Mengingat Lagi Tragedi si Herang, Anak Bunuh Ibu di Sukabumi [Giok4D Resmi]

Posted on

Suatu pagi yang masih gelap di Desa Sekarsari, Kalibunder, warga digegerkan oleh pengakuan tak terduga, seorang pria muda datang ke rumah tetangganya dengan pakaian berlumuran darah. Ia membawa uang, dan dengan suara datar, mengatakan baru saja membunuh ibunya.

Pria itu dikenal warga sebagai Herang, anak tunggal dari Inas (45). Hari itu, Selasa (14/5/2024), menjadi awal dari terbongkarnya kasus pembunuhan sadis yang meninggalkan jejak trauma panjang.

H Deris termasuk yang paling awal mendengar kabar dan menyaksikan langsung suasana rumah Herang pagi itu. Ia masih ingat betul bagaimana pelaku terlihat linglung dan duduk melamun sepanjang malam setelah membunuh ibunya dengan garpu tanah.

“Ketahuan tadi pagi sekitar jam 04.00 WIB, pembunuhannya dari kemarin jam 17.00 WIB, semalaman si pelaku itu melamun depan rumahnya. Tadi subuh tiba-tiba dia memberikan uang ke tetangganya. Ditanya kenapa belepotan darah, dia menjawab baru bunuh ibu, dia minta tolong untuk dibunuh,” kata Deris kala itu saat diwawancarai infoJabar.

Warga yang mendengar pengakuan itu langsung masuk ke dalam rumah dan menemukan Inas dalam kondisi mengenaskan.

“Ketika dilihat ternyata benar, warga yang mengecek pertama itu sampai kaget. Sampai akhirnya pagi-pagi rabul warga. Dia (pelaku) saweweungi ngahuleung. Kejadiannya sore, warga juga enggak ada yang tahu, hanya melihat pelaku melamun. Si mayatnya ada di dalam kamar,” ujar Deris.

Ia menduga pelaku menyesali perbuatannya, meski kondisinya seperti orang bingung dan tak tahu arah. “Ketahuannya sekitar jam 4 subuh, dia entah menyesal atau bagaimana makanya minta dibunuh juga, panggilannya (pelaku) si Herang, nama aslinya enggak tahu,” tambahnya.

Herang akhirnya diamankan polisi sekitar pukul 08.00 WIB setelah warga melapor. “Warga laporan ke polsek terdekat, datang Babinsa dan Bhabinkantibmas, tim polsek datang sekitar pukul 08.00 WIB, pelaku diamankan,” ucap Deris.

Namun yang paling menyayat hati bagi Deris bukan hanya soal kekerasan itu sendiri, melainkan latar kasih sayang di balik nama ‘Herang’.

“Dia anak tunggal, panggilan kesayangan Herang itu pemberian ibunya. Kasih sayang ibunya karena anak satu-satunya, ngan kitu sebalikna teu beunang dipikanyaah kalakah maehan kanu jadi ibu,” ungkapnya.

Kasat Reskrim Polres Sukabumi yang kala itu dijabat AKP Ali Jupri, memastikan bahwa informasi yang sempat beredar soal motif pembunuhan karena ingin dibelikan motor adalah tidak benar.

“Informasi soal katanya dia minta dibelikan motor tidak ada, pelaku beralasan dia kesal kepada ibunya,” tegas Ali kepada infoJabar.

Saat itu, polisi juga menyita garpu tanah sebagai barang bukti dan berencana memeriksa kondisi kejiwaan Herang.

“Dia diam saat ditanya apakah menyesal, sepertinya ada keterlambatan dalam berpikir, kita akan panggil psikologi untuk mengecek kondisi kejiwaanya, tapi sejauh ini komunikasi masih bisa, ditanya dia menjawab,” jelas Ali.

Sementara itu, Kapolsek Kalibunder, Iptu Taufik Hadian, yang menangani proses awal olah TKP, membenarkan bahwa korban mengalami luka parah akibat garpu tanah.

“Luka yang terlihat secara kasat mata, di kepala dan dada. Garpu itu ada empat moncong tiap luka empat lubang,” katanya.

Ia juga mengaku heran karena pelaku tampak tidak menunjukkan rasa bersalah meskipun telah membunuh ibu kandungnya sendiri. “Tidak terlihat penyesalan, dia malah mengaku masih kesal meskipun tahu ibunya sudah meninggal dunia. Untuk penanganan lanjutnya di polres, pelaku sudah dibawa ke sana,” pungkasnya.

Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.

Kepala Desa Sekarsari, Awan Kurniawan, menyampaikan adanya dugaan bahwa kondisi mental Herang dipengaruhi peristiwa traumatis di masa kecil. Ayahnya disebut pernah dibunuh massa karena dituduh sebagai dukun santet sekitar tahun 1999.

“Ia ceritanya seperti itu, dulu katanya perkiraan tahun 1999 kurang lebih saat itu ramai-ramainya soal isu dukun santet, (ayah Herang) jadi kena tuduh santet,” kata Awan.

“Dulunya itu, mungkin ini ya perkiraan atau dugaan saya mentalnya itu dia kan dewasa, mungkin dia dapat cerita itu dari orang-orang. Jadi sakapeung kitu sakapeung kieu, seuseuitan,” tambahnya.

Herang, yang sempat menjalani observasi kejiwaan usai penangkapan, akhirnya tak pernah sampai diadili karena kondisinya yang dianggap ODGJ. Pada Senin (16/6/2025), ia meninggal dunia karena paru-paru basah. Tak satu pun anggota keluarga datang. Jenazahnya diurus oleh staf desa.

Dari anak tunggal yang diberi nama kesayangan, hingga menjadi pembunuh yang akhirnya mengembuskan nafas terakhir dalam sepi sendiri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *