Pengakuan Nyanyang Korban Salah Tangkap Polisi di Cianjur

Posted on

Wajah lebam, mata bengkak, tubuh penuh memar, begitulah kondisi Nyanyang Suherli (45) saat ia muncul dalam video berdurasi satu menit lebih yang viral di media sosial. Penjual kopi asal Cianjur itu mengaku jadi korban salah tangkap dan kekerasan oleh aparat kepolisian.

“Pak Dedi (Gubernur Jabar) tulungan abdi yeuh (tolong saya). Abdi korban kekerasan anggota polisi, salah tangkap. Tulungan abdi awak asa pasiksak, bengeut rusak (saya korban kekerasan anggota polisi salah tangkap. Tolong saya, badan saya hancur, muka rusak),” kata Nyanyang memohon dalam unggahan yang dilihat infoJabar, Senin (9/6/2025).

Peristiwa memilukan itu terjadi pada 2 Juni 2025. Saat itu, Nyanyang hendak mengambil stok biji kopi di Lampegan, Cianjur, karena dagangannya di rumah sudah habis. Tak memiliki kendaraan pribadi, ia lantas meminta bantuan temannya. “Kebetulan sebelumnya teman saya sekampung chat saya. Sekalian saya ngojek ke dia, minta antar ke gudang,” ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon.

Namun niat baik itu berubah jadi petaka. Saat motor yang ditumpanginya melintas di sekitar Bojong, Karangtengah, sekelompok pria tiba-tiba menyergapnya. “Saya sedang main HP saat motor tersebut maju. Tiba-tiba ada yang menyergap dan memegangi saya. Dikira begal, karena kan posisinya malam hari. Saya berontak, berusaha melepaskan diri. Soalnya ada yang memegangi saya,” tutur Nyanyang.

Dalam situasi panik dan gelapnya malam, Nyanyang tak tahu bahwa para pria tersebut ternyata anggota polisi. Salah satu dari mereka diduga terkena sikut Nyanyang saat ia memberontak yang kemudian menjadi alasan dimulainya kekerasan terhadap dirinya.

“Katanya ada yang terkena sikut. Tapi kan itu tidak sengaja, soalnya saya tidak tahu kenapa saya disergap dan diamankan. Saya langsung dianiaya saat di mobil dan di perjalanan,” kata dia.

Tak hanya di jalan, penganiayaan disebut berlanjut hingga ke Mapolres Cianjur. Meski telah meminta ampun dan menjelaskan bahwa ia tak tahu apa-apa, Nyanyang tetap mendapat perlakuan kasar.

“Saya dengan teman saya dibawa ke Polres Cianjur. Di sana saya kembali dianiaya. Saya sudah meminta ampun, meskipun masih bingung kenapa saya ditangkap dan dianiaya,” ucapnya.

Keesokan harinya, barulah terungkap bahwa temannya yang mengantar ke gudang kopi ternyata masuk daftar pencarian orang (DPO) terkait kasus penadahan barang curian. Nyanyang pun merasa ikut terseret tanpa dasar yang jelas.

“Ternyata teman saya DPO. Tapi saya juga jadi ikut terseret dan mendapatkan penganiayaan. Malah saat hendak pulang saya tetap disalahkan, katanya saya melawan petugas. Padahal itu kan refleks, karena saya takut dan tidak tahu apa salah saya,” kata dia.

Akibat luka yang cukup parah, Nyanyang tak langsung dipulangkan. Ia menginap selama tiga hari di Mapolres Cianjur. Meski ada beberapa anggota yang bersikap baik, Nyanyang tak bisa melupakan kejadian memilukan itu.

Nyanyang akhirnya dipulangkan pada Kamis (5/6). Ia diberi uang Rp 100 ribu untuk ongkos pulang. Namun karena wajahnya masih lebam, ia memutuskan tidak langsung pulang ke rumah.

“Saat dipulangkan dikasih Rp 100 ribu untuk ongkos katanya. Saya pulang sendiri. Itu juga tidak langsung ke rumah, karena takut orang tua saya syok lihat wajah masih lebam, jadi saya menginap di teman,” ujarnya.

Sementara Kapolres Cianjur AKBP Rohman Yonky Dilatha akhirnya angkat bicara. Ia mengakui adanya tindakan personel yang tidak sesuai prosedur dan menyampaikan permintaan maaf secara terbuka.

“Memang benar tindakan di luar prosedur itu terjadi. Kami memohon maaf pada masyarakat atas ketidaknyamanan ini. Saya pastikan tidak ada yang ditutup-tutupi, dan akan menindak tegas petugas yang tidak sesuai prosedur. Sekarang sudah diproses oleh Propam,” tegas Yonky.

Kasus itu turut mendapat perhatian dari Polda Jawa Barat. Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Hendra Rochmawan menjelaskan, peristiwa itu terjadi saat anggota Polres Cianjur melakukan pengungkapan kasus.

Di saat bersamaan Nyanyang berada di lokasi kejadian dan melakukan sikap reaktif kepada petugas. Karenanya Hendra menyebut, anggota mengira jika Nyanyang merupakan salah satu dari tersangka.

“Sedang ada penangkapan pelaku kejahatan di Alfamart, orangnya itu ada di situ juga. Orangnya reaktif, melakukan perlawanan, kita duga dia juga tersangka, baku pukul lah, itu risiko di lapangan,” kata Hendra.

Dengan kasus itu, Hendra berharap kedua belah pihak baik Nyanyang maupun anggota Polres Cianjur bisa saling memafaatkan. Bahkan ia memastikan Polri siap membantu biaya pengobatan Nyanyang akibat kesalahpahaman tersebut.

“Pasti dibantu, mau minta pengobatan kita akan kasih, Ini kesalahpahaman saja, namanya risiko di lapangan sama-sama tidak tahu, (hal ini terjadi) karena dia reaktif,” ujarnya.

“Dia juga sama pukul anggota. Namanya risiko di lapangan (sama-sama tidak tahu),” tambahnya.

“Damai solusinya, damai, sama-sama tidak tahu. Intinya salah paham,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *