Penertiban gurandil di kawasan hutan negara Petak 93D, KBKPH Lengkong, KPH Sukabumi, pada Kamis (18/9/2025), mengungkap pemandangan yang mencolok. Aparat gabungan mendapati mesin diesel, kolam rendaman berlapis terpal, gubuk liar, hingga puluhan lubang tambang yang membahayakan.
Di areal hutan alam sekunder yang ditumbuhi pinus dan mahoni, aparat menemukan mesin diesel tua yang diimprovisasi dengan sistem pulley dan sabuk. Mesin jenis ini biasa digunakan untuk menggerakkan pompa air atau tromol penghancur batuan.
Di dekatnya, sebuah dinamo listrik berukuran besar tampak tergeletak dengan kabel-kabel menjuntai. Jejak itu menunjukkan adanya instalasi listrik darurat yang disiapkan khusus untuk menunjang aktivitas penambangan ilegal.
Beberapa meter dari mesin, terlihat kolam buatan berlapis terpal oranye yang dipenuhi air berwarna kehijauan. Kolam semacam ini lazim digunakan dalam praktik pengolahan emas dengan cara rendaman.
Material batuan hasil galian direndam, kemudian dicampur dengan larutan kimia seperti merkuri atau sianida untuk memisahkan emas dari mineral lain. Air yang keruh-hijau mengindikasikan adanya sisa bahan kimia yang berbahaya bagi lingkungan sekitar.
Tak hanya peralatan, aparat juga menjumpai gubuk liar yang berdiri di beberapa titik. Gubuk sederhana berbahan kayu dan terpal itu dipakai gurandil untuk beristirahat, menyimpan logistik, sekaligus mengolah hasil tambang.
Di dalamnya masih tersisa jeriken, tungku masak, dan wadah logam yang biasa digunakan sehari-hari. Sebagian gubuk tampak sudah setengah dibongkar saat operasi berlangsung, sementara yang lain terpaksa diruntuhkan oleh petugas.
Yang lebih mengkhawatirkan adalah temuan puluhan lubang tambang yang menganga di tengah hutan. Mulut lubang selebar 80 sentimeter hingga satu meter dibiarkan terbuka begitu saja, sebagian hanya ditutup batang kayu seadanya. Kedalamannya diperkirakan lebih dari 100 meter.
Total ada lebih dari 50 lubang yang tersebar di sekitar kawasan. Kondisi ini tak hanya membahayakan penambang, tetapi juga mengancam kerusakan tanah dan ekosistem hutan.
Proses penertiban sendiri dilakukan bersama aparat kecamatan, koramil, polsek, hingga pegiat lingkungan. Terpal yang menutupi gubuk diturunkan, rangka kayu dibongkar, dan spanduk besar dipasang sebagai tanda larangan.
Spanduk itu berisi peringatan hukum tentang larangan aktivitas penambangan tanpa izin di kawasan hutan negara.
“Saat dilakukan penertiban tidak ada gurandil yang aktivitas, hanya ditemukan alat-alat untuk kegiatan penambangan emas, ada banyak gubuk liar, kemudian kelistrikan yang ditemukan. Ada alat masak,” ujar Budi Hermawan, Asisten Perhutani (Asper) KBKPH Lengkong, KPH Sukabumi.
Ia menegaskan, kondisi lubang di lokasi sangat berbahaya. “Lubang yang ditemukan ada yang lama dan baru. Untuk diameter lubang diperkirakan antara 80 sentimeter sampai satu meter, kalau kedalaman perkiraan bisa di atas 100 meter mungkin, ada lebih dari 50 lubang di sekitar lokasi,” jelasnya.
Budi mengungkapkan penertiban gurandil di kawasan itu sudah dilakukan berkali-kali, namun para penambang liar tetap kembali. Mereka kebanyakan berasal dari Desa Waluran Mandiri dan Desa Wangun Jaya.
“Penertiban sudah puluhan kali, tidak terhitung. Kita juga sudah melapor juga ke pihak kepolisian, bahkan sampai proses pengadilan. Kemungkinan mereka ini tidak kapok, masih datang lagi, datang lagi,” ungkapnya.
Kawasan Petak 93D sendiri merupakan hutan alam sekunder dengan vegetasi rimba campur yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Jika terus dirambah, risiko pencemaran air, tanah longsor, hingga kerusakan habitat semakin besar.
“Jenis tanaman di sana rimba campur, ada pinus, mahoni, dan lainnya,” imbuh Budi.