Rumah itu berdiri di tengah kampung dengan dinding tripleks yang telah memudar warnanya. Di dalamnya tinggal seorang remaja 16 tahun bernama RSM, yang kini tengah menghadapi proses medis dan sosial yang tak mudah, menemukan identitas biologisnya di tengah keterbatasan ekonomi, pendidikan, dan administrasi.
RSM lahir dan dibesarkan sebagai anak perempuan. Sejak kecil, ia bahkan menggunakan nama perempuan. Namun, pada awal 2025, tubuhnya mulai menunjukkan perubahan fisik menyerupai laki-laki. Jakun tumbuh, suara membesar, dan struktur wajahnya perlahan berubah.
Kakeknya, Sarta, yang mengasuh RSM sejak bayi karena ibunya pergi tanpa kabar, memilih membawa cucunya ke rumah sakit. “Awal Maret 2025, saya memeriksakan anak saya ke RSUD Karawang, karena mengalami tanda-tanda perubahan fisik seperti laki-laki, padahal anak saya lahir sebagai perempuan,” ujar Sarta kepada infoJabar, Rabu (21/5/2025).
RSUD Karawang menjadi tempat yang kerap mereka datangi. Di sana, Sarta mencari jawaban atas kebingungannya. Ia menyadari bahwa persoalan cucunya bukan hanya fisik, tetapi menyentuh banyak aspek, sosial, ekonomi, hingga administratif.
“Sudah berapa kali ke sini, kami ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi pada anak kami. Kami hanya mengandalkan pengobatan di sini (RSUD) karena keluarga kami hidup dalam keterbatasan ekonomi,” katanya.
Jenjang pendidikan RSM pun tak berjalan mulus. Meski ia masih sempat mengikuti ujian akhir Madrasah Tsanawiyah, keterbatasan ekonomi membuat kelanjutan sekolahnya tidak pasti. Masalah baru muncul ketika Sarta mulai berpikir tentang legalitas ijazah yang memuat identitas lama RSM.
“Saking kita enggak ada uang anak saya ini sekolahnya cuma tamat SD, ini yang buat saya bingung juga, di ijazah anak saya jenis kelamin perempuan, dan foto berkerudung. Gimana nanti perubahan ijazah itu kalau ternyata jenis kelaminnya laki-laki,” ucapnya.
Pihak RSUD Karawang menyatakan bahwa RSM mengalami Differences in Sex Development (DSD), sebuah kondisi medis langka yang memengaruhi perkembangan jenis kelamin seseorang sejak dalam kandungan. “Kami menerima pasien pertama pada 23 Maret 2025, dan dilakukan pemeriksaan USG dan urologi yang menemukan kelainan pada alat kelamin RSM,” kata Humas RSUD Karawang, Lutfi.
“Selain organ vital tidak berada pada posisi semestinya, hasil pemeriksaan juga menunjukkan bahwa RSM tidak memiliki rahim layaknya perempuan lain,” imbuhnya.
Setelah diagnosis ditegakkan, RSM dirujuk ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Persiapan pun dilakukan untuk pemeriksaan dan penanganan lanjutan. “Setelah pemeriksaan diputuskan untuk dirujuk, dan besok jadwal pemeriksaan awal,” kata paman RSM Udan, paman RSM, Kamis (22/5/2025).
Udan juga meluruskan bahwa RSM sebenarnya masih terdaftar sebagai siswa madrasah dan tengah menunggu kelulusan. Namun, rencana melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA belum bisa dipastikan. “Sekolah sebenarnya ini baru ujian MTs sebentar lagi lulus, dan tapi rencana melanjutkan SMA kayanya belum karena kondisi ekonomi sulit,” kata dia.
Identitas keluarga RSM juga mencerminkan kondisi sosial yang tak sederhana. Ia bukan anak kandung dari Sarta, melainkan cucunya. Namun sejak lahir ditinggal ibunya, Sarta mencatat RSM sebagai anak dalam Kartu Keluarga.
“Yang anak Pak Sarta itu ibunya RSM, kalau dia justru cucunya, tapi karena sejak lahir tidak diurus ibunya pergi jadi dimasukkan sebagai anak di KK, karena yang mengurus kakek dan neneknya, atau paman saya sejak dia lahir,” ungkap Udan.
Kini, ketika fisik RSM telah hampir sepenuhnya menyerupai laki-laki, persoalan administratif menjadi sumber kebingungan baru. Ia masih tercatat sebagai perempuan dalam semua dokumen resmi. “Sekarang masih di rumah, kalau fisiknya lelaki, tapi identitas semuanya perempuan. Ini kan 16 tahun jadi anaknya juga bingung seperti apa,” ujar dia.
Meski demikian, menurut Udan, keponakannya itu tidak menunjukkan gejala minder atau tekanan psikologis. Sebaliknya, ia cenderung percaya diri dan mendapat dukungan dari lingkungan sekitar. “Anaknya aman-aman aja nggak minder, memang dia percaya diri juga, disini tetangga juga mendukung dan tidak mengucilkan,” pungkasnya.
Kisah RSM mendapat perhatian dari Bupati Karawang, Aep Syaepuloh. Ia menemui langsung keluarga RSM dan berkomitmen mendampingi proses pengobatan, termasuk tindakan operasi yang dijadwalkan segera di RSHS Bandung. “Kita pastikan akan dioperasi karena keinginan neneknya agar ini segera dioperasi,” ujar Aep saat pertemuan di Kantor Bupati Karawang, Jumat (23/5/2025).
