Bagi sebagian orang, kotoran hewan atau kohe merupakan limbah kotor dan menjijikkan. Namun, tidak bagi Ono (55). Di tangannya, kotoran limbah sapi disulap menjadi sesuatu yang dapat menghasilkan cuan alias uang.
Sambil menunjukkan area pengolahan limbah kotoran sapinya, Ono bercerita dirinya mulai mengolah kotoran hewan sejak beberapa tahun lalu. Kala itu, ada aturan bagi peternak di Kuningan untuk tidak membuang limbah sembarangan.
“Saya sudah menekuni ini dari tahun 2021 akhir. Awalnya dari tahun 2017 ada perda tentang pelarangan peternak untuk buang limbah sembarangan, kalau melanggar didenda Rp 50 juta atau dikurung 6 bulan. Saya kan peternak juga, makanya kita kumpul sama warga, terus koordinasi minta lahan ke taman nasional, alhamdulillah direspons dikasih lahan tahun 2021,” tutur Ono, belum lama ini.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
Ono sendiri mendapatkan kotoran sapi tersebut dari para peternak yang ada di sekitar Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan. Dalam sehari, ia bisa mengolah lima kuintal kotoran sapi untuk dijadikan pupuk organik.
“Tempatnya sendiri di sini menampung 97 ekor sapi dengan kapasitas total 200 karung. Untuk proses pembuatnya dibantu sama empat orang, ” tutur Ono.
Proses pembuatan pupuk organiknya sendiri membutuhkan waktu sekitar 14 hari. Untuk caranya, pertama, Ono akan mengumpulkan kotoran sapi terlebih dahulu, lalu kotoran sapi tersebut Ono campurkan dengan starter molase.
“Starter molase itu kita bikin sendiri, dibuat dari Yakult, air beras, sama bahan-bahan lain. Fungsinya agar baunya hilang, terus si kotoran itu jadi bagus dan warnanya pudar,” tutur Ono.
Setelah diberi starter molase, kotoran sapi akan diendapkan terlebih dahulu, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari langsung selama beberapa hari, sebelum akhirnya dimasukkan dalam karung dan dijual kepada para petani.
Ono memaparkan, pupuk organik hasil buatannya sudah lolos uji lab di salah satu universitas di Bogor. Tujuannya, agar pupuk organik dipastikan layak untuk Ono pasarkan.
“Pupuk organik kita ini sudah diuji lab di IPB, otomatis kan kalau sudah diuji lab bisa dipasarkan. Pengujiannya dibantu sama pihak taman nasional dan mahasiswa IPB. Dan hasilnya bagus, ada sertifikatnya, jadi bisa dipertanggungjawabkan,” tutur Ono.
Untuk satu karung pupuk organik yang terbuat dari kotoran Sapi, Ono jual dengan harga Rp 10.000. Pupuk organik tersebut kebanyakan Ono jual kepada para petani di Kuningan.
“Kemarin saja tuh dijual ke Sangkanika itu bisa sampai 50 karung. Biasanya yang sering pesen lagi itu dari Ciawi bisa sampai 300 karung. Biasanya buat pupuk buah-buahan seperti pohon durian dan kelengkeng,” tutur Ono.
Meskipun keuntungan yang dihasilkan tidak terlalu besar, tapi adanya pengelolaan limbah ini memberikan dampak lingkungan yang besar bagi warga sekitar.
“Kita lihatnya dari dampak ke lingkungan, pertama mengurangi limbah ke bawah, kedua punya potensi ekonomi. Itukah sampah tapi kan bisa jadi berkah, dari limbah jadi rupiah. Lihat saja itukan sekarung Rp 10.000 tapi kan bisa laku sampai 500 karung, kan lumayan,” tutur Ono.
Jika tidak segera diolah kotoran sapi tersebut juga akan menjadi limbah yang dapat merusak tanaman, menimbulkan penyakit, dan menyebabkan air terkontaminasi.”Kalau nggak ditangani limbahnya, bisa mencemari lingkungan yang ada di bawahnya seperti ke Cilengkrang,” tutur Ono.
Meskipun memiliki dampak lingkungan yang besar, tapi masih ada beberapa kendala yang Ono hadapi selama mengelola limbah kotoran hewan. Contohnya kondisi lahan yang masih minim, yang menjadi penghalang Ono untuk bisa memproduksi pupuk organik lebih banyak.
Selain itu juga, Ono masih kesulitan untuk memasarkan produk pupuk organiknya. Ono berharap, ke depan pemerintah daerah dapat lebih memperhatikan pengelola limbah ternak seperti dirinya.
“Justru terhambatnya di pemasaran, padahal inikan pupuk organik. Pengennya sih dari dinas bisa menghubungkan untuk pemasarannya. Mata rantainya belum terbangun, kita bergerak masih sendiri,” pungkas Ono.
Tempat pengelolaan limbah yang dikelola Ono sendiri berlokasi di Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan.