Lika-liku Devani Jalani Bisnis Jastip, Antre 6 Jam hingga Berebut Barang

Posted on

Badan mungil Devani Septanissa (30) dengan lincah meringsek masuk ke kerumuman orang di sebuah booth yang menjual aneka make up. Dengan sigap, ia mengambil sejumlah barang incaran dan memotretnya.

Hasil foto tersebut ia kirim ke sebuah grup WhatsApp. Notifikasi pun terus berdering. Untuk beberapa saat, matanya fokus tertuju ke layar smartphone yang ia genggam. Tangannya sibuk mengetik.

“Ini lagi nunggu yang fix beli barang,” ungkap Deva, panggilan akrabnya, saat ditemui infoJabar di sela acara Bandung x Beauty yang digelar di Trans Studio Mall, Jumat (30/5/2025).

Bazaar yang menyediakan hingga 150 brand produk kecantikan tersebut menjadi “medan tempur” sekaligus ladang cuan bagi Deva dan para pelaku bisnis jastip lainnya yang hadir kala itu. Jastip alias jasa titip adalah bisnis yang belakangan tengah menjamur di berbagai kalangan.

Sesuai namanya, bisnis jastip mematok tarif tertentu dari harga barang yang dijual sebagai imbalan jasa mereka untuk mengantre dan membeli barang yang diinginkan konsumen. Pasalnya, acara-acara seperti bazaar, pameran atau gelaran diskon di gudang sebuah brand acapkali dipenuhi lautan manusia.

Banyak orang yang merasa tidak sanggup untuk mengantre dan berebut barang diskon di acara-acara tersebut. Dari kesempatan itulah, Deva dan pelaku bisnis jastip lainnya mendulang rupiah.

“Awalnya iseng aja, coba-coba buka jastip waktu ada acara Trademark tahun lalu di TSM juga. Isi grup WhatsApp jastipnya juga masih teman-teman yang saya masukkan secara paksa,” ujarnya seraya tertawa.

Sebagaimana yang Deva lakukan, pelaku jastip biasanya memiliki grup WhatsApp khusus yang isinya adalah para konsumen mereka. Di grup itulah, pelaku jastip berbagi informasi barang-barang yang tengah diskon, seringkali secara real time. Anggotanya bisa langsung saling membalas pesan dan bertransaksi di dalam grup tersebut. Istilahnya adalah “live shopping”.

Beberapa hari sebelum event dimulai, pelaku jastip biasanya sudah berkirim pengumuman ke grup jastip masing-masing. Termasuk seputar barang-barang yang akan dijual sejumlah brand dengan harga diskon.

“Jastip kan secara tidak langsung melakukan promosi gratis juga ke brand-brand supaya banyak yang beli. Kita kasarnya jadi marketing mereka juga, harus punya product knowledge-nya juga agar konsumen tertarik beli,” terangnya.

Di hari H saat acara berlangsung, para pelaku jastip akan langsung berburu barang-barang yang sudah dipesan oleh para konsumen. Mereka juga akan dengan cepat memberi kabar bila ada barang-barang lain yang menarik.

Untuk membawa barang-barang belanjaan mereka, para pelaku jastip termasuk Deva, biasanya membawa tas-tas besar hingga koper. Mereka pun akan mengantre di depan pintu masuk acara bahkan sebelum acara dibuka.

“Kita biasanya datang dari sebelum acaranya mulai. Bawa-bawa koper dan tas-tas lainnya. Begitu masuk ya langsung muterin tempat acara, langsung belanjain barang-barang titipan konsumen,” paparnya.

Momen berdesakkan pun kerap terjadi, terutama bila sebuah brand menggelar ‘flash sale’, alias diskon kilat yang berlaku terbatas di jam-jam tertentu. Pelaku jastip juga harus rela antre panjang di depan kasir, karena satu orang biasanya melakukan banyak transaksi.

“Kalau lagi ada flash sale itu biasanya desek-desekan, harus gercep banget ngeliatin barang yang bagus. Bayarnya juga biasanya antre, karena satu orang kan belinya banyak barang,” ungkapnya.

Salah satu pengalaman antre yang paling melelahkan, ia mengatakan, adalah ketika ia harus berdiri selama enam jam demi membeli sebuah produk makanan pesanan para konsumen.

“Sempat sampai antre enam jam waktu ada diskon brand makanan, capek banget. Seharian cuma ngebeliin makanan itu aja,” ujarnya.

Momen-momen di acara besar seperti Pekan Raya Jakarta misanya, juga menjadi momen yang berkesan bagi Deva. Pasalnya, ia bisa bolak-balik menaruh barang-barang dari kopernya ke dalam mobil saking banyaknya barang yang dibelanjakan.

“Waktu pulang ke Bandung, saya sampai harus pesan mobil kargo khusus untuk membawa sebagian besar barang. Di dalam mobil saya sudah penuh sesak,” kenangnya.

Ia juga bercerita sempat berlarian berebut barang di sebuah event diskon cuci gudang sebuah brand. Namun, hal tersebut harus tetap ia lalui demi membelanjakan barang pesanan konsumen.

Meski lelah, ia mengakui senang menjalani bisnis jastip tersebut. Pasanya, melalui bisnis ini, ia juga jadi mengenal para pelaku jastip lainnya di Kota Bandung. Bahkan, tak jarang ia dan teman-teman sesama jastipnya saling bekerja sama dalam sebuah event.

“Kadang kan ada brand tertentu yang baru kasih diskon dengan minimal beli sekian produk. Nah sesama jastip itu kadang belanja bareng agar minimal produknya terpenuhi dan dapat diskon tambahan. Kita sebagian sudah saling kenal, jadi leluasa,” jelasnya.

Ia berharap, para brand dapat lebih memfasilitasi para pelaku jastip agar dapat berbelanja dengan lebih nyaman. Seperti misalnya dengan mengatur antrean pembelian dan memisahkan pelaku jastip dengan pembeli reguler.

“Karena kasihan kan pembeli non-jastip, mereka harus antre panjang nungguin kita yang belanjanya banyak. Semoga brand bisa lebih aware dengan keberadaan para ‘jastiper’ yang juga ikut mempromosikan barang mereka,” tutupnya.

Harus Antre Enam Jam

Gambar ilustrasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *