Warga Kota Bandung, mengeluhkan keberadaan kucing liar yang berkeliaran di lingkungan tempat tinggal mereka. Selain jumlahnya yang cukup banyak, kucing-kucing tersebut kerap meninggalkan kotoran di sembarang tempat, sehingga menimbulkan keresahan warga.
Nur Sabrina (28), warga yang tinggal di kawasan Kopo, mengatakan bahwa keberadaan kucing liar sudah menjadi pemandangan sehari-hari. Bahkan di komplek rumahnya, jumlah kucing liar pernah mencapai puluhan ekor.
“Di rumah saya kebetulan emang cukup banyak kucing liar, bisa puluhan karena di tiap blok pasti ada kucing liar,” ucapnya, belum lama ini.
Nur menceritakan, kemunculan banyak kucing liar di lingkungan tempat tinggalnya berawal dari kebiasaan salah seorang tetangga yang sering menyelamatkan kucing jalanan. Namun, karena suatu hal, kucing-kucing itu akhirnya dilepaskan kembali ke jalanan.
“Awalnya itu kucing liarnya ada tetangga yang dia pecinta kucing, dia rawat dibawa ke rumah, dikasih makan tapi karena satu hal bikin tetangga saya gak lagi merawat, jadi dilepasin,” terangnya.
Akibat kondisi tersebut, sempat terjadi konflik antar warga. Banyak yang memprotes karena jumlah kucing liar semakin banyak, ditambah kotorannya yang berserakan di jalanan.
Hal senada juga dirasakan oleh Maulana (32), belakangan ini ia kerap menemukan kotoran kucing terserak di jalan. Ia menduga, penyebab kondisi itu dikarenakan kondisi tanah yang dibeton, yang menyebabkan kucing kesulitan untuk menggali tanah.
“Yang saya tahu kucing itu kalau mau buang kotoran suka gali tanah dulu kan ya, mungkin kalau sekarang tanahnya itu yang disemen atau dibeton. Kucing juga sulit menggali, jadinya terserak begitu saja,” ujarnya kepada infoJabar.
Suyanto, tukang servis jok motor di Jalan PHH Mustopa, Bandung, mengaku sering mendapat keluhan dari pelanggan terkait jok motor yang rusak akibat ulah kucing liar. Menurutnya, sudah ratusan orang datang dengan masalah serupa. Ia menyebut fenomena kucing merusak jok motor sulit dihindari, bahkan meski pemilik motor sudah merawatnya dengan baik.
Yanto sendiri tidak terlalu suka dengan keberadaan kucing liar, meski berusaha memendam kekesalan. Ia juga mengungkapkan bahwa pada awal 2000-an, populasi kucing liar tidak sebanyak sekarang, sehingga kasus kerusakan jok akibat kucing dulu jauh lebih jarang terjadi. Kini, dengan populasi kucing yang semakin banyak, masalah tersebut semakin sering terjadi.
“Udah ratusan yang ke sini, banyak yang ngeluh soal kucing. Soalnya rata-rata sih, kalau kucing mah pasti seneng sama jok,” katanya belum lama ini.
Permasalahan kucing yang terjadi di masyarakat tidak terlepas dari meningkatnya jumlah populasi kucing. Untuk mengantisipasi hal tersebut, dibutuhkan kehadiran pemerintah dalam menjaga populasi hewan satu ini.
Menurut data Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bandung tahun 2022, diperkirakan terdapat sekitar 15.000 ekor kucing liar yang hidup di berbagai sudut kota, mulai dari kawasan permukiman, pasar tradisional, hingga area publik lainnya.
“Kucing di Kota Bandung over populasi, untuk mengetahui over populasi kita bisa melihat dari misalnya kita jalan dalam jarak 5 meter itu ada berapa kucing yang terlihat, misalnya memang kita jalan di depan masjid, gereja atau taman kota di situ kita lihat ada kucing atau tidak, karena banyak tukang makanan, minimal ada 10 ekor kucing,” kata Head of Operations Let’s Adopt Indonesia Carolina Fajar kepada infoJabar, Senin (21/4/2025).
Carolina mengungkapkan, dalam setahun kucing bisa kawin sebanyak tiga kali, sekali melahirkan bisa mencapai empat kucing dan anak kucing itu bisa lahiran lagi ketika berumur 6 bulan.
“Memang over populasi, terus berlipat ganda jika tidak disteril, ini terjadi di kota mana saja, jika tidak ditangani. kucing akan terus kawin dan beranak, kucing punya hormon, ketika birahi mereka harus kawin, kalau di manusia dia itu sakau, mereka tak bisa berpikir jernih mereka akan kabur mencari betina,” ungkapnya.
