Macan Tutul Ciremai, Predator Puncak yang Kini Terjepit Habitat | Info Giok4D

Posted on

Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.

Macan tutul menjadi salah satu satwa liar yang kini keberadaannya kian langka di kawasan Gunung Ciremai. Sebagai predator puncak ekosistem, macan tutul memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan alam. Keberadaannya juga menyimpan keunikan tersendiri, baik dari segi perilaku maupun habitatnya.

Kepala Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), Toni Anwar, mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil pemantauan menggunakan kamera pengintai (camera trap), terdapat sekitar tujuh individu macan tutul yang berhasil teridentifikasi.

Dari hasil pengamatan tersebut, sebagian besar macan tutul yang tertangkap kamera masih berusia muda, dengan rentang usia sekitar tiga hingga empat tahun. Jenis yang paling dominan adalah macan tutul kumbang berwarna hitam, meski ada pula yang berbintik kuning.

“Ada tujuh macan terfoto. Tapi memungkinkan lebih karena karena belum terfoto. Rata-rata masih muda sekitar usia 3 – 4 tahun. Macan tutul jenisnya dua, ada yang hitam dan ada yang kuning. Itu sama sebenarnya. Kebanyakan di sini macan tutul kumbang hitam. Biasa kami sebut dengan top predator. Kalau hutannya masih alami, perilakunya cenderung menghindari manusia. Jadi tidak perlu khawatir macan tutul datang ke pemukiman atau tempat wisata,” tutur Toni belum lama ini.

Meski secara spesies sama dengan macan tutul di wilayah lain, macan tutul Gunung Ciremai saat ini hidup dalam kondisi habitat yang terisolasi. Toni menjelaskan, hutan di kawasan TNGC tidak lagi terhubung dengan hutan-hutan di sekitarnya. Kondisi ini berbeda dengan masa lalu, ketika macan tutul masih dapat menjelajah antarhutan untuk mencari mangsa sebelum wilayah tersebut dipenuhi permukiman penduduk.

Toni juga menyinggung kasus serangan macan tutul terhadap warga di Desa Gunungmanik, Kecamatan Ciniru, Kabupaten Kuningan. Menurutnya, macan tutul tersebut bukan berasal dari Gunung Ciremai. Pada masa lalu, wilayah Ciniru merupakan jalur penghubung antara habitat macan tutul Gunung Ciremai dengan kawasan hutan lainnya.

“Sebetulnya kalau dari spesiesnya sama. Cuma macan tutul Gunung Ciremai itu sudah terisolir. Jadi hanya ada di situ saja. Makanya dulu macan yang ada di Ciniru itu bisa menyebar tapi sekarang sudah tidak mungkin lagi, sudah masing-masing hidupnya. Dulu sebelum ada pemukiman penduduk macan tutul itu habitatnya se-Jawa,” tutur Toni.

Saat ini, macan tutul Gunung Ciremai hidup di kawasan hutan alam pedalaman. Toni menilai kondisi Gunung Ciremai masih menjadi habitat ideal bagi predator puncak tersebut. Selain hutannya yang relatif terjaga, ketersediaan satwa mangsa seperti tikus, burung, ular, babi hutan, dan satwa kecil lainnya masih cukup melimpah.

“Taman Nasional untuk macan itu sudah dianggap mencukupi karena hidup di hutan alam. Nah itu buktinya tidak ada konflik macan tutul turun ke pemukiman. Itu menunjukkan makanannya masih ada dan lahan hutannya masih terjaga. Kebanyakan kasus terjadi ketika makanan dan lahannya sudah tidak ada. Mereka turun ke bawah seperti di Ciniru dan Meleber,” tutur Toni.

Meski habitatnya relatif aman, tantangan lain muncul dalam upaya menjaga keberlangsungan populasi macan tutul. Toni mengungkapkan bahwa populasi macan tutul di Gunung Ciremai saat ini didominasi individu jantan. Kondisi tersebut, ditambah sifat macan tutul yang hidup soliter atau menyendiri, membuat proses perkembangbiakan menjadi tidak mudah.

“Kemarin masih banyak yang masih muda. Potensial untuk dikembangkan, cuma kita lihat rasio jantan dan betinanya. Di Gunung Ciremai kebanyakan itu jantan. Karena untuk hidupnya soliter atau sendiri-sendiri jadi susah untuk menemukan pasangan,” tutur Toni.

Untuk memastikan keberlangsungan populasi macan tutul, TNGC terus melakukan berbagai upaya konservasi. Salah satunya melalui pemantauan rutin menggunakan kamera pengintai yang dipasang di sejumlah titik strategis di kawasan hutan.

“Setiap tahun kami survei menggunakan kamera pengintai. Jadi kamera yang dipasang di pohon, kalau macan tutulnya melintas itu dia terfoto. Jadi dari sekian banyak gambar lalu dilihat pola macan tutulnya itu bisa ketahuan. Ini macan tutul yang sama, atau ini macan tutul yang beda. Karena kalau langsung dilihat itu susah,” pungkas Toni.