Meta diduga meraup keuntungan besar dari iklan judi online, penipuan, pornografi, hingga konten ilegal lainnya. Raksasa teknologi induk Facebook dan Instagram ini dituding sengaja tutup mata demi menjaga stabilitas pendapatan iklan mereka.
Meski Meta tidak diizinkan beroperasi di China, perusahaan-perusahaan asal Negeri Tirai Bambu tetap bisa memasang iklan di platform tersebut untuk menyasar konsumen global. Dari praktik ini, Meta mencatat pendapatan iklan mencapai USD 18 miliar (sekitar Rp 280 triliun) pada 2024, atau lebih dari 10 persen dari total pendapatan global perusahaan.
Namun, dokumen internal yang diungkap Reuters menunjukkan sekitar 19 persen dari pendapatan tersebut, atau senilai lebih dari USD 3 miliar (setara Rp 50 triliun), diduga berasal dari iklan terlarang seperti penipuan, judi ilegal, dan pornografi.
Berdasarkan laporan Asahi Shimbun, Minggu (28/12/2025), dokumen yang mencakup periode empat tahun tersebut mengindikasikan bahwa Meta diduga membiarkan iklan ilegal tetap tayang demi mengejar margin keuntungan yang masif.
Iklan bermasalah ini mayoritas berasal dari China dengan dampak yang merusak secara global. Mulai dari warga Taiwan yang menjadi sasaran penjualan obat palsu, hingga korban di Amerika Serikat dan Kanada yang terjerat penipuan finansial.
Meta mengklaim telah membentuk tim khusus pada semester II 2024 untuk memantau aktivitas ilegal dari China. Langkah ini diklaim sempat menekan kontribusi iklan bermasalah hingga ke angka 9 persen.
Namun, dokumen yang ditemukan Reuters menyebutkan bahwa CEO Meta, Mark Zuckerberg, meminta penundaan kerja tim pemantau tersebut. Tak lama berselang, tim anti-penipuan itu dibubarkan. Dampaknya, iklan judi dan penipuan asal China kembali melonjak pada 2025, dengan kenaikan pendapatan iklan di sektor tersebut hingga 16 persen.
Juru bicara Meta, Andy Stone, menyatakan kepada Reuters bahwa tim pemantau tersebut memang bersifat sementara. Ia berjanji Meta akan mengembangkan sistem yang lebih canggih untuk mencegah penipuan daring yang merugikan pengguna.
Meta juga mengklaim telah menghapus 46 juta iklan berbahaya asal China dalam 18 bulan terakhir. Perusahaan berkilah bahwa metode penipuan daring terus berevolusi dan semakin sulit dideteksi secara manual.
“Kami fokus menyingkirkannya dengan pengukuran teknis dan alat baru yang canggih, mengganggu jaringan penipu kriminal, berkerja dengan mitra industri dan aparat hukum dan meningkatkan kewaspadaan di plaform kami,” kata Andy Stone.
Artikel ini telah tayang di .







