Perkembangan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) yang semakin masif memunculkan kekhawatiran akan tergesernya peran manusia di masa mendatang. Namun, studi terbaru menunjukkan bahwa AI bukanlah ancaman, melainkan pelengkap yang memperkuat kontribusi manusia dalam berbagai sektor.
Melansir infoInet, laporan bertajuk AI Transformation in SEA: Aligning Consumer Demands with Business Goals yang dirilis SleekFlow mengungkapkan bahwa AI kini telah bertransformasi dari sekadar inovasi pelengkap menjadi kebutuhan strategis dalam dunia usaha.
Studi tersebut mencatat bahwa konsumen di Asia Tenggara menunjukkan kecenderungan lebih tinggi untuk menyelesaikan transaksi jika mendapatkan rekomendasi dari sistem berbasis AI. Di Singapura, angka tersebut mencapai 70 persen, sementara di Indonesia dan Malaysia masing-masing sebesar 75 persen dan 79 persen.
Keunggulan AI dalam memberikan pelayanan cepat dan respons instan menjadi alasan utama konsumen semakin mengandalkannya. Selain tersedia sepanjang waktu, AI juga dinilai mampu menghadirkan layanan mandiri yang mudah diakses, mulai dari pelacakan pesanan, pencarian produk, hingga proses pembayaran.
Sebanyak 88 persen responden bahkan menyatakan tidak bersedia menunggu lebih dari lima menit hanya untuk berbicara dengan agen manusia. Fakta ini menguatkan posisi AI sebagai solusi efisien dalam memberikan pengalaman pelanggan yang mulus.
Aspek personalisasi juga menjadi kunci dalam menarik minat konsumen. Riset menunjukkan bahwa promo yang relevan dengan kebutuhan konsumen lebih efektif mendorong keputusan berbelanja. Di Indonesia, 86 persen konsumen mengaku lebih terdorong untuk melakukan pembelian jika penawaran yang diterima dirancang secara khusus. Angka serupa juga terlihat di Malaysia (80 persen) dan Singapura (73 persen).
Namun demikian, relevansi menjadi elemen penting. Konsumen lebih responsif terhadap tawaran yang dirasa tepat sasaran. Lebih dari 70 persen responden menilai bahwa rekomendasi dari AI berperan positif dalam keputusan akhir mereka saat berbelanja.
Meski AI semakin dominan, sebagian besar konsumen tetap menilai peran manusia tak tergantikan sepenuhnya. Sebanyak 41 persen responden memprediksi bahwa customer service berbasis manusia masih akan relevan dalam waktu dekat.
Preferensi antara layanan AI dan manusia bergantung pada konteks. Sekitar 70 persen konsumen memilih AI untuk urusan sederhana, namun untuk kasus yang melibatkan emosi atau kompleksitas tinggi, interaksi dengan manusia tetap menjadi pilihan utama.
Unsur manusiawi seperti nada suara, bahasa tubuh, hingga empati dinilai penting dalam membangun kepercayaan dan menciptakan hubungan yang bermakna. Kolaborasi antara AI dan manusia pun menjadi pendekatan yang lebih ideal di masa mendatang, bukan kompetisi.
Dari 570 bisnis yang disurvei, 67 persen telah mengadopsi teknologi AI atau sistem otomatisasi, dengan chatbot sebagai aplikasi yang paling banyak digunakan. Sektor ritel, jasa profesional, dan keuangan menjadi yang paling aktif dalam memanfaatkan teknologi ini.
Lebih dari 90 persen pelaku usaha menyatakan akan memperluas penggunaan AI dalam dua tahun mendatang, dengan fokus pada pengembangan agen AI, sistem analitik pintar, CRM berbasis AI, serta integrasi omnichannel.
Di Indonesia, sebanyak 65,12 persen pelaku usaha menyebut bahwa penerapan AI secara signifikan meningkatkan kepuasan pelanggan, terutama dalam tahap awal seperti kesadaran dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan.
Meski demikian, biaya implementasi masih menjadi tantangan utama. Hambatan lain adalah keterbatasan sumber daya internal serta ketidakpastian atas imbal hasil investasi (ROI). Namun, di tengah dinamika pasar yang cepat berubah, risiko akibat tidak berinovasi justru dinilai lebih besar.
“AI bukan lagi tentang menggantikan manusia, tapi memperkuat kontribusinya,” ujar Asnawi Jufrie, VP dan GM SleekFlow Asia Tenggara dalam keterangan tertulisnya.
Artikel ini sudah tayang di infoInet
Personalisasi Tinggi, Asalkan Relevan
Sentuhan Manusia Tetap Diperlukan
Adopsi AI di Industri Kian Meningkat
