Suasana tenang dan asri menjadi kesan pertama yang melekat ketika infoJabar menyambangi sebuah rumah bergaya khas zaman kolonial Belanda di Jalan Buton nomor 11, Kota Bandung. Jendela-jendela berkusen kayu dan bertirai putih, fasad bangunan berbentuk lengkung, dinding teras beraksen batu, keseluruhan elemen eksterior rumah tersebut menyiratkan nuansa ‘jadul’ yang sangat kental.
Kesan yang sama juga ditemui ketika memasuki area utama bangunan. Set kursi-kursi tua yang tampak telah dipernis ulang berderet mengisi ruangan. Di ruang tengah, terdapat tungku perapian, sejumlah perabotan elektronik vintage dan beberapa pigura yang memajang sejumlah foto.
Salah satu yang menarik perhatian adalah pigura yang memuat daftar menu makanan dalam Bahasa Belanda, tertulis milik Elita Restaurant. Beralamatkan di Alun-alun Bandung, restoran tersebut memiliki nomor telepon “867”. Di dalamnya terdapat menu makanan khas Belanda dan Tiongkok.
“Restoran itu sudah tutup tahun 1965, dulu tempatnya di Alun-alun Bandung, yang sekarang jadi tempat parkir dekat Masjid Agung. Itu restoran milik keluarga sejak tahun 1920,” ungkap Kevin Christian pada infoJabar belum lama ini.
Kevin adalah generasi kelima dari pemilik Elita Restaurant sekaligus rumah di Jalan Buton tersebut, yang kini disulap menjadi restoran bernama Keuken van Elsje. Sesuai dengan namanya, menu yang dijual adalah berbagai makanan khas Belanda dan Eropa.
Mayoritas dari menu yang dijual di Keukeun van Elsje diadopsi dari menu yang disajikan di Elita Restaurant satu abad lalu. Mulai dari bruine bonensoep, bitterballen, risolles, hingga poffertjes. Resepnya juga disebut masih memegang teguh resep otentik Belanda dengan sentuhan ala oma Elsje.
Elsje adalah nenek dari Kevin, yang mendiami rumah bergaya kolonial Belanda tersebut hingga akhir hayatnya bersama dengan sang suami, Harry. Keduanya bahkan menggelar resepsi pernikahan di rumah yang kini tercatat sebagai cagar budaya itu.
Kecintaan terhadap memasak seolah sudah menjadi ‘DNA’ keluarga mereka. Buyut Kevin yang merupakan orang Belanda asli cukup banyak memiliki andil dalam menggiring kebiasaan makan keluarga ke dalam menu-menu khas Eropa. Di rumah Elsje dan Harry, resep otentik milik keluarga terus dihidupi melalui masakan sehari-hari hingga lintas generasi.
Keukeun van Elsje didirikan oleh anak-anak Elsje dan Harry pada 2016. Juru masaknya adalah Kevin, yang memiliki cara tersendiri untuk memastikan bahwa menu yang disajikan tetap terjaga cita rasanya. Yakni, dengan membayangkan penilaian dari sosok oma Elsje.
“Saya ingat betul taste yang oma suka itu seperti apa. Jadi saat memasak, saya membayangkan kalau oma ada di sebelah saya, sehingga masakan yang dihasilkan adalah yang akan disukai oma,” tutur Kevin.
Adapun makanan yang selama ini dimasak Elsje, Kevin mengatakan, adalah makanan yang rasanya tegas dan kuat, juga terasa bumbu rempahnya. Tak terkecuali untuk minuman, Elsje disebut menyukai minuman yang kental dan pekat. MSG dan pengawet adalah dua hal yang paling dihindari.
Oma Elsje berpulang di tahun 2002, ketika Kevin duduk di bangku kelas enam SD. Meski singkat, memori tentang memasak dan berbelanja bahan makanan bersama oma terekam jelas. Kevin mengaku sangat suka melihat neneknya tersebut memasak.
“Dulu juga suka belanja bareng ke pasar, dan di situ selalu diwanti-wanti untuk memilih bahan makanan yang terbaik dan segar. Tidak boleh pelit untuk belanja bahan makanan. Oma bilang bahwa rasa makanan juga banyak dipengaruhi oleh kualitas bahannya,” papar Kevin.
Beberapa menu yang banyak dipesan di restoran ini meliputi biterballen, risolles, kroket, aligot, hingga sup. Menu risolles yang dinamai Elsje Risolle tersebut, Kevin mengatakan, mengadopsi resep turun-temurun dan telah menjadi salah satu favorit para pelanggan. Di dalamnya terdapat telur, smoked beef, keju leleh dan mayonaise buatan sendiri.
“Risolles ini resepnya sama dengan resep zaman dulu untuk Elita Restaurant. Menurut cerita opa, risolles ini juga jadi salah satu menu paling favorit di sana,” ungkap Kevin.
Menu bitterballen yang disebut sebagai salah satu favorit juga memiliki perbedaan mendasar dibandingkan dengan biterballen yang lazim dijumpai di resto atau kafe lainnya. Yakni, bahan utamanya tidak menggunakan kentang tumbuk.
“Karena resep zaman dulunya pun tidak pakai kentang. Sekarang kan banyaknya adonan dicampur kentang. Kita pakainya bechamel, yaitu campuran susu, butter dan terigu. Adonannya jadi kalis dan lembut,” jelas Kevin.
Sedangkan aligot adalah menu makanan pembuka ala Perancis yang dikembangkan Kevin sendiri. Menu ini merupakan campuran dari kentang tumbuk dengan empat jenis keju. Aligot Keukeun van Eslje ini, Kevin mengatakan, adalah menu aligot pertama yang eksis di Kota Bandung.
“Saya mencoba fusion dengan rasa khas yang bakal disukai oma. Saya membayangkan bila oma ada di sini, beliau akan suka,” ungkap Kevin.
Salah satu menu yang memiliki kenangan mendalam bagi Kevin maupun keluarganya adalah bruine bonensoep. Sup yang terdiri dari kaldu sapi, kacang merah, daging asap dan rempah-rempah ini adalah makanan terakhir yang dimasak dan disantap oleh Elsje.
Sesaat setelah memasak dan mencicipi bruine bonensoep buatannya, Elsje beristirahat di kamarnya dan berpulang tak lama kemudian.
“Ini salah satu menu favorit kami, termasuk favorit saya juga. Selain suka dengan rasanya, karena ini salah satu menu terakhir yang oma masak untuk saya,” kenang Kevin. Ia mengatakan, sup yang merupakan menu tradisional Belanda tersebut sudah disesuaikan resepnya dengan sentuhan selera Elsje.
Menu kenangan juga dapat dijumpai di racikan kopi Keuken van Elsje. Kakek Kevin, Harry, adalah seorang pecandu kopi. Ada menu khas favorit sang kakek yang diabadikan di resto tersebut.
“Opa suka banget ngopi, dan ngopinya pakai biji arabika jadi tidak terlalu asam dan pahit. Kalau dicampur susu, jadi creamy banget. Sempat susah nyari biji kopi yang sesuai dengan favorit opa,” tutur Kevin. Saat ini, racikan kopi tersebut dapat dinikmati melalui menu Harry’s Melk Koffie.
Nur Khansa Ranawati