Di antara deretan kesenian tradisional Tanah Pasundan, Kabupaten Majalengka memiliki satu warisan budaya yang tak banyak dikenal khalayak luas, yaitu seni gaok. Seni ini merupakan pertunjukan suara yang khas, yang menggabungkan unsur nyanyian, cerita, dan peran dalang dalam satu sajian.
“Gaok adalah seni suara. Dalam pertunjukannya ada seorang dalang dan beberapa orang yang menyanyikan, tapi si dalang juga ikut ngahaleuangkeun (ikut menyanyi),” kata seniman asal Majalengka, Hegar Parangina kepada infoJabar, Kamis (19/6/2025).
Tak seperti seni pertunjukan lain yang mengandalkan gerak dan dialog, gaok justru lebih menekankan kekuatan vokal dan irama. Lirik-lirik yang dinyanyikan sarat cerita, kadang diselipkan kisah-kisah rakyat atau pesan moral.
“Lirik-liriknya menggunakan bahasa Sunda, seperti yang sedang bercerita tapi ada nadanya,” ujarnya.
Dalam penyajiannya, gaok tidak berdiri sendiri. Gaok juga diiringi alat musik yang turut memperkaya suasana. “Betul, dalam pertunjukannya ada juga alat musik yang mengiringi,” ucapnya.
Menurut Hegar, pada masa lalu, alat musik yang digunakan cukup beragam. Almarhum Abah Rukmin misalnya, sang maestro gaok tersebut pernah memakai alat musik seperti gembyung dan songsong.
“Pernah juga diganti dengan alat musik terbang, semacam genjring yang besar. Bahkan ada juga yang memakai kendang dan tarompet agar lebih meriah,” katanya.
“Fleksibilitas dalam pengiring ini menunjukkan bahwa gaok adalah seni yang terbuka terhadap penyesuaian, tergantung kebutuhan dan suasana pertunjukannya. Namun, yang paling penting dari gaok adalah kehadiran suara-suara manusia yang menghanyutkan pendengar lewat lantunan dan alunan nada khas,” tambahnya.
Hegar menyampaikan, gaok sendiri biasanya tampil dalam berbagai acara hajatan masyarakat. Di masa ketika belum ada teknologi hiburan seperti sekarang, gaok menjadi salah satu bentuk hiburan rakyat yang dinantikan.
“Kalau tidak salah, dulu biasa digelar di acara syukuran kelahiran, nyukuran bayi, atau khitanan,” ujar Hegar.
“Sebelum ada wayang golek, ada yang namanya wayang catur, dimana hanya dalangnya saja yang bercerita. Nah, gaok ini bisa jadi salah satu bentuk ekspresi semacam itu,” sambungnya.
Seni gaok sendiri kini mulai dihidupkan kembali. Sejumlah seniman muda bergerak untuk merevitalisasi warisan budaya lisan ini agar bisa kembali dinikmati lintas generasi.
“Baru tahun ini kita mulai revitalisasi. Dan mudah-mudahan sesegera mungkin kita ingin mengadakan workshop untuk guru-guru SD dan SMP, khususnya guru seni budaya,” kata Hegar yang juga penggagas revitalisasi seni gaok.
Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
Gaok sendiri saat ini makin jarang tampil. Bahkan setelah wafatnya maestro gaok, Abah Rukmin, seni gaok nyaris tak terdengar lagi. “Kalau masyarakat sudah tidak mengundang dan tidak tertarik, ya seni itu bisa punah dengan sendirinya,” ucap Hegar.
Oleh karena itu, revitalisasi pun digaungkan. Revitalisasi yang dilakukan bukan sekadar menggali ulang naskah-naskah lama. Hegar dan timnya juga menyederhanakan struktur nada dan aransemen musik gaok agar bisa lebih mudah dipelajari. Salah satu inovasi paling signifikan adalah membuat gaok sehingga bisa dinyanyikan oleh siapa saja, termasuk anak-anak dan perempuan.
“Dulu gaok tidak bisa dinyanyikan oleh perempuan karena nadanya terlalu tinggi. Sekarang kami sesuaikan, nadanya kita sederhanakan, sesenggolannya juga kita rapikan agar bisa dinyanyikan semua kalangan,” jelasnya.
Tak hanya vokal, musik pengiring gaok juga diaransemen ulang. Upaya revitalisasi ini digerakkan oleh para alumni ISBI Bandung yang ada di Majalengka. Bahkan, beberapa seniman di luar ISBI dan dari luar Majalengka juga turut bergabung.
“Revitalisasi ini merupakan proyek ikatan alumni ISBI Bandung yang ada di Majalengka yang dipimpin oleh Ifa Rakhmatullah, bahkan musik pengiringnyapun di garap apik oleh komposer muda Majalengka yang juga seleb tiktok jebolan Pendidikan Seni Musik UPI yaitu Restu Muara Bagja. Dengan upaya revitalisasi kami, alhamdulillah sekarang gaok bisa dinyanyikan oleh semua kalangan, dan mudah-mudahan segera bisa mengadakan launching dan workshop-nya,” ujar Hegar.
Tak berhenti di situ, ia berharap gerakan ini bisa didukung oleh pemerintah daerah. “Kita sedang menjajaki ke Dinas Pendidikan dan Dinas Pariwisata dan Budaya. Harapannya ada dukungan agar revitalisasi ini bisa berlanjut dan menyentuh lebih banyak pihak,” katanya.
Hegar juga membayangkan ke depan bisa ada lomba gaok tingkat kabupaten, bahkan provinsi. “Kalau bisa tiap tahun ada lombanya. Ini cara paling nyata untuk pelestarian. Apalagi kalau anak-anak sudah bisa ikut, pasti keseniannya akan terus hidup,” pungkasnya.