Kebijakan larangan studi wisata atau study tour oleh Pemprov Jabar berdampak besar pada pelaku usaha transportasi. Salah satunya dirasakan Perusahaan Otobus (PO) BS Guvilli Majalengka.
Perusahaan mendapat keluhan dari para karyawan yang terlibat di armada bus tersebut karena anjloknya pendapatan secara signifikan. Manajer Operasional PO BS Guvilli Majalengka, Dedi Supriadi mengaku, sejak larangan diberlakukan, pemesanan armada untuk kebutuhan studi wisata semua dibatalkan.
“Yang dirasakan itu sangat signifikan, karena PO kita sendiri saja sudah sekitar 50 persen penurunan pendapatan,” kata Dedi kepada infoJabar, Senin (26/5/2025).
Menurut Dedi, mayoritas pemesanan datang dari sekolah-sekolah mulai tingkat TK hingga SMA. Mereka biasa menyewa bus untuk perjalanan wisata edukatif ke sejumlah daerah seperti di Jabar, Jateng, hingga Jatim. Namun kini, semua perjalanan itu dibatalkan karena pihak sekolah khawatir terkena konsekuensi dari larangan studi wisata.
“Pesanan itu dari mulai TK, SD, SMP sampai SMA/SMK. Cuma untuk perguruan tinggi jarang, mengingat di Majalengka perguruan tinggi masih sangat terbatas pun halnya corporate-corporate pengguna jasa wisata, sehingga segmen wisata masih didominasi segmen tersebut,” ujarnya.
“Namun saat ini pihak sekolah itu kan ragu ya, mau memberangkatkan study tour, ini takutnya begini, takut begitu. Mereka menghindari konsekuensi kalau ada yang maksa,” sambungnya.
Dedi menyebutkan, musim pemesanan biasanya terjadi saat libur panjang. Sementara di hari biasa, armada bus digunakan untuk kegiatan lain seperti ziarah, instansi dan lainnya yang menyumbang sekitar 50 persen aktivitas.
“Ya sekarang mah kita andalkan dari pesanan perjalanan ziarah dan lain-lain. Dengan kebijakan larangan studi wisata itu sangat terasa, karena kita sampai 50 persen kehilangan pendapatan,” ucapnya.
Meski belum ada pemutusan hubungan kerja untuk karyawan, namun kekhawatiran mulai menghantui. Sebab, kata Dedi, sistem kerja sopir dan kondektur di PO-nya berbasis ‘kas borong’, artinya mereka hanya mendapat pendapatan jika ada keberangkatan.
“Kalau nggak ada keberangkatan ya mereka nggak dapat penghasilan. Statusnya memang karyawan kita, tapi tidak digaji bulanan,” jelasnya.
Dedi berharap kebijakan pelarangan studi wisata bisa dievaluasi, terutama, agar tetap memberi ruang edukasi dengan rute wisata dalam lingkup Jawa Barat. “Sentra-sentra kebudayaan, pertanian dan situs kepurbakalaan di Jabar banyak, kebun binatang, pantai, kunjungan industri di Bekasi, Cikarang, Subang dan Majalengka sendiri. Itu bisa jadi tujuan studi. Harapannya sih dibuat senormal mungkin. Kalau perlu ada petunjuk teknisnya,” ujarnya.
Di sisi lain, Dedi juga berharap, agar ke depannya ada dialog resmi antara pemerintah dengan pengusaha bus. Pasalnya, selama ini para pengusaha bus belum pernah diajak diskusi mengenai kebijakan tersebut.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
“Kami juga selaku PO bus yang terjejaring dengan asosiasi lain yang bergerak di bidang wisata telah melakukan rembugan dalam upaya penggalian solusi atas dampak yang dihasilkan, kiranya akan semakin optimal jika penggalian solusi tersebut dilakukan bersama-sama antara pemerintah dengan kami yang terdampak. Pada prinsipnya kami juga sangat mendukung bobot perjalanan dan kunjungan para siswa menitik beratkan kepada observasi, edukasi dan inovasi pendidikan,” pungkasnya.