Melalui koordinasi lintas instansi, Pemerintah Kabupaten Karawang memastikan penanganan medis RSM akan dimulai dalam waktu dekat. “Hasil koordinasi kami di RSUD Karawang dan Dinkes memastikan bahwa RSM akan mulai dioperasi minggu depan hari Selasa (27/5), saya juga meminta agar Dinkes mengawal ini sampai dengan proses pemulihan hingga penyembuhan,” kata dia.
Bupati juga menjamin dukungan logistik bagi keluarga selama menjalani proses di Bandung, mulai dari bekal makanan hingga tempat tinggal sementara. “Jika Selasa langsung operasi, berarti Senin harus sudah di sana, karena kan harus istirahat di sana dia, karena ini butuh perawatan intensif, saya pastikan keluarga juga harus ada bekal dan tempat istirahat, nanti saya siapkan,” imbuhnya.
Selain fokus pada medis, Aep menyoroti kondisi tempat tinggal keluarga RSM yang dinilai tidak layak huni. Ia berjanji akan merenovasi rumah tersebut dengan menggandeng Kodim 0604 Karawang. “Insyaallah allah kita realisasikan juga renovasi. Temboknya hanya tripleks, kamar mandi nggak ada, mungkin bisa dianggarkan sampai Rp 70-80 juta, nanti yang akan membangun Pak Dandim, agar keluarga juga dapat tempat tinggal layak,” ungkapnya.
Aep juga menanggapi keinginan RSM untuk belajar di pesantren pascaoperasi. Ia sudah menghubungi pengurus pondok pesantren di wilayah Tempuran untuk memfasilitasi rencana tersebut. “Tadi saya juga ngobrol ananda RSM katanya ingin sekali jadi santri, insyaallah tujuan menimba ilmu yang baik, saya sudah menghubungi pengelola pondok pesantren di Tempuran karena di sana juga ada pesantren kita pastikan RSM bisa jadi santri di sana,” ucap Aep.
Demi mendukung kemandirian ekonomi keluarga, ia juga berencana membuka peluang usaha kecil. “Ini kakeknya kan cuma kuli di sawag, nenek katanya suka jualan, jadi nanti setelah rumah selesai di renovasi saya juga akan siapkan warung-warungan minimal bisa berjualan sendiri di rumah untuk jualan sembako,” pungkasnya.
Dukungan juga datang dari DPRD Jawa Barat. Jenal Arifin, anggota Komisi IV, menilai bahwa negara memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan perlindungan terhadap warga dengan kondisi seperti RSM baik dari sisi medis maupun administratif. “Hari ini alhamdulillah sudah saya temui keluarganya, ternyata memang kondisinya memprihatinkan, dan alhamdulillah secara medis juga tertangani. Saat ini sedang menunggu tindakan operasi dengan jadwal pemeriksaan awal besok di RSHS,” kata Jenal.
Menurutnya, tanda-tanda bahwa RSM memiliki kondisi berbeda sudah muncul sejak usia dini, tapi tidak mendapatkan perhatian karena keterbatasan pengetahuan dan akses. “Sebenarnya menurut penuturan keluarga itu ada perilaku tak layak seperti umumnya anak perempuan. Saat RSM ini sekolah PAUD, seperti sikap, cara duduk, berlari, dan berperilaku lain, tidak umum seperti anak perempuan, tapi saat itu kakek-neneknya juga awam dan tidak lingkungan juga terbatas memahami kondisi itu sehingga terabaikan,” kata dia.
“Waktu berjalan hingga usia remaja, menjelang lulus SD tak nampak ciri-ciri perkembangan seperti perempuan, misalnya tidak haid, suara lebih keras, bahkan tumbuh jakun di area tenggorokan, kemudian nenek-kakeknya baru khawatir dan memeriksakan kondisi RSM ke puskesmas terdekat,” ungkapnya.
Saat akhirnya dilakukan pemeriksaan lebih mendalam pada Maret 2025, barulah keluarga menyadari kondisi biologis yang dialami RSM. “Barulah sekitar bulan Maret 2025, keluarga RSM didampingi bidan pendamping yang memproses persalinan RSM membawanya ke RSUD Karawang. Saat itu baru ketahuan bahwa anak ini mengalami gejala kelainan pada alat kelamin,” ucap Jenal.
Pascadiagnosis, RSM mulai mengubah penampilan. Ia melepas kerudung dan memotong rambut. Nama pun diganti oleh kakeknya. “Sejak pemeriksaan pada bulan Maret RSM itu kemudian mengubah penampilan melepas hijab memotong rambut. Dan bahkan kakeknya juga merubah nama, awalnya Raras Setia Murti sekarang dirubah jadi Ahmad Prasetio,” ungkap Jenal.
Namun, tantangan ke depan masih panjang. Perubahan identitas administrasi seperti KTP, ijazah, hingga rapor memerlukan tindak lanjut hukum yang jelas. “Saya rasa ini yang juga harus jadi perhatian pemerintah daerah, selain kendala ekonomi untuk menjalani pengobatan medis, keluarga juga menghadapi kendala catatan sipil, karena mulai dari KK, ijazah, termasuk rapor ini anak jenis kelaminnya laki-laki, apa lagi sekarang 16 tahun sebentar lagi akan memilik KTP jadi setelah operasi dan dipastikan laki-laki seharusnya administrasi pencatatan sipil ini juga segera diurus,” pungkasnya.