Kondisi Terkini Ninis Usai Tersengat Listrik 20 Ribu Volt

Posted on

Tiga bulan berlalu sejak tubuhnya tersengat arus listrik bertegangan 20 ribu volt, kondisi Ninis Saputri (19) masih jauh dari pulih. Gadis yang seharusnya kini duduk di bangku kelas 12 SMA itu menjalani hari-hari dengan luka bakar serius dan rawat jalan rutin ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.

Ayahnya, Norul (35), masih teringat jelas malam mencekam pada 15 Juni lalu. Ia yang sedang berada di dalam rumah mendengar suara ledakan keras dari depan rumah. Seketika jantungnya berdegup kencang. Beberapa saat kemudian, anak-anaknya berlarian sambil menangis, menjerit bahwa Ninis jatuh dari balkon.

“Saya melihat kepalanya banjir darah sampai wajahnya tertutup oleh darah. Saat kejadian saya sedang di dalam rumah, mendengar suara meledak, anak-anak lari keluar adiknya nangis, saya loncat kondisinya sudah tergeletak,” tutur Norul, Kamis (25/9/2025).

Panik bercampur kaget menyergap Norul. Ia sedikit terkesiap saat melihat lelehan darah di kepala putrinya itu.

“Darah banjir semuanya, saya balik agak sadar dia bisa duduk dirangkul sama saya, langsung dinaikkan ke mobil. Saya sampai kurang sadar, cari Ninis padahal dari pangkuan saya Ninis sudah diambil sama orang dibawa ke mobil buat dibawa ke rumah sakit,” jelasnya.

Ia mengaku penglihatannya sering kabur karena menderita diabetes. Namun malam itu ia tetap bisa menemukan putri sambungnya yang terkapar.

“Ini keluar dari rumah sakit, perutnya bolong. Saya gemetar enggak tahu harus bagaimana, kepalanya juga keluar darah ada lubang,” kata dia lirih.

Dari luar, rumah permanen dua lantai milik Norul tampak kokoh. Namun di balik dinding temboknya, kehidupan keluarga ini jauh dari cukup. Norul menegaskan rumah itu hasil kerja kerasnya saat masih menjadi bos rongsok, pengepul barang bekas. Usahanya runtuh pada 2019, lalu benar-benar terpuruk saat pandemi COVID-19.

“Bos rongsok, mulai jatuh di tahun 2019, awal pandemi COVID-19, setelah itu benar-benar terpuruk. Ini rumah memang terlihatnya dua lantai padahal dalamannya bapak lihat sendiri, rumah ini satu-satunya yang saya pertahankan. Walaupun Akta Jual Beli (AJB) tertahan di bank, karena saya minjam, itu juga tidak kebayar cicilannya,” tutur Norul.

Kini, pekerjaannya hanya membantu mencari barang bekas. Penghasilannya tak seberapa. “Sehari dapat Rp 50 ribu – Rp 60 ribu. Dari mana saya bisa nutup kebutuhan sehari-hari, apalagi buat biaya Ninis,” ucapnya.

Sebelumnya, Ina Rohaenah (49) menceritakan kronologi saat Ninis tersengat listrik. Kala itu, selepas salat isya, Ninis bersama dua temannya naik ke lantai dua rumah. Dari balkon, mereka mencoba meraih buah mangga yang menjuntai dari pohon di seberang jalan.

“Ninis itu kena listrik tegangan 20 ribu volt, pak. Jadi waktu kejadian tubuhnya langsung kaku, jatuh dari atas balkon, terus lampu padam se-kecamatan Palabuhanratu,” kenang Ina.

Menurutnya, tangan Ninis seperti tersedot arus saat memegang dahan pohon. “Jadi bukannya Ninis yang nempel, tapi kesedot, ketarik kaya magnet. Otomatis langsung mimis kaya patung di situ, akhirnya jatuh dari ketinggian,” tuturnya.

Kondisi Ninis saat ini membutuhkan perawatan jangka panjang. Ia masih menggunakan popok dewasa, sementara keluarga harus rutin membawa ke RSCM Jakarta untuk rawat jalan seminggu sekali. Biaya transportasi menjadi beban berat.

“Sudah ke mana-mana cari pinjaman, untuk keperluan Ninis, bahkan sampai ke bank keliling minjam Rp 1 juta. Ke rental mobil juga untuk keperluan mengantar ke RSCM masih ada utang,” ujar Ina.

“Untuk popok dewasa dan yang lainnya keperluan Ninis bagaimana, harus darimana lagi,” sambungnya.

Dalam sebuah keterangannya kepada awak media, Manager Unit Layanan Pelanggan (ULP) Palabuhanratu, Setiadi, menyebut sejak awal PLN telah menunjukkan kepedulian. Menurutnya, ada miskomunikasi antara pihaknya dan keluarga korban.

“Jadi intinya memang ada kesalahpahaman ya atau miskomunikasi sejak awal. Ini dari pihak PLN sudah terlebih dahulu memberikan pengobatan dalam bentuk kepedulian dari PLN atas musibah yang terjadi. Kita semua juga tidak menginginkan kejadian tersebut. Tapi kami tidak mencari yang benar atau siapa yang salah, kita dari sisi kemanusiaan saja, memberikan bantuan pertama kali itu di bulan Juni,” kata Setiadi.

Ia menambahkan, setelah bantuan awal itu, pihaknya tidak lagi mendapat kabar terbaru mengenai kondisi Ninis. “Sampai dengan beberapa bulan ini kami tidak mendapatkan informasi apapun mengenai kejadian ini lagi, jadi kami dari PLN tidak mengetahui perkembangan kondisi kesehatan korban tersebut,” ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *