Peningkatan Aktivitas Gunung Tangkuban Parahu Mirip Sebelum Erupsi 2019

Posted on

Aktivitas Gunung Tangkuban Parahu di Lembang, Kabupaten Bandung Barat yang berbatasan dengan Kabupaten Subang, meningkat signifikan sejak beberapa hari terakhir.

Berdasarkan catatan Pos Pengamatan Gunung Api Tangkuban Parahu, pada periode 2 Juni terjadi sebanyak 100 gempa low frekuensi dan pada 3 Juni sebanyak 134 kejadian gempa low frekuensi.

Ketua Tim Kerja Gunung Api pada Badan Geologi, Heruningtyas mengatakan, bahwa peningkatan aktivitas kegempaan yang terjadi pada kali ini mengingatkan pada gejala awal erupsi Gunung Tangkuban Parahu tahun 2019 silam.

“Kalau melihat dari data kegempaan bahwa yang kita bandingkan tahun 2019 sebelum terjadinya erupsi itu lebih dulu diawali oleh inflasi meningkat seperti ini. Kemudian dari kegempaan low frekuensi juga meningkat. Gempa embusan dan low frekuensi juga meningkat. Dari data deportasi juga terjadi inflasi,” kata Heruningtyas saat ditemui di Lembang, Selasa (3/6/2025).

Herunintyas mengatakan, selama tahun 2019 setelah erupsi sampai tahun 2025 ini, peningkatan aktivitas Gunung Tangkuban Parahu yang terjadi sekarang paling signifikan.

“Kalau 2019 sampai saat ini, memang aktivitas sekarang yang paling signifikan dari kategori low frekuensi dan gempa embusannya,” kata Heruningtyas.

Kendati demikian, dari statusnya Gunung Tangkuban Parahu masih dalam status Level 1 atau Normal. Namun masyarakat tetap diminta mewaspadai peningkatan aktivitas tersebut.

“Imbauannya buat wisatawan dan pedagang agar melakukan aktivitas di sekitaran jangan terlalu lama. Saat ini paling aktif itu di Kawah Ratu bekas erupsi 2019,” kata Heruningtyas.

Dalam keterangan tertulisnya, Kepala Badan Geologi, Muhammad Wafid menyebut saat ini curah hujan di sekitar wilayah Gunung Tangkubanparahu masih tinggi. Badan Geologi menyatakan, sifat erupsi Gunung Tangkuban Parahu lebih didominasi erupsi freatik akibat perambatan/propagasi panas magma melewati batuan/material vulkanik penyusun tubuh gunung api dan kemudian memanasi sistem air tanah di dalam tubuh gunung api.

“Pada kondisi tersebut air dapat mengalami pemanasan yang ekstrim (super heating), menghasilkan uap dengan tekanan sangat tinggi, dan akhirnya terjadi erupsi freatik,” kata Wafid dalam keterangannya.

Badan Geologi pun memberikan rekomendasi atas kondisi ini. Wafid mengatakan, perlu diwaspadai potensi bahaya berupa erupsi freatik, yaitu erupsi yang terjadi tanpa ada peningkatan gejala vulkanik yang jelas atau signifikan. Erupsi freatik ini pun jika terjadi bisa disertai hujan abu dan lontaran material di sekitar kawah.

“Dalam tingkat aktivitas Level I (Normal) ini direkomendasikan agar masyarakat dan pengunjung/wisatawan: (a) tidak mendekat ke dasar kawah, tidak berlama-lama dan tidak menginap di area kawasan kawah-kawah aktif yang berada di Gunung Tangkuban Parahu. (b) segera menjauhi meninggalkan area sekitar kawah jika teramati peningkatan intensitas/ketebalan asap kawah dan/atau jika tercium bau gas yang menyengat guna menghindari potensi bahaya paparan gas beracun maupun erupsi freatik,” ungkapnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *