Menyelami Sejarah Konferensi Asia Afrika Lewat Teknologi AI di Lembang

Posted on

Wisata tak melulu soal hiburan. Banyak juga yang menjadi sarana edukasi namun dalam balutan yang menyenangkan. Hal itu yang tergambar dari Museum Lotus di Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB).

Ruang menyelami sejarah di tengah-tengah objek wisata The Great Asia Africa (TGAA). Objek wisata yang menjadi salah satu destinasi favorit wisatawan dari berbagai daerah kala menghabiskan waktu liburan.

Lotus merupakan singkatan dari Lorong Waktu Sejarah. Wahana baru di The Great Asia Africa yang bisa menjadi alternatif wisatawan kala ingin berlibur namun tetap mendapatkan pengetahuan dan informasi baru.

Di Museum Lotus The Great Asia Africa, pengunjung disuguhi film pendek mengenai perjalanan Konferensi Asia Africa. Sejarah yang menjadi latar belakang berdirinya Museum Konferensi Asia Africa di dekat Alun-alun Bandung.

“Jadi ini Museum Lotus atau Lorong Waktu Sejarah di The Great Asia Africa Lembang. Kita ingin mengenalkan sejarah melalui cara yang menyenangkan, lewat film,” kata Pengelola Museum Lotus, Bagoes, saat ditemui, Kamis (11/9/2025).

Bukan cuma memandang benda-benda hingga foto tokoh negara Asia dan Afrika yang menjadi saksi bisu perjalanan konferensi pada tahun 1955-an itu. Namun pengunjung diajak masuk lebih dalam melalui film berdurasi singkat memanfaatkan teknologi Artificial Intelligence atau AI.

Langkah kaki pengunjung diarahkan masuk ke sebuah ruangan berukuran sedang. Ada deretan dua baris kursi yang posisinya berundak. Di depannya membentang layar berukuran cukup panjang, tak sebatas lurus seperti layar bioskop pada umumnya.

Ketika lampu dimatikan, seketika film pendek dimulai. Menunjukkan sudut-sudut Jalan Asia Africa, Bandung, sebagai tempat penyelenggaraan konferensi. Kemudian ada narator menjelaskan bagaimana konferensi itu berjalan.

Tokoh perwakilan negara dari Indonesia yakni Ali Sastroamidjojo, lalu Perdana Menteri Pakistan Muhammad Ali Bogra, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, Perdana Menteri Burma (kini Myanmar) U Nu, hingga Perdana Menteri Sri Lanka Sir John Kotelawala memerankan lagi konferensi tingkat tinggi itu tanpa pemeran pengganti. Teknologi AI benar-benar melampaui batas alam khayal manusia saat ini.

“Ini cuma 8 menit, tapi semua film ini dibuat menggunakan AI. Jadi enggak pakai artis sebagai pemerannya, semua kita buat menggunakan prompt yang diejawantahkan oleh AI,” kata Bagoes.

Meski dibuat oleh AI, namun film pendek yang mereka buat tak asal-asalan. Ada proses kurasi oleh sejumlah ahli sejarah hingga penulis buku Konferensi Asia Africa. Semua memvalidasi bahwa apa yang digambarkan oleh AI benar adanya.

“Pembuatan filmnya sekitar 1 bulan, tapi kurasinya yang lama. Beberapa kali revisi, bahkan sebelum tayang masih ada revisi. Itu menandakan bahwa ini serius, dan hasilnya sesuai dengan aslinya. Kemudian kami sudah mendapatkan izin dari keluarga tokoh-tokoh kenegaraan,” kata Bagoes.

Selain menonton film Konferensi Asia Afrika 1955 versi AI, Museum Lotus juga menghadirkan berbagai teknologi berbasis AI yang bisa dinikmati langsung wisatawan TGAA. Mulai dari AI Generative Painting hingga berswafoto bersama avatar AI tokoh-tokoh Konferensi Asia Afrika.

“Museum Lotus diharapkan menjadi warna baru bagi wisata edukasi di Jabar khususnya Lembang, melalui pengalaman yang menghubungkan teknologi dengan warisan sejarah bangsa,” ujar Bagoes.

Sementara itu, Public Relation The Great Asia Africa, Intania Setiati berharap kehadiran wahana Museum Lotus bisa menjadi alternatif wisata edukasi bagi pelancong ketika berkunjung ke Lembang.

“Kami berharap bisa berperan dalam mengedukasi masyarakat, semua generasi. Kita ingin menyampaikan bagaimana sejarah di masa lalu lewat cara menyenangkan,” kata Intania.