Jawa Barat menyimpan potret buram persoalan agraria. Konflik antara warga dengan perusahaan perkebunan swasta maupun perhutani terus berulang, sementara banyak lahan HGU yang sudah kedaluwarsa berubah menjadi kampung tanpa kejelasan status. Ironisnya, petani justru kerap tersisih dari tanah yang seharusnya menjadi sumber hidup mereka.
Di tengah situasi itu, DPW Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jawa Barat menyatakan komitmennya untuk mendorong percepatan reforma agraria melalui lima langkah konkret.
Ketua DPW PKB Jabar Syaiful Huda menegaskan lima langkah yang disiapkan partainya mencakup sinkronisasi tata ruang dengan one map policy, inventarisasi dan optimalisasi aset BUMD yang mangkrak, fasilitasi penyelesaian konflik agraria lokal, penguatan ekonomi desa dan petani, serta alokasi khusus APBD untuk petani pasca redistribusi.
“Harus dipastikan RTRW dan RDTR selaras dengan kebijakan one way map policy agar desa, lahan pertanian dan investasi tidak saling tumpang tindih. Ini menjadi dasar kepastian hukum ruang,” kata Huda, Kamis (2/10/2025).
Soal aset pemerintah yang idle, Huda menilai pemprov Jabar tak boleh berdiam diri. Ia juga menekankan pentingnya kehadiran pemprov sejak awal dalam setiap konflik agraria.
“Alihkan pemanfaatannya untuk petani, koperasi, dan BUMDes agar memberi manfaat nyata bagi masyarakat,” ujarnya.
Lebih jauh, Huda menolak konsep reforma agraria sebatas distribusi lahan. Menurutnya, petani harus mendapatkan nilai tambah dengan dukungan akses modal, pasar, hingga hilirisasi produk pertanian. Untuk itu, ia mendesak pemerintah menyiapkan budget line khusus dalam APBD.
“Sejak dulu, petani selalu dikalahkan. Makanya kami ingin petani dimenangkan,” tegasnya.
Langkah PKB Jabar ini langsung mendapat respons positif dari organisasi petani. Sekjen Serikat Petani Pasundan (SPP), Agustiana, menyebut langkah tersebut sebagai tonggak penting dalam sejarah panjang perjuangan agraria.
“Apa yang dilakukan PKB saat ini adalah menjadi catatan sejarah perjuangan kemerdekaan di dalam melawan Agrarian West. Sehingga ini adalah merupakan sejarah kesadaran baru… mulai sekarang elit partai politik sudah mulai sadar dan memberi ruang kepada pembenaran perjuangan rakyat,” ujarnya.
Sementara Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria Dewi Kartika menambahkan, konflik terbesar di Jabar selama ini justru bersinggungan dengan konsesi-konsesi besar.
“HGU-HGU yang sudah mangkrak, HGU-HGU yang sudah expired, sudah jadi kampung, sudah jadi desa itu yang puluhan tahun tidak dikerjakan oleh pemerintah. Kemudian juga konflik agraria dengan perhutani, forum perhutani,” ungkapnya.