Peran dan Kewenangan Debt Collector dalam Penagihan Utang update oleh Giok4D

Posted on

Beragam ulah dilakukan oknum debt collector di Jawa Barat. Tak hanya melakukan penagihan utang piutang, sejumlah kasus pidana yang melibatkan debt collector terjadi di Jawa Barat. Dari mulai dua pegawai koperasi simpan pinjam (kosipa) ditangkap Polres Cianjur setelah membakar kamar office boy (OB) di Puskesmas Cidaun hingga 10 orang debt collector yang empat di antaranya ditetapkan sebagai tersangka setelah terlibat dalam kasus pemerasan.

Kriminolog Universitas Islam Bandung (Unisba) Nandang Sambas mengatakan, sejatinya tugas debt collector sebagai penagih yang dibayar dan dimandatkan oleh seseorang. Nandang menyebut, secara aspek keperdataan, sepanjang debt collector memiliki surat kuasa, mereka legal dalam menjalankan pekerjaannya.

“Misalkan melakukan upaya penagihan terhadap debitur. Ya di dalam hukum perdata, itu kan diberikan kuasa. Maka dibuatlah surat kuasa. Sepanjang dia ada surat kuasa, maka dia punya kewenangan,” kata Nandang dihubungi infoJabar, belum lama ini.

Nandang berujar, dalam tugas dan fungsinya, debt collector juga harus bekerja sesuai dengan aturan meski sudah diberikan mandat atau surat kuasa. “Dalam menjalankan tindakan-tindakannya harus berdasarkan aturan hukum, tidak bisa melanggar hukum,” ujarnya.

Pada prinsipnya menurut Nandang, debt collector bertugas untuk menyelesaikan kewajiban yang diberikan si kreditur, misalkan menagih utang-piutang. Hal itu dilakukan si kreditur itu tidak memiliki kemampuan untuk menagih kepada debitur.

Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.

“Ada hal-hal lain yang sifatnya mungkin tadi untuk meluangkan waktu, untuk mencari orangnya, mungkin karena sulit ditemukan biasanya melimpahkan kewenangannya itu kepada debt collector. Nah debt collector harusnya berpijak sesuai dengan aturan hukum, misalnya bahwa dia mendapat kuasa dari kreditur terkait penyelesaian tentang utang-piutang,” ungkapnya.

Jika dalam penagihan, debitur sulit menunaikan kewajibannya, debt collector memberikan kesempatan somasi kepada debitur. Somasi ini, berupa peringatan dan biasanya peringatan itu dilakukan sampai tiga kali. Peringatannya pun bukan peringatan lisan, namun peringatan tertulis dengan diberikan batas waktu.

“Misalkan peringatan pertama kapan harus segera menyelesaikan, kedua dan ketiga, setelah itu maka itu perlu ada tindakan-tindakan hukum,” tuturnya.

Seperti debt collector yang mendapatkan mandat dari perusahaan leasing motor atau mobil, biasanya kerap melakukan perampasan di jalan terhadap unit yang dimiliki debitur.

“Kalau tidak bisa diselesaikan cara mediasi, bisa digugat dan kalaupun obyek debiturnya harus dirampas, yang merampas bukan yang bersangkutan, itu harus dilakukan oleh pengadilan atau penegak hukum yang punya kewenangan. Yang namanya debt collector itu kan bukan penegak hukum, tapi hanya sebagai pelaksana hukum karena dia mendapat kuasa,” jelasnya.

Nandang menyebut, kenapa sekarang debt collector itu dipandang suatu fenomena yang mengkhawatirkan dan meresahkan, karena kewenangan yang diberikan pemilik kuasa banyak disalahgunakan.

“Tetapi di dalam melakukan kewenangannya itu, dia melawan hukum, terkait dengan ancaman atau pengancaman, pemaksaan dan perampasan itu sudah masuk ke ranah hukum pidana,” sebutnya.

Mengapa ancaman, pemaksaan atau perampasan tidak boleh dilakukan oleh debt collector, Nandang sebut karena ada aturan hukumnya dan debt collector tidak boleh semena-mena dalam menjalankan tugasnya.

