Menteri PPPA Ungkap 5 Faktor Pemicu Kekerasan Perempuan dan Anak

Posted on

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi menegaskan bahwa pemerintah tengah melakukan pemetaan menyeluruh untuk mengidentifikasi faktor utama penyebab masih tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia.

Langkah tersebut, kata Arifah, menjadi pekerjaan rumah besar bagi Kementerian PPPA guna menemukan akar persoalan sebelum menetapkan strategi intervensi yang lebih tepat dan efektif di lapangan.

“Kami sedang melakukan analisis internal. Ada lima hal yang menjadi faktor penyebab utama kekerasan terhadap perempuan dan anak,” ujar Arifah saat menghadiri kegiatan di Cirebon, Jawa Barat, Rabu (22/10/2025).

Arifah memaparkan, faktor pertama yang paling dominan adalah kondisi ekonomi keluarga. Tekanan ekonomi yang berat seringkali memicu stres dan konflik rumah tangga, yang pada akhirnya berujung pada kekerasan.

Faktor kedua adalah pola asuh yang tidak tepat, yang dapat menormalisasi kekerasan dalam keluarga. Ketiga, penggunaan gawai dan media sosial yang tidak terkontrol turut meningkatkan risiko kekerasan, terutama kekerasan berbasis digital.

Sementara itu, faktor keempat yaitu lingkungan sosial yang tidak aman, dan kelima adalah pernikahan usia anak yang masih banyak terjadi di sejumlah daerah.

“Kelima faktor ini saling berkaitan dan memperburuk kondisi perempuan dan anak jika tidak diintervensi dengan serius,” jelasnya.

Arifah menegaskan, permasalahan kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak bisa diselesaikan oleh satu pihak saja. Untuk itu, Kementerian PPPA memperluas kolaborasi lintas kementerian dan lembaga, sekaligus mendorong peran aktif masyarakat dalam pencegahan dan penanganan kasus.

“Ayo kita selesaikan bersama. Intinya adalah penguatan keluarga, dan keluarga itu dimulai dari perempuan. Kalau perempuannya kuat, keluarganya juga akan kuat,” tegasnya.

Berdasarkan data Kementerian PPPA, sepanjang Januari hingga Juni 2025 tercatat 11.835 laporan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Angka itu meningkat tajam menjadi sekitar 24 ribu kasus hingga Oktober 2025, atau naik lebih dari 12 ribu kasus hanya dalam tiga bulan terakhir.

“Kenaikan ini menunjukkan adanya dinamika sosial dan ekonomi yang turut memperburuk situasi perlindungan terhadap perempuan dan anak,” tutur Arifah.

Peningkatan kasus tersebut, menurutnya, menjadi peringatan serius bagi semua pihak untuk memperkuat sistem pencegahan, pendampingan korban, serta edukasi publik agar kekerasan tidak lagi dianggap wajar atau disembunyikan.

Arifah menekankan bahwa tujuan utama Kementerian PPPA bukan sekadar menurunkan angka kekerasan secara statistik, melainkan mewujudkan kondisi sosial tanpa kekerasan terhadap perempuan dan anak di seluruh Indonesia.

“Yang penting kita jaga anak-anak kita, kita jaga perempuan-perempuan kita, dan kita jaga keluarga kita. Semua pihak harus bergandengan tangan,” ujarnya.

“Kalau bisa, tidak ada lagi kekerasan baik terhadap perempuan maupun anak. Itu cita-cita kami bersama,” pungkasnya.