Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung telah melakukan realokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hal tersebut dilakukan untuk melakukan pemangkasan anggaran kegiatan dianggap tidak penting hingga anggaran perjalanan dinas (perjadin).
Hal tersebut dilakukan menindaklanjuti Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025. Pemkab Bandung langsung melakukan dan menyesuaikan inpres tersebut.
Sekretaris Badan Keuangan Aset Daerah (BKAD) Kabupaten Bandung, Asep Setiadi mengatakan, hasil pemangkasan tersebut pun telah dituangkan dalam Perbub nomor 47 tahun 2025 tentang perubahan atas Perbup tentang penjabaran APBD tahun 2025. Kata dia, jumlah rasionalisasi anggaran tersebut mencapai miliaran rupiah.
“Total yang telah dirasionalisasi adalah sebesar Rp 59.86 miliar,” ujar Asep, saat ditemui di ruangannya, Soreang, Rabu (30/4/2025).
Rincian anggaran belanja yang telah dipangkas diantaranya adalah anggaran perjadin yang semula Rp 73,98 miliar, menjadi Rp 36,99 miliar. Hal tersebut mengalami pemangkasan sekitar 50 persen.
“Kemudian anggaran bimbingan teknis semula Rp 3,98 miliar, penyesuaian Rp 796 juta, jadi Rp 3,19 miliar. Anggaran sosialisasi semula Rp 95,99 miliar, penyesuaian Rp 19,19 miliar, sekarang jadi Rp 76,7 miliar,” katanya.
“Kemudian belanja cetak semula Rp 2 miliar, penyesuaian Rp 201 juta, menjadi Rp 1,81 miliar. Kemudian honorarium semula Rp 94 miliar penyesuaian sebesar Rp 2,6 miliar, menjadi Rp 91,3 miliar,” tambahnya.
Asep mengungkapkan dari adanya pemangkasan tersebut anggarannya direalokasikan secara langsung kepada masyarakat. Salah satunya adalah dalam bidang infrastruktur dan sanitasi sebesar Rp 24,87 miliar.
“Kepada bidang pendidikan sebesar Rp 7,5 miliar, bidang kesehatan sebesar Rp 9,7 miliar. Kemudian penanganan pengendalian inflasi sebesar Rp 4,6 miliar. Penyediaan penyediaan cadangan pangan sebesar Rp 3 miliar,” ucapnya.
“Lalu ada peningkatan kesejahteraan masyarakat, penciptaan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi sebesar Rp 10,13 miliar,” lanjutnya.
Asep menjelaskan dengan adanya pemangkasan tersebut tidak berpengarung kepada pelayanan publik. Kata dia, roda pemerintaham masih terus berjalan dan terus melayani masyarakat dengan baik.
“Sekarang kan yang paling besar itu dan yang paling disorot itu adalah perjadin 50 persen. Dengan tidak adanya dengan tidak dilaksanakan perjalanan dinas, pelayanan pemerintahan kan masih bisa berjalan. Ada substitusinya,” kata Asep.
Dia menambahkan sebelumnya rapat bersama pemerintah pusat kerap dilaksanakan di daerah Jakarta. Kemudian seluruh daerah diwajibkan hadir secara langsung.
“Sekarang dengan virtual dengan virtual meeting jalan juga. Toh kita juga sudah terbiasa. Tidak ada pengaruhnya,” pungkasnya.