Malam itu, di sebuah kamar hotel di Jakarta, Harianto (30), pria asal Kalimantan tak bisa memejamkan mata. Ponsel di tangannya menampilkan sesuatu yang membuat dadanya sesak.
Hubungannya dengan Yuliana Anggraeni (36) wanita yang disebutnya calon istri dan anak MRA (7) memang sudah lama renggang, tapi rasa cinta dan curiga masih sama kuatnya. Dari kamar itu, ia memutuskan sesuatu yang kelak mengubah hidup banyak orang.
“Saya kesal, marah. Hubungan sudah satu tahun tujuh bulan tapi tidak pernah bertemu,” kata Harianto di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Sukabumi, Rabu (22/10/2025).
Dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Teguh Arifiano, dengan anggota Miduk Sinaga dan Siti Yuristiya Akuan, terkuaklah kisah panjang di balik aksi penyiraman air keras terhadap Yuliana dan anaknya pada Kamis, 1 Mei 2025 lalu.
Harianto mengaku, dalam amarahnya, ia mencari cara untuk ‘menyadarkan’ wanita itu. Di Facebook, ia menemukan akun yang menjual berbagai macam bahan kimia. Awalnya, penjual bilang tak punya stok untuk air keras. Namun, pagi harinya pesan masuk kembali, air keras itu tersedia.
“Kalau mau, ambil saja. Jadi saya COD di Cijantung,” ujarnya pelan.
Tak punya kendaraan sendiri, Harianto meminta bantuan seorang tukang ojek bernama Yuri (47) yang dikenalkan oleh petugas keamanan hotel. Ia hanya mengatakan ingin pergi ke Sukabumi untuk bertemu kekasihnya. Yuri setuju tanpa banyak tanya.
Di sebuah minimarket, mereka menunggu hampir satu jam sebelum seseorang datang membawa botol berisi cairan. Transaksi terjadi di parkiran mobil, disaksikan Yuri dari kejauhan. Harga satu botol air keras itu Rp800 ribu.
Mencari Rumah Sang Kekasih
Dari Jakarta, keduanya berangkat ke Sukabumi. Sore menjelang, mereka tiba dan mencari penginapan. Harianto sempat mencari alamat Yuliana di Baros, Sindangpalay, bermodal ingatan lama dan foto-foto yang pernah dikirimkan.
“Saya lihat ada sepeda kecil di depan rumah, sama seperti yang saya belikan dulu untuk anaknya. Saya kira itu rumahnya,” tuturnya.
Malam itu, di penginapan, ia bercerita kepada Yuri bahwa ia membawa air bacaan dari Kalimantan. Nyatanya, itu akal bulus Hari untuk melancarkan aksi jahatnya.
“Katanya mau disiram ke korban supaya hubungan mereka membaik,” kata Yuri di persidangan.
Keesokan paginya, Harianto menunggu di depan komplek perumahan sejak pukul 06.00. Dua jam berlalu, sampai akhirnya ia melihat seorang wanita keluar dengan motor. Ia yakin itu Yuliana. Bersama Yuri, ia membuntuti dari belakang.
“Pas lewat, saya langsung siramkan air keras itu. Dia pakai helm,” ujar Harianto.
Cairan itu ia tuang dari kaleng bekas makanan kucing yang ditutup kain, wadah yang sebelumnya ia siapkan di penginapan. Saat itu, ia meminta Yuri (driver online) untuk tancap gas.
Setelah itu, ia kabur kembali ke Jakarta. Di minimarket dekat bandara, Hari sempat memberikan Rp1,5 juta kepada Yuri sebagai ongkos.
Dalam sidang yang sama, terdakwa kedua, Yuri, memberikan kesaksian panjang tentang perannya dalam peristiwa tersebut. Ia menegaskan sejak awal tidak mengetahui rencana penyiraman air keras yang dilakukan oleh Harianto.
“Saya memang bekerja sebagai tukang ojek. Saya sama sekali tidak tahu rencana itu,” ujar Yuri (47) di hadapan majelis hakim.
Menurutnya, Harianto menghubunginya pertama kali pada pagi hari, 30 April 2025. Komunikasi mereka singkat. “Dia cuma bilang nanti saja bicara di hotel. Malamnya baru cerita kalau mau ke Sukabumi untuk ketemu pacarnya,” kata Yuri.
Sebagai seorang ayah, Yuri mengaku merasa iba mendengar kisah Harianto yang mengaku sudah lama tidak berkomunikasi dengan anak. Harianto berdalih jika anak korban merupakan anak bosnya padahal itu anak dari suami korban yang pertama.
“Saya pikir dia cuma mau ketemu, ngobrol sebentar terus balik. Saya sama sekali tidak tahu kalau dia punya niat lain,” tuturnya.
Yuri kemudian menjemput Harianto dari hotel di kawasan Mangga Besar dan bersama menuju ke Cijantung. Di sana, Harianto memintanya menunggu di parkiran minimarket.
“Saya menunggu sendirian hampir satu jam. Setelah itu datang mobil, menyerahkan kotak kecil. Hari langsung mengeluarkan uang beberapa ratus ribu dan membayar,” katanya.
Awalnya, Yuri sempat curiga. Ia menanyakan isi kotak tersebut dan khawatir terlibat hal terlarang.
“Saya tanya, ‘kita aman kan, Bang? Nggak ada unsur tindak pidana?’ Dia jawab aman. Katanya itu air (keras) buat mendulang emas, nanti mau dikirim ke Sukabumi,” ujarnya.
Dalam perjalanan, Yuri melihat Harianto membawa botol air mineral dan sebuah kaleng makanan kucing yang dibeli di minimarket. “Saya nggak menaruh curiga sama sekali. Saya pikir itu cuma air biasa,” katanya.
Hingga hari kejadian, Yuri mengaku tidak mengetahui bahwa isi kaleng tersebut adalah air keras. “Saya fokus nyetir, mata saya juga minus. Pas di jalan polisi tidur, saya cuma merasa ada sentakan. Saya tidak melihat dia menyiram apa pun,” ungkapnya.
Usai kejadian, Yuri menurunkan Harianto di dekat area bandara karena ia juga berencana menemui temannya di hotel sekitar sana. Keesokan paginya, saat membaca berita, Yuri baru mengetahui bahwa wanita yang mereka temui di Sukabumi disiram air keras.
“Saya langsung koordinasi dengan security hotel yang ngenalin Harianto. Saya minta tolong lihat CCTV dan identitasnya,” ujarnya.
Yuri menegaskan dirinya tidak pernah berniat membantu tindakan kriminal. “Saya hanya kasihan sama seorang bapak yang katanya ingin memperbaiki hubungan dengan anaknya. Saya tidak tahu kalau ternyata dia membawa air keras,” tutupnya.
Kini, keduanya duduk di kursi pesakitan. Jaksa menilai perbuatan Harianto dilakukan dengan perencanaan matang, sementara peran Yuri ikut membantu dalam perbuatan Hari
Sidang akan kembali dilanjutkan pada 29 Oktober 2025 dengan agenda pembacaan tuntutan, dilanjutkan pledoi hingga putusan pengadilan.
Kedua terdakwa sendiri dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dengan ancaman 9 tahun penjara, Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dengan ancaman 5 tahun, serta Pasal 76C jo Pasal 80 Ayat 1 UU Perlindungan Anak dengan ancaman 5 tahun penjara.