Pedagang pakaian impor bekas di Pasar Gedebage membuka peluang untuk beralih menjual produk UMKM. Sikap ini disampaikan Aliansi Pedagang Pakaian Bekas Gedebage dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VI DPR RI.
Ketua Aliansi Pedagang Pakaian Bekas Gedebage, Dewa Iman Sulaeman, menyebut pedagang ingin berdiskusi lebih dulu dengan pemerintah sebelum mengambil keputusan terkait usulan substitusi produk dari Menteri UMKM Maman Abdurahman.
“Kalau yang disampaikan oleh Menteri UMKM, nanti ada beberapa brand, 1.300 brand yang akan diapresiasikan. Silakan, nanti kita diskusi dulu bu, dengan kita,” ujar Dewa dalam RDP pada Selasa (2/12/2025).
Dewa juga meminta pemerintah memahami kondisi perdagangan pakaian impor bekas di lapangan. Ia berharap muncul solusi yang adil, terutama terkait stok barang yang sudah terlanjur dimiliki pedagang.
“Tetapi, saya kembali tadi pernah menyampaikan bahwa barang yang sudah ada di kita, mohon diselesaikan dulu. Kalau mau ada aturan (baru), nanti sembari berjalan, kita komunikasi dulu. Kita diskusi lagi dengan Menteri UMKM, dengan Menteri Keuangan, dengan siapapun yang bisa berdiskusi dengan kami,” tegasnya.
Usai rapat, Dewa menegaskan Pasar Cimol Gedebage merupakan pusat penjualan pakaian impor bekas. Ia menyebut penghentian total tidak bisa dilakukan secara tiba-tiba mengingat seluruh barang dagangan di pasar tersebut merupakan produk bekas.
“Karena kalau Pasar Senen dengan Gedebage itu berbeda. Kalau Senen di atas ada barang bekas, di bawah… (baru). Kalau Gedebage, semua 100% bekas. Berarti nggak bisa langsung serta-merta, Akan kita pilih yang mana yang mesti (disubtitusi),” ujarnya.
Wakil Ketua Aliansi Pedagang Pakaian Bekas Gedebage, Elva, menambahkan pemerintah perlu memperhatikan kebutuhan pembeli di wilayah tersebut. Menurutnya, segmen pakaian impor bekas menyasar masyarakat menengah ke bawah sehingga alternatif produk perlu mempertimbangkan daya beli mereka.
“Terkait yang namanya pakaian bekas, tadi pemerintah akan menyediakan 1.300 produk, itu memang marketnya berbeda. Yang namanya pakaian bekas ini memang jangkauannya adalah rakyat bawah. Sementara ketika pemerintah menyediakan produk 1.200 produk, mungkin itu belum tentu terjangkau,” tutupnya.
Artikel ini telah tayang di .
