Pati Bergolak, Akankah Hak Angket Berujung Pemakzulan Bupati Sudewo?

Posted on

Gelombang protes masif melanda di Kabupaten Pati pada Rabu 13 Agustus 2025. Demo ini dipicu kebijakan kontroversial Bupati Pati Sudewo dan responnya terhadap riak publik.

Pemicu utama yang menyulut protes adalah kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang meroket hingga 250 persen. Meski pun pada akhirnya Bupati Sudewo mengumumkan pembatalan kenaikan PBB, tetapi pernyataan itu tak membendung gerakan dari warga.

Tuntutan massa telah bergeser dari sekadar pembatalan kebijakan menjadi desakan mutlak agar Bupati Sudewo lengser dari jabatannya. Aksi ini diwarnai kericuhan, termasuk pelemparan botol air mineral dan sandal ke arah bupati, yang dibalas dengan tembakan gas air mata oleh aparat keamanan, menyebabkan puluhan orang terluka.

Di hadapan massa yang bergejolak, bupati Sudewo meminta maaf sekaligus berargumen bahwa dirinya telah dipilih secara konstitusional oleh rakyat dan hanya dapat diberhentikan melalui mekanisme yang diatur undang-undang, bukan oleh tekanan demonstran.

“Tuntutan sudah disampaikan tadi. Kalau saya dipilih oleh rakyat secara konstitusional, secara demokratis. Jadi tidak bisa saya harus berhenti dengan tuntutan itu. Semua ada mekanisme,” ucap Sudewo, seperti dikutip dari infoJateng.

Bola panas pun tak hanya bergulir di jalanan, tetapi juga masuk ke ranah politik formal dengan disepakatinya hak angket oleh DPRD sebagai langkah awal menuju kemungkinan pemakzulan Bupati Pati.

Dalam rapat paripurna, DPRD secara resmi menyepakati usulan penggunaan hak angket dan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) untuk menyelidiki kebijakan bupati, yang secara eksplisit diarahkan untuk proses pemakzulan.

“Rapat paripurna mengenai tentang kebijakan Bupati Pati. Pengembangan pada saat terbentuk pansus untuk mengusut kebijakan Bupati Pati,” kata Ketua DPRD Pati, Ali Badrudi.

Menariknya, usulan ini mendapat dukungan dari berbagai fraksi, termasuk Fraksi Partai Gerindra, yang notabene merupakan partai pengusung Sudewo saat pilkada sepakat untuk menggunakan hak angket.

Dikutip dari laman dprd.jemberkab.go.id, hak angket merupakan pelaksanaan fungsi pengawasan yang dijamin oleh konstitusi. Hak angket adalah hak DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah daerah yang dianggap penting, strategis, berdampak luas, dan diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Proses pemberhentian atau pemakzulan kepala daerah diatur secara rinci dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Prosesnya tidak sederhana dan melibatkan beberapa tahapan yuridis. Secara umum, alurnya adalah sebagai berikut:

Penyelidikan DPRD: Melalui Pansus Hak Angket, DPRD mengumpulkan bukti dan melakukan penyelidikan atas dugaan pelanggaran yang dilakukan kepala daerah.

Pendapat DPRD: Hasil penyelidikan dibawa ke rapat paripurna untuk memutuskan apakah kepala daerah terbukti melanggar sumpah/janji jabatan, tidak melaksanakan kewajiban, atau melakukan perbuatan tercela.

Uji Mahkamah Agung (MA): Jika DPRD menyimpulkan adanya pelanggaran, usulan pemberhentian diajukan kepada Mahkamah Agung untuk diuji. MA akan memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPRD tersebut paling lama 30 hari.

Keputusan Akhir: Apabila MA membenarkan pendapat DPRD, usulan pemberhentian diteruskan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk ditetapkan.

Kajian akademis mengenai mekanisme ini, salah satunya seperti yang dibahas oleh Yohanes M.A. Suhardi dalam jurnal Yustika dari Universitas Surabaya yang berjudul “Kewenangan Impeachment Oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Kepala Daerah“, menggarisbawahi kompleksitas peran DPRD dalam menavigasi proses hukum dan politik dalam pemberhentian kepala daerah (journal.ubaya.ac.id).

Hal ini menunjukkan bahwa proses pemakzulan Bupati Pati akan menjadi sebuah proses hukum yang panjang dan harus didasarkan pada bukti yang kuat, bukan sekadar sentimen politik.

Lalu Apa Itu Hak Angket dan Bagaimana Mekanismenya ?