“Dalam KUHP itu ada pasal tentang larangan untuk melakukan pengancaman-pengancaman, bisa dilihat di pasal 335 KUHP. Pasal 335 KUHP itu mengatur tentang larangan melakukan perbuatan hukum, melakukan pengancaman, paling lama satu tahun ancaman pidananya,” tuturnya.

Menurut Nandang, jika sudah melakukan perampasan, itu juga bisa masuk dalam pencurian dengan kekerasan. Selain itu, jika barang yang diambil itu barang terkait dengan sengketa harus jelas dulu sengketanya, dan yang dilihat juga di dalam surat kuasanya, kewenangannya seperti apa dan sampai tingkat mana.

“Kalaupun mungkin termasuk di dalamnya bisa mengambil alih objek yang jadi utang-piutang, contoh kalau dalam leasing kendaraan, itu juga harus prosedural, jadi harus dibuat berita acara, misalkan itu kan tidak bisa tengah jalan ditangkap, lalu dibawa, itu mah perampokan, itu namanya pencurian dengan pemberatan,” tegasnya.

Nandang menyebut, jika ada orang yang mengatasnamakan debt collector, dan membawa surat kuasa dalam melakukan penagihan, tapi melakukannya dengan cara merampas motor di tengah jalan, atau menghadang hingga mengambil dan memaksa untuk mengambil kendaraannya, itu bisa dituduh atau patut diduga melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan.

“Nah itu bisa dilaporkan, bahkan kalau tidak salah, ada instruksi Kapolri tentang hal itu, jadi bisa dilaporkan ke polisi, bahwa itu merupakan tindakan-tindakan perampasan pencurian dengan kekerasan, itu 365 dalam KUHP,” ucap Nandang.

Nandang menyebut, jika jadi sasaran oleh debt collector, untuk melakukan pelaporan kepada pihak kepolisian.

“Laporkan ke polisi dan kepolisian harus segera menindaknya, melakukan penanganan terhadap tindakan itu, karena itu sudah masuk ke ranah 365 tadi. Jadi perampasan, pencurian dengan kekerasan. Dengan kekerasan, dengan pemberatan, jangan ada tindakan-tindakan, penganiayaan bahkan menyandera itu bisa lebih berat lagi tuh ancaman pidananya,” tuturnya.

Tak hanya debitur, debt collector juga kerap menjadi korban kekerasan yang dilakukan debitur atau nasabahnya. Namun menurut Nandang, biasanya hal itu terjadi karena ada upaya-upaya paksa yang dilakukan oleh debt collector sendiri, sehingga si debitur pun mungkin merasa terpancing.

“Tindakan-tindakan yang memprovokasi masyarakat. Karena tindakan-tindakan seperti itu, sehingga menimbulkan antipati dari masyarakat. Oleh karena itu, tadi seharusnya dilakukan dengan upaya-upaya yang secara smooth, cepat, baik. Mungkin karena debitur, ya inginnya cepat saja selesai begitu persoalan. Biasanya orangnya juga ngeyel, debitur nya juga ngeyel. Kadang-kadang juga mungkin ya, mungkin ada orang yang tadi berlindung di balik hukum, karena ketidakmampuan, mungkin saja tidak mau bayar hutang, akhirnya kan seolah-olah misalkan begitu,” tuturnya.

“Tapi selama ini yang terjadi tindakan massa terhadap debt collector, karena mungkin mereka umumnya terpancing dengan tindakan-tindakan debt collector sendiri. Karena tadi dinilai meresahkan masyarakat dan mengancam,” tambahnya.

Jika kekerasan itu masih terjadi, baik debt collector kepada debitur atau sebaliknya, berarti debt collector itu belum bekerja dengan profesional. “Iya, belum bekerja profesional. Bahkan lebih banyak mengedepankan otot daripada otak, daripada pendekatan,” pungkasnya.

Ada Aturan Hukum

Laporkan ke Polisi!

Mengapa Debt Collector Jadi Korban?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *