Aroma tempe goreng yang harum dan khas menari-nari di ruang produksi di Kampung Nagrak Lebak, Desa Balekambang, Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi. Di tangan Vivi Herviany dan suaminya, Handry Wahyudi, irisan tipis tempe tak lagi sekadar lauk makan.
Mereka telah mengubahnya menjadi ‘devisa negara’ yang dikemas rapi, siap menyeberangi lautan ke Australia, Belanda, Jepang, hingga ke negeri kaya minyak, Arab Saudi.
Tahun 2008 menjadi titik balik bagi Vivi dan Handry. Saat itu, keduanya masih bekerja di perusahaan swasta di Jakarta. Hidup berjalan stabil, hingga tiba-tiba perusahaan tempat mereka bekerja gulung tikar.
“Kami sama-sama kehilangan pekerjaan. Jadi kami memutuskan untuk hijrah ke Sukabumi,” tutur Vivi membuka cerita, Kamis (30/10/2025).
Dengan tabungan seadanya, pasangan itu mencoba membuka usaha konter handphone. Harapannya sederhana, bisa bertahan hidup dari bisnis kecil di kampung halaman. Namun, kenyataan berkata lain.
“Waktu itu yang punya HP di kampung masih bisa dihitung jari. Konter kami sepi, akhirnya tutup juga,” kenangnya sambil tersenyum getir.
Tak ingin menyerah, mereka berdua banting setir menjadi sales rokok. Setiap hari berkeliling warung, mengenal banyak orang, dan belajar banyak hal tentang dunia penjualan. Dari situ, bibit wirausaha mereka tumbuh.
“Waktu jadi sales itu kami belajar banyak. Kita tahu bagaimana menghadapi pembeli, bagaimana menjaga kepercayaan. Awalnya jadi sales, naik jadi supervisor dan kita punya niat kita keluar saja dari pekerjaan ini dan membuka perusahaan sendiri. Jadi bukan kita yang kerja sama orang tapi kita yang mempekerjakan orang,” kata Handry.
Tahun 2014, dalam suasana yang penuh keyakinan namun juga kegelisahan, Vivi dan Handry mulai mencari ide bisnis yang bisa dikerjakan dari rumah. Mereka tak ingin sekadar berdagang, tapi ingin membuat produk sendiri.
“Waktu itu saya bilang ke suami, daripada jualin produk orang, kenapa nggak kita bikin sendiri dan bisa bantu orang sekitar juga,” ujar Vivi.
Pilihan mereka jatuh pada tempe, makanan rakyat yang sudah akrab di setiap meja makan orang Indonesia. “Tempe itu fleksibel. Bisa jadi cemilan, bisa jadi lauk, dan semua orang tahu rasanya. Dari situ kami mantap pilih ini,” katanya.
Maka lahirlah ‘Kahla’, nama merek yang diambil dari kepanjangan yang berarti berkah langit. Bagi Vivi, nama itu bukan sekadar label produk, tapi juga doa.
“Saya ingin usaha ini membawa berkah, bukan cuma buat kami, tapi juga buat orang-orang di sekitar kami,” tuturnya.
Awal perjalanan Kahla tak mudah. Produksi pertama dilakukan di dapur rumah. Vivi memotong tempe satu per satu, sementara suaminya bertugas menggoreng. Keduanya bekerja siang dan malam.
“Awalnya ya cuma berdua. Saya motong, suami goreng. Kalau cerita-cerita di masa awal saya suka merinding karena memang merintis dari nol sekali,” kata Vivi sambil mengenang masa-masa itu.
Mereka berkeliling warung menjajakan keripik tempe dalam bungkus plastik sederhana seharga seribuan. Tapi di hati mereka, selalu ada keyakinan bahwa produk yang dibuat dengan tekun pasti akan menemukan pembelinya.
“Dari awal kami yakin, kalau jualan itu pasti ada yang beli. Tinggal bagaimana cara kita meningkatkan kualitasnya,” ujarnya.
Keyakinan itu terbukti. Pelan-pelan, keripik tempe Kahla mulai dikenal. Vivi kemudian bergabung dengan Dinas UMKM Kabupaten Sukabumi, dan dari situlah pintu-pintu baru terbuka.
“Waktu itu saya nggak tahu apa itu PIRT, apa itu label halal, gimana cara bikin kemasan bagus. Dinas UMKM bantu banget, dari izin, pelatihan, sampai ikut pameran,” katanya.
Selain itu, dukungan dari Bank Indonesia Jawa Barat pun mengalir deras. Kahla menjadi salah satu produk unggulan yang menjadi binaan BI Jabar.
“(BI Jabar) sangat mendukung sekali. Mereka sangat support kepada kami, dari ikut pelatihan-pelatihan ekspor, support beli produk Kahla untuk acara BI hingga ikut pameran-pameran yang diadakan oleh BI, salah satunya kemarin acara Trade Expo Indonesia di BSD kita difasilitas oleh BI Jabar,” jelasnya.
Kini Kahla sudah punya dua rumah produksi, satu untuk pasar nasional dan satu lagi khusus untuk ekspor. Produksinya mencapai 31.000 bungkus per bulan dengan tenaga kerja 15 orang dari warga sekitar.
Langkah Kahla menembus pasar luar negeri dimulai tahun 2016, berawal dari hal sederhana yaitu kiriman ke keluarga dan teman di luar negeri.
“Saya kirim ke saudara di Kanada dan Norwegia. Ternyata suaminya yang orang sana suka banget sama keripik tempe kami. Dari situ mulai banyak yang minta kirim lagi,” tutur Vivi.
