Kisah Perjuangan Penjual Batu Akik di Jalan Lemahwungkuk Cirebon

Posted on

Kisah Perjuangan Penjual Batu Akik di Jalan Lemahwungkuk Cirebon

Namanya Iman, usianya 48 tahun, seorang penjual batu akik. Lemari kaca menjadi saksi perjuangan Iman menafkahi keluarga. Saban hari, Iman berjualan di depan ruko Jalan Lemahwungkuk, tepatnya di sekitar Pasar Kanoman Kota Cirebon.

Perjuangan Iman menafkahi keluarga tak hanya lewat batu akik. Sebelumnya, Iman sempat terjun sebagai penjual burung dari 1997. Hingga akhirnya, Iman memilih meninggalkan bisnis jual burungnya dan berganti batu akik pada 2014.

Alasan Iman berhenti berjualan burung adalah karena saat itu lapak burungnya mulai sepi pembeli. Selain itu juga, adanya virus flu burung jadi alasan lain Iman untuk berhenti berjualan burung.

Iman memaparkan, bahwa ide berjualan batu akik di dapat dari temannya. Kala itu, temannya menawarkan diri untuk meminjamkannya bongkahan batu akik untuk dijual kembali. Karena saat itu, batu akik masih sangat diminati, membuat batu akik yang Iman jual juga cepet laku terbeli.

“Selepas berhenti jualan burung, ketemu teman lama tawarin batu masih bentuknya bahan, karena saya pas itu nggak punya uang, akhirnya saya bawa batunya dulu, besok sore langsung dibayar, bisa dibilang awal jualan batu akik tanpa modal,” tutur Iman.

Karena melihat potensi yang besar, Iman memutuskan untuk tetap menekuni usaha batu akik. Saking ramainya, bahkan Iman juga mengajak beberapa orang temannya yang tidak punya pekerjaan untuk ikut berjualan batu akik.

Kala itu, dalam sehari, Iman bisa mendapatkan omzet sekitar Rp 2.000.000. “Saya berjuang di situ, alhamdulillah saya bisa bawa temen-temen saya yang nganggur buat jualan, ada 8 orang mah, istilahnya dia datang pengin jualan saya kasih barang, nanti setelah 3 hari setor, hasilnya dibagi,” tutur Iman.

Iman sendiri mendapatkan batu akik dari orang-orang yang menjual kepadanya. Jika yang dijual masih dalam bentuk bongkahan batu, Iman akan menghaluskanya terlebih dahulu untuk dibuat cincin batu akik.

“Saya nggak belanja, dari awal saya duduk di sini, kebanyakan dapatnya dari orang yang jual batu, kalau belanja sendiri itu berat, kan kebanyakan pada belanja itu di Jakarta,” tutur Iman.

Menurut Iman, saat itu, kilauan batu akik meramaikan suasana Jalan Lemahwungkuk. Ada ratusan penjual batu akik di jalan tersebut, sehingga dikenal sebagai pusat batu akik di Cirebon. Namun, seiring berjalannya waktu, peminat batu akik mulai berkurang, sehingga banyak para pedagang yang berhenti atau pindah lapak.

Iman memaparkan, sekarang pendapatnya dari batu akik juga menurun, bahkan cenderung tidak menentu, teman-temannya yang dulu ikut berjualan batu akik sekarang juga sudah tidak jualan lagi.

Menurut Iman, menurunnya pendapatan dari berjualan batu akik disebabkan karena batu akik merupakan benda yang ramainya hanya di waktu-waktu tertentu alias musiman. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Iman dibantu istrinya berjualan masakan.

“Karena booming kan konsumen banyak, pedagang banyak juga, menyatu di sini semua, sekarang berpencar, nggak menyatu, sekarang sisa saya sendiri. Pendapatan sekarang nggak menentu, kadang hari dapatnya kecil, besoknya dapat besar, tapi masih cukup untuk kebutuhan sehari-hari mah,” tutur Iman.

Meskipun begitu, Iman masih tetap berjualan batu akik. Menurut Iman, walaupun pendapatnya berkurang, peminat dari batu akik masih ada. Iman berharap, ke depan, Jalan Lemahwungkuk bisa kembali jadi pusat batu akik di Kota Cirebon.

“Karena dari dulu pusatnya di sini, makanya saya mau menyatukan lagi, bergerak lagi, di sini kan deket keraton, jadi pengen meramaikan lagi pusaka atau batu di sini, biar ramai lagi, bikin perserikatan pedagang khusus batu akik,” pungkas Iman.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *