Kota Bandung pernah punya mimpi membangun moda transportasi canggih di masa mendatang. Sebuah gagasan cable car atau kereta gantung pun sempat dicetuskan, tapi sepertinya wacana itu hanya menjadi angan-angan.
Padahal, prototype atau purwarupanya sudah tersedia di kantor Bapelitbang Kota Bandung atau Bandung Planning Gallery di kawasan Balai Kota Bandung. Bentuknya kotak memanjang dengan warna dominan putih beraksen biru.
Pantauan infoJabar, purwarupa cable car ini punya dimensi dengan panjang sekitar 3 meteran dengan lebar sekitar 2 meteran. Di dalamnya, terdapat tempat duduk berhadapan yang bisa mengangkut 10 penumpang.
Bagi yang belum tahu, gagasan cable car saat itu dicetuskan untuk mengurai kemacetan yang sudah mulai akut di Kota Bandung. Target besarnya menyasar wisatawan yang datang ke Kota Kembang supaya tidak membawa kendaraan pribadi saat akhir pekan.
Berdasarkan catatan infoJabar, gagasan cable car pertama kali tercetus di era Wali Kota Bandung Dada Rosada pada sekitar akhir 2011 silam. Bahkan, proyek ini dicanangkan tanpa perencanaan karena menargetkan lahan di Pusat Penelitian Pengembangan Geologi Kelautan (PPGL), Pasteur, sebagai stasiun pertamanya.
Di era Dada Rosada, cable car sudah melalui proses peletakan batu pertama dan ditarget bisa mulai dibangun pada awal 2012. Klaimnya waktu itu, proyek bernama Bandung SkyBrigde ini bakal dilengkapi 55 kabin yang berkapasitas 10 penumpang per kabinnya, dan bisa melaju 20 kilometer per jam.
Bahkan, pengembang cable car, PT Aditya Dharmaputra Persada saat itu menargetkan, pembangunan Bandung SkyBridge bisa dikerjakan pada Juni 2012 dengan target beroperasi pada pertengahan 2013. Cable car dicanangkan berada di ketinggian sekitar 50 meter yang menghubungkan Pasteur dengan Mal PVJ, dan menelan biaya sekitar USD 7 juta di waktu itu.
Sayang, hingga Dada Rosada lengser, proyek cable car tak kunjung menunjukkan progres signifikan. Kemudian, Ridwan Kamil didapuk menjadi Wali Kota Bandung dan melirik proyek cable car yang dicanangkan Dada Rosada.
Bedanya, di era Ridwan Kamil, cable car itu diwacanakan melintas di atas lahan milik Pemkot Bandung. Sebab saat era Dada Rosada, cable car klaimnya terbentur aturan karena melintas di atas lahan milik warga.
Cable car bukan satu-satunya opsi yang disiapkan Ridwan Kamil untuk mengurai kemacetan. Ada wacana pembangunan monorel, bus rapid transit (BRT) hingga jalur pesepeda untuk warga di Kota Bandung.
Meski demikian, cable car tetap mendapat perhatian. Di awal-awal kepemimpinannya, Ridwan Kamil bahkan menargetkan cable car bisa masuk proses pembangunan pada 2014 silam.
Jalurnya pun otomatis mengalami perubahan. Di era Ridwan Kamil, cable car ditarget dibangun di kawasan Gelap Nyawang, dan dibidik untuk jadi transportasi massal dengan menggandeng perusahaan teknologi dari Austria.
September 2015, wacana proyek cable car kembali mengemuka. Ridwan Kamil saat itu menargetkan proses peletakan batu pertama proyek ambisiusnya ini bisa dilaksanakan pada Desember, dengan rancangan jalur sepanjang 42 kilometer.
Bahkan, demi proyek ambisius tersebut, Ridwan Kamil sempat kepincut untuk mengambil utang di Asian Development Bank (ADB). Sebab saat itu, proyek cable car bisa menelan biaya hingga Rp 5 triliun.
Tak hanya dari Asia, pada Oktober 2015, Ridwan Kamil bahkan mengklaim telah menggaet 6 investor untuk proyek cable car setelah kunjungannya ke Prancis. Sebagai langkah awal, prototype cable car akan dibangun dengan jalur uji coba sepanjang 800 meter dari Gelap Nyawang (Dago) ke Cihampelas.
Namun, proyek ambisius itu kemudian mengalami kendala. DPRD Kota Bandung melarang Ridwan Kamil meneruskan proyek cable car karena alasan tidak termasuk dalam Peraturan Daerah (Perda) Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) di tahun tersebut.
Meski begitu, Ridwan Kamil nampak bersikukuh untuk memuluskan proyek cable car. Akhirnya, Desember 2015, groundbreaking cable car batal dilaksanakan dengan alasan masih menunggu rekomendasi Gubernur Jabar saat itu, Ahmad Heryawan atau Aher.
Padahal klaimnya, studi kelayakan cable car sudah disetujui. Kemudian, masalah regulasi juga sudah diselesaikan setelah jalur cable car masuk dalam Perda RDTR terbaru di Kota Bandung saat itu.
Akhirnya, proyek cable car pun seolah tenggelam ditelan zaman. Ridwan Kamil sendiri seolah tak memikirkan lagi proyek ini karena kemudian lebih fokus untuk melanggeng ke kancah politik Pilkada Jabar dan terpilih menjadi Gubernur pada 2018 silam.
Setelah bertahun-tahun proyek cable car tak lagi terdengar, Ridwan Kamil yang sudah menjadi Gubernur Jabar memunculkan kembali wacana ini pada 2023 silam. Proyek cable car ini mengemuka dalam paparan Ridwan Kamil ke mantan Presiden Joko Widodo atau Jokowi soal rencana pembangunan transportasi umum di Cekungan Bandung di Istana Presiden, Jakarta Pusat.
Pada saat itu, kereta gantung menjadi salah satu opsi yang diusulkan ke Ridwan Kamil. Usulan ini pun disampaikan karena wilayah Cekungan Bandung banyak perbukitan maka kereta gantung bakal menjadi sarana yang cocok untuk transportasi umum.
Waktu itu, Ridwan Kamil membeberkan bahwa kereta gantung sangat murah pembangunannya. Hanya modal tiang-tiang penyangga, perhitungannya lima tahun lalu per kilometer (km) hanya butuh Rp 100-200 miliar. Rencananya ada pembuatan cable car di 5 koridor sepanjang 30 km.
Dalam wawancaranya, Ridwan Kamil mengatakan proyek cable car sedang dikaji. Cable car itu kemungkinan besar akan melintasi daerah-daerah dengan pemukiman padat penduduk hingga bukit-bukit yang sulit dijangkau kendaraan biasa.
“Kita sedang mengkaji rutenya di daerah yang padat penduduk, melintasi bukit-bukit yang terlalu jauh kalau menggunakan kendaraan biasa,” ungkapnya.
“Tahap 1 bisa diselesaikan di masa kepemimpinan Pak Jokowi. Setelahnya dilanjutkan di rezim berikutnya,” ujarnya menambahkan.
Namun lagi-lagi, proyek ini seakan hanya menjadi angan-angan. Progresnya tak kunjung terealisasikan bahkan setelah Ridwan Kamil lengser dari jabatan Gubernur Jabar.
Setelah proyek cable car bertahun-tahun seolah tenggelam di telan zaman, bagaimana nasibnya di zaman sekarang? Belakangan, berdasarkan informasi yang diterima infoJabar, proyek cable car sudah diambil alih Pemprov Jabar di masa transisi sebelum Ridwan Kamil lengser dari gubernur pada 2023 yang lalu.
Kadishub Jabar Dhani Gumelar membeberkan, proyek itu diambil alih karena jalur yang digunakan mengguhubungkan dua wilayah dari Kota Bandung ke kawasan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Kemudian, ia tak menampik, cable car butuh anggaran yang besar sehingga proyek itu masih dalam tahap perencanaan.
