Kawasan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) kini tengah dihadapkan pada persoalan banjir yang kerap menerjang setiap hujan deras mengguyur. Padahal Lembang merupakan kecamatan yang ada di dataran tinggi.
Daerah langganan banjir di Lembang meliputi Jalan Raya Tangkuban Parahu, Jalan Panorama, Jalan Maribaya, hingga Jalan Kolonel Masturi. Kondisi itu membuat warga jemu, menuntut wujud nyata pemerintah demi mengentaskan masalah.
Bupati Bandung Barat, Jeje Ritchie Ismail mengatakan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat guna mengentaskan masalah banjir di kawasan wisata Lembang.
“Saya sudah kontakan dengan Pak Gubernur (Dedi Mulyadi), dan alhamdulillah sudah dapat respon untuk membantu penyelesaian banjir di Lembang,” kata Jeje saat dikonfirmasi, Selasa (28/10/2025).
Penanganan banjir dilakukan dengan merevitalisasi drainase yang semestinya menampung air dari daerah hulu. Namun drainase tak mampu menampung air sehingga akhirnya meluap menggenangi jalan.
“Buat pengerjaannya mulai di akhir Oktober ini atau awal November, itu memang karena jalannya juga di Panorama kewenangan provinsi. Kemudian di tahun berikutnya sisanya di jalan kabupaten kita yang kerjakan,” kata Jeje.
Di mata Dedang Kurnia, relawan kebencanaan sekaligus warga asli Lembang, penyebab daerah tempatnya lahir dan besar itu langganan kebanjiran karena perubahan di saluran drainase.
“Selain karena intensitas hujan yang deras, drainase ke hilirnya itu kecil enggak bisa menampung debit air yang deras dari hulu,” kata Dedang.
Kemudian ada drainase yang dulu berperan memecah aliran air dari hulu agar tak ditampung di saru saluran saja, kini sudah tidak difungsikan lagi. Sontak drainase yang kini difungsikan kelebihan beban.
“Drainase yang ke arah Situ PPI sekarang tidak ada, karena dulu setahu saya pembuangannya di bagi 2 dari hulu itu. Satu ke arah Kayuambon, yang satunya lagi ke arah (Situ) PPI,” kata Dedang.
Permasalahan lainnya yakni larian air dari daerah hulu Lembang, seperti Cikole sudah berkurang drastis karena alih fungsi lahan. Di daerah yang semestinya tetap berbentuk resapan air itu, kini banyak berdiri bangunan semi permanen hingga permanen.
“Ya harus diakui, di Lembang ini resapan airnya sudah berkurang. Di hulu itu banyak alih fungsi lahan, harusnya hutan berubah jadi tempat wisata, kafe, rumah. Otomatis ke hilir airnya tidak terserap dulu ke tanah, tapi langsung masuk drainase,” kata Dedang.