Itulah awal mimpi besarnya menjadikan tempe sebagai makanan kelas dunia. Kesempatan besar datang pada 2019, ketika Vivi terpilih mewakili Sukabumi di acara Trade Expo Indonesia yang digelar Kementerian Perdagangan. Dari sana, Kahla mulai dikenal buyer mancanegara.
“Salah satu buyer dari New Zealand datang cari keripik ikan. Saya tawarkan keripik tempe, awalnya dia bingung, katanya aneh. Eh, ternyata istrinya orang Sukabumi, langsung cocok. Sejak itu dia jadi buyer tetap,” ucap dia dengan bangga.
Kini produk Kahla tidak hanya dipasarkan lewat diaspora Indonesia di luar negeri, tapi juga masuk ke beberapa toko modern milik diaspora di Hong Kong, Australia, dan Belanda. Pada tahun 2025, Kahla bahkan mulai ekspor mandiri ke Arab Saudi, kemudian menyusul ke Australia dan Switzerland secara mandiri.
Saat itu, mereka mengirimkan 1.200 dus atau 28.728 bungkus keripik tempe ke Jeddah. Nilai ekspor perdana ke Arab Saudi mencapai Rp267 juta. Sementara ekspor ke Australia dan Switzerland masih dikisaran partai kecil yang jika di total ke tiga negara tersebut keuntungan yang didapat mencapai Rp300 jutaan.
Salah satu kenangan paling berharga bagi Vivi adalah ketika produknya sampai ke tangan Presiden Indonesia ke-7 Joko Widodo. “Saya dan suami memang punya cita-cita produk ini dicicipi oleh orang nomor satu di Indonesia,” ujarnya.
Kesempatan itu datang pada 13 Januari 2023, ketika Vivi menghadiri acara di Gelora Bung Karno. Awalnya, Presiden dikabarkan batal hadir. Tapi tak lama, Vivi melihat kerumunan Presiden Jokowi dan berhasil menembus hingga bertemu di depan pintu mobilnya.
“Nggak lama setelah itu, saya dihubungi Biro Pers Istana. Katanya, mau wawancarai produk saya. Mungkin beliau suka sama rasanya,” kata Vivi dengan mata berbinar.
Momen itu menjadi kebanggaan tersendiri, sekaligus pengingat bahwa kerja keras dan kejujuran selalu membuahkan hasil.
Kesuksesan Kahla bukan hanya diukur dari angka penjualan, tapi juga dari penghargaan yang diterima. Vivi pernah dinobatkan sebagai Wirausaha Baru Terinspiratif Jawa Barat 2016, Top on UN Women Indonesia 2020, dan UKM Terbaik Kabupaten Sukabumi 2023.
Namun baginya, penghargaan terbesar adalah bisa membuka lapangan kerja bagi warga sekitar.
“Visi kami dari dulu itu sederhana bisa memberdayakan masyarakat. Sekarang 15 karyawan kami semuanya warga sekitar. Jadi kalau usaha ini maju, mereka juga ikut senang,” ujarnya.
Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat, Muslimin Anwar, menyampaikan apresiasi atas keberhasilan keripik tempe Kahla yang dapat menembus pasar global secara mandiri.
Muslimin menekankan bahwa ekspor ini merupakan langkah penting dalam meningkatkan daya saing UMKM lokal di kancah global. Hal ini juga sejalan dengan tujuan program pengembangan UMKM yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk mendorong UMKM naik level.
“Dari kelompok subsisten, naik level menjadi UMKM potensial, lanjut ke level UMKM Sukses, lalu UMKM Go Digital, hingga UMKM Ekspor yang turut berperan dalam memperkuat neraca pembayaran Indonesia. CV Kahla Global Persada merupakan 1 dari 33 UMKM binaan Bank Indonesia Jawa Barat yang telah berhasil melakukan ekspor,” ucap Muslimin.
Muslimin berharap, makin banyak UMKM di Kabupaten Sukabumi yang termotivasi untuk meningkatkan kualitas dan daya saing produk mereka agar mampu menjangkau pasar internasional.
Keberhasilan ini menjadi inspirasi bagi pelaku usaha kecil lainnya untuk terus berkembang dan berkontribusi dalam mendorong ekspor Jawa Barat yang pada tahun 2024 tumbuh melambat sebesar 12,09 persen (yoy) dari 12,43 persen (yoy) pada tahun 2023. Bank Indonesia bersama Pemerintah Daerah dan K/L lainnya akan terus memperkuat sinergi dan kolaborasi guna mendukung UMKM Indonesia naik kelas.
Kini, produk keripik tempe Kahla bukan hanya dikenal sebagai camilan khas Sukabumi, tapi juga sebagai simbol ketekunan dan harapan. Vivi tak berhenti bermimpi. Ia ingin suatu saat produknya bisa tersedia di rak-rak supermarket dunia, berdampingan dengan merek global lainnya.
“Tempe itu bukan cuma makanan sederhana. Di dalamnya ada cerita tentang budaya, kemandirian, dan keberanian orang Indonesia. Saya ingin dunia tahu itu,” ucapnya.
Dari dapur kecil di Nagrak, aroma gurih keripik tempe Kahla kini menyebar ke berbagai negara. Sebuah perjalanan panjang dari kegagalan menuju keberkahan, sebuah kisah nyata Berkah Langit dari Sukabumi.
Tempe, Pilihan Sederhana yang Jadi Berkah Langit
Dari Dapur Kecil ke Dua Rumah Produksi
Cerita di Balik Ekspor Pertama
Momen Tak Terlupakan: Dicicipi Presiden Jokowi
Berprestasi dan Tetap Rendah Hati
UMKM Lokal ke Kancah Global
Dari Sukabumi untuk Dunia