“(Proyek cable car diambil alih Pemprov Jabar) karena jalurnya dua ada di kabupaten/kota, menghubungkan Kota Bandung dan KBB, sehingga kewenangannya milik provinsi. Terus membutuhkan fiskal dan besar, Kota Bandung dan KBB belum memenuhi kriteria tersebut,” katanya belum lama ini.
Saat ini, proyek cable car masih dicanangkan sebagai moda transportasi khusus pariwisata. Selain Kota Bandung-Lembang, proyek cable car juga sedang diwacanakan Pemkab Bandung di jalur selatan.
“Kebetulan, inisiasinya untuk yang selatan di Pemkab Bandung. Cuman sampai saat ini mungkin baru tahap perencanaan, kita belum dapat informasi. Kita juga sudah menawarkan di perencanaan kita ada beberapa jalur, dengan Perkeretaapian, ada 2-3 jalur cable car mungkin. Terakhir recananya sampai studi pendahuluan, kita belum tindak lanjuti karena itu murni investasi dari investor, atau dari pihak lain,” bebernya.
Dhani menyatakan, proyek cable car membutuhkan dana besar untuk bisa terealisasi. Untuk satu koridor saja, proyeknya bisa menelan anggaran Rp 1 triliun hingga Rp 2 triliun.
“Yang kewenangannya di provinsi, kita sedang mencari potensial investor yang akan berminat di proyek ini. Masih dalam penjajakan. Sekarang baru satu yang berminat, itu pun yang dulu di Kota Bandung, tapi belum kita konfirmasi lagi,” ungkapnya.
“Saat ini yang namanya cable car masih berfungsi sebagai angkutan wisata. Makanya ke depannya tidak ada subsidi dari pemerintah. Memang dulu ada usulan dari Pak Ridwan Kamil jadi angkutan umum, kalau angkutan umum ada subsidi. Biayanya itu kurang lebih perhitungan kasar kita Rp 1-2 triliun yah,” tambahnya.
Jika semuanya sesuai rencana, proyek cable car, kata Dhani, bisa dilanjutkan dalam jangka waktu 5 tahun ke depan dengan target operasional pada 2030. Hanya saja, saat proyek ini ditawarkan ke Pemerintah Pusat, belum ada respons untuk dukungan proyek cable car.
“Mudah-mudahan dalam waktu 5 tahun ke depan. Kalau pun misalnya sekarang masuk tahap perencanaan, baru kita lakukan di 2026. Eksekusinya itu kurang lebih, pembebasan lahan di 2027, konstruksi 2028, dan 2030 baru operasi,” katanya.
“Kita lagi intens ke pemerintah pusat, terutama Kemenhub. Tapi kita fokuskan dulu elektrifikasi dari Padalarang-Cicalengka, akan coba kita tambah headwaynya. Sama dukungan terhadap LRT Bandung Raya, karena itu butuh anggaran besar.”
Namun demikian, dalam perbincangannya dengan infoJabar, proyek cable car sepertinya tidak masuk prioritas utama dalam penanganan kemacetan di Bandung Raya. Sebab, Pemprov Jabar lebih fokus untuk menggarap proyek 21 koridor khusus BRT Bandung Raya yang akan beroperasi pada 2027, serta 2 koridor LRT Bandung Raya yang ditargetkan bisa rampung pada 2030.
“Secara umum begini, skenario penanganan kemacetan kita bagi 3 tahap. Jangka pendek menormalisasi di Bandung ini ada 11 kawasan yang rawan macet. Kita ambil 1, Pasteur, kita akan mengclearkan hambatan samping yang menjadi penyebab kemacetan seperti parkir liar, pasar tumpah, kita normalisasi dulu setidaknya sampai akhir tahun,” kata Dhani.
“Tahapan berikutnya, kita implementasikan ke kawasan lain untuk mendukung proyek BRT Bandung Raya yang akan akan beroperasi di 2027. Karena nanti pada 2027, BRT ada 21 jalur khusus, jalur itu harus bersih dari hambatan samping, penataan pedestrian, PKL, parkir liar. Masuk ke jangka panjang, operasional BRT, 2030 LRT masuk. Tiga tahapan itu yang kita coba masukan ke skenario penanganan kemacetan di Bandung Raya. Yang lain masih tahap perencanaan,” pungkasnya.
Tak hanya tenggelam ditelan zaman, proyek cable car juga telah dilupakan warga Kota Bandung. Ronny Pratama salah satunya, yang mengaku sama sekali tidak terlalu antusias menantikan proyek ambisius untuk penanganan kemacetan itu.
“Boro-boro, zaman dulu juga nggak tahu bakal ada proyek itu. Lagian ngapain susah-susah sih bangun kayak gitu, anggarannya juga gede. Mending jalannya ditata dulu aja biar yang lewat juga bisa nyaman,” kata pria warga Dago, Kota Bandung itu saat berbincang dengan infoJabar.
Beda dengan Ronny, David, warga lainnya, justru punya pandangan yang sedikit berbeda. Meski sempat lupa, tapi ia menaruh harapan soal proyek cable car yang bisa mengatasi masalah kemacetan di Kota Bandung.
Hanya saja, kata dia, masalahnya, saat proyek itu mulai masuk tahap konstruksi, kemacetan baru pasti akan timbul di jalur yang dilaluinya. Namun jika proyek itu rampung, ada harapan kemacetan di Kota Bandung bisa terurai, terutama saat akhir pekan.
“Rencana awalnya kan buat wisata yah, kalau kata saya sih bagus, bisa ngatasin kemacetan meskipun enggak signifikan. Cuma yang perlu disiapin itu nanti pas pembangunannya, pasti bakal nambah macet,” ungkapnya.
Bagi David, Pemkot Bandung harus fokus terlebih dahulu terhadap penataan jalan-jalan di yang saat ini rawan kemacetan. Solusinya bisa dengan melebarkan jalan tersebut, atau membuat pengetatan kendaraan pribadi yang kemacetan bisa terurai.
“Kalau mau gitu. Jalanan di Bandung kan sempit, sementara angkutan umumnya yang dari pemerintah malah bus-bus gede. Kalau mau sih jalannya dilebarin aja, terus angkutannya ditata lagi,” pungkasnya.
Wacana Cable Car di Masa Sekarang
Cable Car Sudah Dilupakan Warga
Akhirnya, proyek cable car pun seolah tenggelam ditelan zaman. Ridwan Kamil sendiri seolah tak memikirkan lagi proyek ini karena kemudian lebih fokus untuk melanggeng ke kancah politik Pilkada Jabar dan terpilih menjadi Gubernur pada 2018 silam.
Setelah bertahun-tahun proyek cable car tak lagi terdengar, Ridwan Kamil yang sudah menjadi Gubernur Jabar memunculkan kembali wacana ini pada 2023 silam. Proyek cable car ini mengemuka dalam paparan Ridwan Kamil ke mantan Presiden Joko Widodo atau Jokowi soal rencana pembangunan transportasi umum di Cekungan Bandung di Istana Presiden, Jakarta Pusat.
Pada saat itu, kereta gantung menjadi salah satu opsi yang diusulkan ke Ridwan Kamil. Usulan ini pun disampaikan karena wilayah Cekungan Bandung banyak perbukitan maka kereta gantung bakal menjadi sarana yang cocok untuk transportasi umum.
Waktu itu, Ridwan Kamil membeberkan bahwa kereta gantung sangat murah pembangunannya. Hanya modal tiang-tiang penyangga, perhitungannya lima tahun lalu per kilometer (km) hanya butuh Rp 100-200 miliar. Rencananya ada pembuatan cable car di 5 koridor sepanjang 30 km.
