Menteri Nusron Ungkap Fakta Mengejutkan tentang Penguasaan Lahan di Indonesia

Posted on

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid mengungkapkan fakta mengejutkan mengenai ketimpangan penguasaan lahan di Indonesia. Ia menyebut sekitar 46 persen dari lahan non-hutan di Indonesia dikuasai oleh segelintir perusahaan yang dimiliki oleh hanya 60 keluarga.

“Tanah di Indonesia ini total jumlahnya 192 juta hektare, 122 juta bentuknya hutan. Kalau hutan harus ditanami pohon, jangan dibanguni bangunan, karena tanaman butuh tempat,” ujar Nusron saat memberikan sambutan dalam kegiatan Persatuan Umat Islam (PUI) di Kota Sukabumi, Rabu (16/4/2025).

Menurutnya, hanya 70 juta hektare tanah di Indonesia yang termasuk kategori non-hutan. Dari jumlah tersebut, sekitar 30 juta hektare dikuasai dalam bentuk Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) oleh sekitar 3.500 perusahaan, yang afiliasinya merujuk pada hanya 60 keluarga besar di Indonesia.

“Ada satu keluarga, saya nggak mau sebut namanya, yang punya sampai 1,8 juta hektare. Sementara saya tahu ada warga PUI yang mau cari dua hektare saja buat nanam sayur, itu susah,” ujarnya.

“Inilah yang disebut ketidakadilan struktural, yang lahir dari kebijakan negara yang salah atau tidak tepat,” sambungnya.

Nusron mengutip nilai-nilai dalam Al-Qur’an yang menekankan pentingnya distribusi kekayaan secara adil, agar harta tidak hanya berputar di kalangan orang kaya saja. Ia juga mengaitkan hal ini dengan amanat Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tentang penguasaan bumi dan kekayaan alam oleh negara untuk kemakmuran rakyat.

Untuk mengatasi ketimpangan tersebut, Nusron menyatakan akan melakukan penataan ulang atas pemberian HGU dan HGB ke depan. Ia menegaskan pentingnya pemerataan dan keterlibatan kekuatan rakyat dalam pengelolaan lahan.

“Makanya begitu saya diangkat sebagai menteri, konsep saya tiga, pembagian HGU dan HGB harus ditata ulang, mencerminkan keadilan, ada pemerataan, tapi tetap mempertimbangkan kesinambungan ekonomi. Yang sudah ada tidak kita ganggu, tapi yang baru harus dikasih kesempatan ke pelaku baru,” tegasnya.

Sebagai bagian dari upaya reformasi agraria, Nusron menyebut pihaknya tengah melakukan pendataan lahan di seluruh provinsi, termasuk Jawa Barat dan Sumatra, agar lahan-lahan yang belum produktif bisa dioptimalkan oleh masyarakat.

Ia juga menyampaikan bahwa kerja sama telah dijalin dengan berbagai organisasi masyarakat, termasuk PUI, NU, Muhammadiyah, dan Persis, dalam upaya pengamanan aset wakaf, percepatan legalisasi, dan pemanfaatan lahan negara yang belum tergarap.

“Di dalam MoU (Memorandum of Understanding) sudah ada meliputi masalah pengamanan aset PUI, percepatan wakaf, dan PUI akan kita libatkan untuk memanfaatkan lahan-lahan negara yang belum produktif. Tidak hanya PUI yang lain juga saya ajak. NU, Muhammadiyah, Persis saya ajak,” katanya.

Namun saat dikonfirmasi ulang terkait keterlibatan ormas Islam dalam pengelolaan lahan-lahan tidak produktif, Nusron menyebut, wacana itu masih pembahasan. “(Apakah akan dikelola langsung oleh ormas?) Kami belum ke sana. Tapi keterlibatan warga dari NU, Muhammadiyah, PUI dan lainnya, itu pasti. Mengelola dalam arti mengorganisir kekuatan masyarakat untuk bersama-sama mengabdi di bidang ekonomi,” kata Nusron saat diwawancarai usai kegiatan.

Pihaknya berharap, kebijakan-kebijakan pemerintah terkait pertanahan dapat menciptakan pelaku-pelaku ekonomi baru dari berbagai kalangan agar distribusi tanah di Indonesia lebih adil dan bermanfaat untuk kesejahteraan rakyat, khususnya umat Islam. Pada kesempatan tersebut, ia juga memberikan sertifikat wakaf dengan luas sebanyak 2.828 meter persegi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *