Ibu hamil korban pelecehan seksual yang dilakukan terpidana M. Syafril Firdaus alias Dokter Iril mendapat uang restitusi. Nominal restitusi ini mencapai Rp 106 juta untuk lima orang korban.
Restitusi ini diberikan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di Kejaksaan Negeri Garut, pada Selasa, (28/10/2025) siang ini.
Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.
Menurut Wakil Ketua LPSK Anton Prijanto, nominal restitusi yang diberikan kepada lima orang korban mencapai Rp 106.335.796.
“Restitusi telah dibayarkan oleh terpidana dr. MSF usai putusan Pengadilan Negeri Garut Nomor 195/Pid.Sus/2025/PN.Grt tanggal 2 Oktober 2025,” kata Anton kepada wartawan di Kejaksaan Negeri Garut, Selasa, (28/10/2025).
Nominal Restitusi itu untuk 5 orang korban, dengan rincian korban inisisl AED sebesar Rp 14, 8 juta, korban APN Rp 19,6 juta, korban AI sebesar Rp 30,7 juta, korban ES Rp 12,3 juta dan korban DS sebesar Rp 28,7 juta.
Anton menjelaskan, sebelumnya LPSK sendiri menerima permohonan perlindungan dari para korban sejak bulan April 2025. Selain permohonan pendampingan psikologis, dan pemenuhan HAM prosedural, korban juga mengajukan permohonan restitusi kepada LPSK.
Setelah melalui berbagai penilaian, lembaga menetapkan besaran ganti rugi yang layak bagi para korban. “Nilai restitusi tersebut mencakup kerugian atas kehilangan kekayaan, serta kerugian akibat penderitaan yang ditimbulkan akibat tindak pidana,” katanya.
Anton menambahkan, pembayaran restitusi dslam kasus ini merupakan bentuk pemenuhan hak korban atas keadilan yang menjadi tanggungjawab pelaku.
“Yang terpenting dari proses restitusi adalah bagaimana negara memastikan korban mendapatkan pengakuan atas penderitaannya dan ruang untuk pulih. Restitusi harus dipahami sebagai bagian dari pemulihan psikologis dan sosial korban,” ungkap Anton.
Sementara Kasi Intelijen Kejari Garut Jaya P. Sitompul menjelaskan, restitusi yang diterima para korban dalam kasus ini, terbilang tinggi jika dibanding kasus kekerasan seksual lainnya.
“Informasi dari pihak LPSK bahwa jumlah restitusi tersebut termasuk besar dalam perkara tindak pidana kekerasan seksual,” kata Jaya.
Adapun teknis pembayaran restitusi kepada para korban dilakukan secara non tunai ke rekening masing-masing. Hal tersebut dimaksudkan agar nominal yang diterima korban tepat.
“Jumlah restitusi sesuai dengan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Garut,” katanya.
Kasus pelecehan seksual yang dilakukan Dokter Iril sendiri menghebohkan warga Garut di awal tahun 2025 lalu. Saat itu, kasusnya terungkap setelah sebuah video berdurasi lebih dari 20 info yang menampilkan aksi cabul sang dokter beredar di medis sosial.
Dalam video tersebut, Dokter Iril melecehkan ibu hamil saat pemeriksaan kandungan dengan metode Ultrasonografi (USG). Setelah ditelusuri polisi kejadian dalam video viral tersebut berlangsung di sebuah klinik kesehatan di Garut, pada Juni 2024.
Kasusnya kemudian naik ke tahap penyidikan, setelah Dokter Iril diamankan dan ditahan. Dari hasil penelusuran diketahui, korban pencabulan yang dilakukan Dokter Iril lebih dari satu orang.
Dokter Iril melakukan aksi cabulnya itu dengan modus menyebar voucher pemeriksaan kehamilan secara gratis dengan metode USG 4 dimensi untuk menarik minat korbannya.
Dokter Iril kemudian diadili di pengadilan. Setelah melalui serangkaian proses peradilan, majelis hakim menyatakan Iril terbukti bersalah melakukan tindak pidana kekerasan seksual.
Pada hari Kamis, 2 Oktober 2025 lalu, Dokter Iril dijatuhi hukuman penjara 5 tahun, dan denda sebesar Rp 50 juta yang bisa diganti kurungan penjara 3 bulan. Iril juga diwajibkan membayar restitusi sebesar Rp 106 juta.