Dalam wawancaranya, Ridwan Kamil mengatakan proyek cable car sedang dikaji. Cable car itu kemungkinan besar akan melintasi daerah-daerah dengan pemukiman padat penduduk hingga bukit-bukit yang sulit dijangkau kendaraan biasa.
“Kita sedang mengkaji rutenya di daerah yang padat penduduk, melintasi bukit-bukit yang terlalu jauh kalau menggunakan kendaraan biasa,” ungkapnya.
“Tahap 1 bisa diselesaikan di masa kepemimpinan Pak Jokowi. Setelahnya dilanjutkan di rezim berikutnya,” ujarnya menambahkan.
Namun lagi-lagi, proyek ini seakan hanya menjadi angan-angan. Progresnya tak kunjung terealisasikan bahkan setelah Ridwan Kamil lengser dari jabatan Gubernur Jabar.
Setelah proyek cable car bertahun-tahun seolah tenggelam di telan zaman, bagaimana nasibnya di zaman sekarang? Belakangan, berdasarkan informasi yang diterima infoJabar, proyek cable car sudah diambil alih Pemprov Jabar di masa transisi sebelum Ridwan Kamil lengser dari gubernur pada 2023 yang lalu.
Kadishub Jabar Dhani Gumelar membeberkan, proyek itu diambil alih karena jalur yang digunakan mengguhubungkan dua wilayah dari Kota Bandung ke kawasan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Kemudian, ia tak menampik, cable car butuh anggaran yang besar sehingga proyek itu masih dalam tahap perencanaan.
“(Proyek cable car diambil alih Pemprov Jabar) karena jalurnya dua ada di kabupaten/kota, menghubungkan Kota Bandung dan KBB, sehingga kewenangannya milik provinsi. Terus membutuhkan fiskal dan besar, Kota Bandung dan KBB belum memenuhi kriteria tersebut,” katanya belum lama ini.
Saat ini, proyek cable car masih dicanangkan sebagai moda transportasi khusus pariwisata. Selain Kota Bandung-Lembang, proyek cable car juga sedang diwacanakan Pemkab Bandung di jalur selatan.
“Kebetulan, inisiasinya untuk yang selatan di Pemkab Bandung. Cuman sampai saat ini mungkin baru tahap perencanaan, kita belum dapat informasi. Kita juga sudah menawarkan di perencanaan kita ada beberapa jalur, dengan Perkeretaapian, ada 2-3 jalur cable car mungkin. Terakhir recananya sampai studi pendahuluan, kita belum tindak lanjuti karena itu murni investasi dari investor, atau dari pihak lain,” bebernya.
Dhani menyatakan, proyek cable car membutuhkan dana besar untuk bisa terealisasi. Untuk satu koridor saja, proyeknya bisa menelan anggaran Rp 1 triliun hingga Rp 2 triliun.
“Yang kewenangannya di provinsi, kita sedang mencari potensial investor yang akan berminat di proyek ini. Masih dalam penjajakan. Sekarang baru satu yang berminat, itu pun yang dulu di Kota Bandung, tapi belum kita konfirmasi lagi,” ungkapnya.
“Saat ini yang namanya cable car masih berfungsi sebagai angkutan wisata. Makanya ke depannya tidak ada subsidi dari pemerintah. Memang dulu ada usulan dari Pak Ridwan Kamil jadi angkutan umum, kalau angkutan umum ada subsidi. Biayanya itu kurang lebih perhitungan kasar kita Rp 1-2 triliun yah,” tambahnya.
Jika semuanya sesuai rencana, proyek cable car, kata Dhani, bisa dilanjutkan dalam jangka waktu 5 tahun ke depan dengan target operasional pada 2030. Hanya saja, saat proyek ini ditawarkan ke Pemerintah Pusat, belum ada respons untuk dukungan proyek cable car.
