Ada banyak situs bersejarah di Cirebon, salah satunya Situs Makam dan Sumur Keramat Pangeran Makdum. Lokasinya di Kelurahan Pegambiran, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon.
Suasana adem dan sejuk langsung terasa saat memasuki area situs yang dipenuhi oleh pepohonan rindang itu. Sebab, lokasinya tepat di tengah-tengah permakaman umum. Untuk sampai ke lokasi makam Pangeran Makdum, pengujung harus melewati deretan kuburan terlebih dahulu.
Di bagian depan makam terlihat papan nama cagar budaya yang bertuliskan Makam Pangeran Makdum, terlihat juga dua makam keramat berukuran besar yang letaknya tepat di bagian kanan dan kiri makam Pangeran Makdum.
Untuk makam Pangeran Makdumnya sendiri terletak di sebuah ruangan berwarna putih dengan pintu masuk berwarna kuning. Karena selalu dikunci, agar bisa masuk, pengunjung harus izin terlebih dahulu kepada juru kunci Situs Pangeran Makdum. Di sekitar ruangan makam terlihat juga deretan tembok setinggi dada orang dewasa yang mengelilingi area makam Pangeran Makdum.
Tidak jauh dari makam Pangeran Makdum, terlihat sumur berusia ratusan tahun dengan bangunan dan dinding sumur berwarna hijau. Terlihat juga beberapa gentong tempat wadah air berwarna hijau. Konon, meski usianya sudah ratusan tahun, namun, Sumur Pangeran Makdum tidak pernah surut dan selalu didatangi oleh peziarah.
Pegiat sejarah dan budaya Cirebon, Jajat Sudradjat menjelaskan tentang sosok dari Pangeran Makdum. Menurutnya, Pangeran Makdum merupakan seorang pendakwah sekaligus ulama penyebar agama Islam di Cirebon yang hidup sekitar pertengahan abad ke-15.
Jajat mengatakan, Pangeran Makdum merupakan penyebar agama Islam awal di Cirebon yang hidup pada masa Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah dan Pangeran Cakrabuana.
“Pendakwah agama Islam masa awal Cirebon, sekitar pertengahan abad 15, Mbah Kriyan punya anak Kyai Kriyan, punya anak Pangeran Makdum dikenal sebagai Putra Mbah Kriyan, yang pasti beliau adalah ulama,” tutur Jajat, belum lama ini.
Selain pendakwah, Pangeran Makdum dikenal sebagai pelayan Sunan Gunung Jati. Menurut Jajat, kala itu, Pangeran Makdum tinggal dan hidup di sekitar bantaran Sungai Kriyan, yang menjadi pintu masuk keraton melalui jalur laut.
Sehingga ketika Sunan Gunung Jati melewati Sungai Kriyan untuk masuk menuju keraton, akan dibantu oleh Pangeran Makdum yang tinggal di sekitar Sungai Kriyan. Karena sering membantu Sunan Gunung Jati menyeberang Sungai Kriyan, membuat Pangeran Makdum juga dikenal dengan nama Kiai Kriyan.
“Pangeran Makdum juga merupakan pelayan Syekh Syarif Hidayatullah ketika menyebrang Kali Kriyan, dilayani ketika beliau ingin masuk ke dalam keraton lewat Sungai Kriyan. Manakala dibutuhkan juga mereka bisa langsung hadir, sehingga sah-sah saja orang kadang ada yang mengenalnya sebagai Kiai Kriyan,” tutur Jajat.
Menurut Jajat, adanya sebuah sumur di dekat makam Pangeran Makdum menunjukkan bahwa dulu lokasi tersebut digunakan sebagai tempat tinggal. “Bukti bahwa dulu tempat tinggal Mbah Kriyan, adanya sumur yang menunjukkan adanya sistem sanitasi di zaman dulu,” tutur Jajat.
Jajat sendiri belum bisa memastikan tahun berapa Pangeran Makdum meninggal, namun, Jajat memperkirakan, Pangeran Makdum meninggal ketika Sunan Gunung Jati masih hidup, sehingga beliau tidak dimakamkan di Astana Gunung Sembung, tapi di tempatnya yang sekarang.
“Kenapa makamnya masih tidak di Gunung Jati, karena Sunan Gunung Jati masih hidup, dulu daerah Gunung Jati yang Astana Gunung Sembung itu pesanggrahan atau tempat tinggal Sunan Gunung Jati,” pungkas Jajat.