domisili ini memungkinkan calon siswa untuk mendaftar ke sekolah negeri yang berada di satu wilayah dengan tempat tinggalnya.
Penentuan wilayah dilakukan oleh pemerintah daerah setempat, dalam hal ini Pemerintah Kota Bandung. Tim Teknis SPMB Kota Bandung, Pathah Mubarok menjelaskan bahwa untuk jenjang SD dan SMP, terdapat pembagian wilayah tersendiri yang rinciannya sebagai berikut :
Untuk SPMB 2025, SD negeri di Kota Bandung terbagi ke dalam 8 wilayah. Rumah yang terletak dalam radius maksimal 1.000 meter atau 1 kilometer dari sekolah, dianggap berada dalam satu wilayah yang sama. Berikut pembagian wilayah domisilinya:
Wilayah A : Kecamatan Sukasari, Cidadap, Coblong, Sukajadi
Wilayah B : Kecamatan Cibeunying Kaler, Bandung Wetan, Sumur Bandung. Cibeunying Kidul, Cicendo
Wilayah C : Andir, Bandung Kulon, Babakan Ciparay
Wilayah D : Regol, Bojongloa Kaler, Bojongloa Kidul, Astanaanyar
Wilayah E : Batunuggal, Lengkong, Bandung Kidul
Wilayah F : Antapani, Rancasari, Buah Batu, Kiaracondong
Wilayah G : Mandalajati, Arcamanik, Cinambo, Ujungberung
Wilayah H : Gedebage, Panyileukan, Cibiru
Sementara itu, wilayah penerimaan untuk jenjang SMP terbagi ke dalam empat wilayah domisili. Rumah yang berada di dalam radius maksimal 3.000 meter atau 3 kilometer dari sekolah, dianggap masih berada dalam satu wilayah domisili. Berikut pembagian wilayah domisilinya:
Wilayah A: Sumur Bandung, Bandung Wetan, Sukasari, Cibeunying Kaler, Coblong, Cibeunying Kidul, Cidadap
Wilayah B: Ujungberung, Arcamanik, Buahbatu, Antapani, Cibiru, Rancasari, Gedebage, Mandalajati, Panyileukan, Cinambo
Wilayah C : Regol, Batununggal, Lengkong, Kiaracondong, Bandung Kidul
Wilayah D : Cicendo, Andir, Babakan Ciparay, Bojongloa Kaler, Astanaanyar, Bojongloa Kidul, Bandung Kulon.
Dalam sistem domisili ini, Pathah menerangkan, calon siswa yang tinggal dalam wilayah A, dapat mendaftar ke sekolah-sekolah negeri yang juga berada di dalam wilayah A. Namun, jika rumah calon siswa tersebut ternyata lebih dekat ke sekolah yang berada di dalam wilayah B dengan radius yang sudah ditentukan, maka ia juga bisa mendaftar ke sekolah di wilayah B.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
“Untuk jenjang SD, apabila ada domisli peserta yang ternyata lebih dekat dengan sekolah yang berbeda wilayah, selama masih berada dalam radius 1 km, maka dianggap berada dalam satu wlayah domisili,” terang Pathah.
Hal serupa juga berlaku untuk calon siswa di jenjang SMP. Seorang siswa yang tinggal di Kecamatan Sumur Bandung (wilayah A) misalnya, ia bisa mendaftar ke sekolah yang berada di Kecamatan Cicendo (wilayah D), jika jarak dari rumah ke sekolah tersebut tidak lebih dari 3 kilometer.
“Jadi di sistem domisili ini tidak hanya dibatasi secara administratif oleh kecamatan, tetapi juga dari radius tempat tinggal (ke sekolah),” ungkapnya.
Untuk bisa mengikuti SPMB 2025 Kota Bandung dengan jalur domisili, syarat mutlaknya adalah Kartu Keluarga (KK) dengan alamat sesuai domisili yang dikeluarkan sebelum 23 Juni 2024. Sehingga, calon siswa tidak bisa “pindah rumah mendadak” ke dekat sekolah guna mengangkangi sistem.
Adapun surat keterangan (suket) domisili hanya berlaku untuk menggantikan KK dalam kejadian bencana alam dan atau bencana sosial.
Untuk jenjang SD, jalur domisili memiliki kuota sebesar 80% dari total kuota penerimaan calon siswa. Sementara untuk jalur SMP, kuota penerimaan melalui jalur domisili adalah sebesar 40%.
Untuk jalur domisili, seleksi calon siswa untuk jenjang SD didasarkan pada usia. Siswa yang usianya tidak memenuhi syarat untuk masuk SD, maka tidak dapat diterima. Apabila hingga batas kuota terakhir ada calon siswa dengan usia yang sama, maka penentunya adalah jarak dari sekolah ke rumah.
Hal sebaliknya berlaku untuk SMP. Alat seleksi pertama untuk jenjang SMP adalah jarak dari sekolah ke rumah. Bila di akhir ada calon siswa dengan jarak yang sama, maka usia akan jadi penentu kelolosan.
Masing-masing calon siswa, baik di jenjang SD maupun SMP, bisa memilih 2 pilihan sekolah negeri dalam wilayah domisili. Khusus untuk SD, sekolah yang harus dijadikan pilihan pertama adalah sekolah yang berada pada radius 1.000 meter dari domisili, meskipun wilayahnya berberda.
1. Pendataan calon murid baru 19 Mei-20 Juni 2025
2. Pendaftaran jalur domisili 23 Juni – 27 Juni 2025
3. Pengumuman hasil seleksi jalur domisil 7 Juli 2025
4. Daftar ulang 8-9 Juli 2025 secara online.
5. Hari pertama masuk sekolah 14 Juli 2025.
Demikian ulasan lengkap mengenai perbedaan jalur domisili dan jalur zonasi dalam SPMB Kota Bandung 2025, beserta dengan pembagian wilayah, syarat pendaftaran hingga cara memilih sekolah untuk siswa yang akan mengikuti seleksi melalui jalur domisili. Semoga membantu!