Menurutnya jika kucing jantan birahi dan kabur akan sangat berbahaya, kucing bisa bersinggungan dengan kucing lain yang sama-sama sedang birahi, saat mereka beradu suaranya cukup kencang dan mengganggu masyarakat. Selain itu, saat birahi kucing itu bisa kencing di mana saja, karena ada hormon yang membuat baunya kuat dan membuat manusia tidak nyaman.
Let’s Adopt Indonesia sudah pernah bekerjasama dengan DKP Kota Bandung untuk menggelar kegiatan sterilisasi kucing, namun jumlahnya terbatas.
“Jadi kalau untuk Bandung dari DKPP Kota Bandung sangat dukung sterilisasi, cuman masalahnya mereka punya atau tidak dana untuk menyelesaikan over populasi ini,” ujarnya.
Banyak yang ditimbulkan kucing liar di lingkungan masyarakat. Keberadaan mereka sangat mengganggu. Hal itu terjadi karena over populasi.
“Dampak yang mengganggu, kucing kalau banyak, mereka akan mencari makan, tapi makanan terbatas di perumahan itu, sementara kucing yang tadinya 10 ekor dan mereka semua dapat makan, karena ada yang hamil dan melahirkan jadi 15 ekor, berarti ada tambahan kucing tapi mereka juga membutuhkan makanan,” jelasnya.
Jika tempat cari makan kucing liar itu sudah berkurang, kucing liar itu akan mencari tempat lainnya.
“Ketika sudah over populasi mereka akan mencari makanan di tempat lain, mencari makan di tempat sampah, plastik sampah yang ada di rumah warga akan merobek dan itu mengganggu,” tuturnya.
Menurut Caroline, kucing yang membuat baret dan merusak jok motor itu juga karena kucing tersebut sedang birahi.
“Kucing yang birahi mereka akan berantem, mereka berlari, akan naik ke atas mobil dan membuat baret dan itu dikeluhkan warga, terus garuk jok motor, tapi secara naluri kucing harus mengasah kuku, sehingga beberapa di antaranya naik jok motor untuk mengasah kuku dan merusak jok motor,” terangnya.
“Tak hanya siang, tapi malam hari mereka berantem dan suara meong-meongnya mengganggu karena terdengar nyaring,” tambahnya.
Begitupun jika ada kucing yang membuang air kecil dan besar sembarangan. “Pipis dan poop sembarangan, itu juga merupakan tanda dan memberikan teritori jika itu merupakan wilayahnya,” ujarnya.
Kabid Peternakan dan Kesehatan Hewan DKPP Kota Bandung, Wilsandy Saefulloh, menjelaskan bahwa program sterilisasi kucing liar dilakukan sebagai langkah pengendalian populasi sekaligus pemetaan persebarannya.
“Jadi sebetulnya kita juga sedang sambil memapping seberapa besar sebetulnya populasi kucing liar di Kota Bandung,” ujarnya.
Pada tahun 2024, DKPP bersama komunitas Lest Adopt Indonesia mengadakan program sterilisasi gratis, yang disambut baik oleh masyarakat. Program ini akan kembali dilanjutkan tahun 2025 dengan nama ‘Kopi Cinta’ (Kontrol Populasi Kucing Teridentifikasi Liar) dan direncanakan mulai Agustus, menyasar wilayah dengan populasi kucing liar tinggi dan area perbatasan kota.
Wilsandy menegaskan bahwa sterilisasi juga menjadi pintu masuk untuk pendataan kesehatan hewan. “Dengan pendekatan wilayah, misalnya satu RW atau kelurahan, kita bisa lihat mana daerah yang sudah atau belum diintervensi,” jelasnya.
DKPP memperkirakan potensi overpopulasi kucing liar karena satu indukan bisa berkembang biak menjadi puluhan ekor dalam setahun. Oleh karena itu, program pengendalian dianggap mendesak. “Cuma dalam proses penanganannya kita harus berasumsi bahwa ini over populasi dianggapnya sehingga kita harus konsen dengan asumsi over populasi,” paparnya.
Selain pengendalian populasi, DKPP juga membuka layanan pelaporan bagi masyarakat terkait keberadaan kucing liar atau insiden cakaran dan gigitan, yang akan ditindaklanjuti bersama Dinas Kesehatan. Program ini menjadi bagian dari upaya menjaga kesehatan lingkungan dan mencegah penyakit seperti rabies. “Sejauh ini, kasus rabies di Kota Bandung masih nol, dan kami ingin itu tetap terjaga,” tandasnya.
Jalan Dibeton hingga Cakaran Kucing di Jok Motor
Sudah Overpopulasi
Dampak Kucing Liar di Masyarakat
Langkah Pemerintah