“Mudah-mudahan dalam waktu 5 tahun ke depan. Kalau pun misalnya sekarang masuk tahap perencanaan, baru kita lakukan di 2026. Eksekusinya itu kurang lebih, pembebasan lahan di 2027, konstruksi 2028, dan 2030 baru operasi,” katanya.
“Kita lagi intens ke pemerintah pusat, terutama Kemenhub. Tapi kita fokuskan dulu elektrifikasi dari Padalarang-Cicalengka, akan coba kita tambah headwaynya. Sama dukungan terhadap LRT Bandung Raya, karena itu butuh anggaran besar.”
Namun demikian, dalam perbincangannya dengan infoJabar, proyek cable car sepertinya tidak masuk prioritas utama dalam penanganan kemacetan di Bandung Raya. Sebab, Pemprov Jabar lebih fokus untuk menggarap proyek 21 koridor khusus BRT Bandung Raya yang akan beroperasi pada 2027, serta 2 koridor LRT Bandung Raya yang ditargetkan bisa rampung pada 2030.
“Secara umum begini, skenario penanganan kemacetan kita bagi 3 tahap. Jangka pendek menormalisasi di Bandung ini ada 11 kawasan yang rawan macet. Kita ambil 1, Pasteur, kita akan mengclearkan hambatan samping yang menjadi penyebab kemacetan seperti parkir liar, pasar tumpah, kita normalisasi dulu setidaknya sampai akhir tahun,” kata Dhani.
“Tahapan berikutnya, kita implementasikan ke kawasan lain untuk mendukung proyek BRT Bandung Raya yang akan akan beroperasi di 2027. Karena nanti pada 2027, BRT ada 21 jalur khusus, jalur itu harus bersih dari hambatan samping, penataan pedestrian, PKL, parkir liar. Masuk ke jangka panjang, operasional BRT, 2030 LRT masuk. Tiga tahapan itu yang kita coba masukan ke skenario penanganan kemacetan di Bandung Raya. Yang lain masih tahap perencanaan,” pungkasnya.
Wacana Cable Car di Masa Sekarang
Tak hanya tenggelam ditelan zaman, proyek cable car juga telah dilupakan warga Kota Bandung. Ronny Pratama salah satunya, yang mengaku sama sekali tidak terlalu antusias menantikan proyek ambisius untuk penanganan kemacetan itu.
“Boro-boro, zaman dulu juga nggak tahu bakal ada proyek itu. Lagian ngapain susah-susah sih bangun kayak gitu, anggarannya juga gede. Mending jalannya ditata dulu aja biar yang lewat juga bisa nyaman,” kata pria warga Dago, Kota Bandung itu saat berbincang dengan infoJabar.
Beda dengan Ronny, David, warga lainnya, justru punya pandangan yang sedikit berbeda. Meski sempat lupa, tapi ia menaruh harapan soal proyek cable car yang bisa mengatasi masalah kemacetan di Kota Bandung.
Hanya saja, kata dia, masalahnya, saat proyek itu mulai masuk tahap konstruksi, kemacetan baru pasti akan timbul di jalur yang dilaluinya. Namun jika proyek itu rampung, ada harapan kemacetan di Kota Bandung bisa terurai, terutama saat akhir pekan.
“Rencana awalnya kan buat wisata yah, kalau kata saya sih bagus, bisa ngatasin kemacetan meskipun enggak signifikan. Cuma yang perlu disiapin itu nanti pas pembangunannya, pasti bakal nambah macet,” ungkapnya.
Bagi David, Pemkot Bandung harus fokus terlebih dahulu terhadap penataan jalan-jalan di yang saat ini rawan kemacetan. Solusinya bisa dengan melebarkan jalan tersebut, atau membuat pengetatan kendaraan pribadi yang kemacetan bisa terurai.
“Kalau mau gitu. Jalanan di Bandung kan sempit, sementara angkutan umumnya yang dari pemerintah malah bus-bus gede. Kalau mau sih jalannya dilebarin aja, terus angkutannya ditata lagi,” pungkasnya.