Kisah Nedi, Kuda dan Delman yang Mulai Terlupakan di Kuningan

Posted on

Siang itu, di depan Alun-Alun Kuningan, Jalan Veteran, Kabupaten Kuningan, tampak berjejer beberapa kuda tunggang dengan dihias aneka aksesoris di bagian punggung dan muka kuda.

Sambil menunggu penumpang, beberapa kuda tunggang tersebut tampak dijaga oleh para pemiliknya agar tidak lepas. Salah satu pemilik kuda tunggang adalah Nedi (34). Bersama kudanya, hampir setiap hari Nedi mangkal di depan Alun-alun Kuningan.

Sambil menunggu penumpang, Nedi bercerita, bahwa sebelum berprofesi menjadi penyewa kuda tunggang, Nedi merupakan seorang kusir delman. Menurutnya, profesi menjadi seorang kusir delman merupakan profesi yang sudah dilakoni oleh keluarganya secara turun-temurun.

“Kalau ngurus kuda sudah dari kecil, dari kakek itu sudah jadi kusir delman, sudah tiga generasi turun-temurun. Kalau kakek itu ngurusnya kuda liar buat dijinakkan sama dilatih, pawangnya lah,” tutur Nedi, belum lama ini.

Meski profesinya sudah dilakoni keluarganya secara turun temurun, tetapi beberapa tahun yang lalu, Nedi memutuskan untuk berhenti menjadi kusir delman dan berganti profesi menjadi tukang sewa kuda tunggang.

Alasan Nedi berhenti menjadi seorang kusir delman adalah karena biaya yang dikeluarkan untuk perawatan delman hias yang cukup besar, ditambah dengan sepinya peminat orang untuk naik delman hias.

“Kalau kuda tunggang simple, jaraknya juga nggak terlalu jauh. Nggak perlu lampu hias yang pakai kki juga, jadi lebih gampang. Baru menekuni kuda tunggang itu pas tahun 2020, semenjak pendapatan delman menurun saja,” tutur Nedi.

Menurut Nedi, meskipun sudah berhenti menjadi kusir delman dan berganti menjadi tukang sewa kuda tunggang, pendapatan sehari-hari Nedi masih tidak menentu. Dengan kondisi tersebut, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Nedi akan merantau ke Jakarta untuk bekerja

“Sekarang mah yang punya kuda tunggang sudah banyak. Paling banyak Rp 80.000 atau Rp 50.000. Kalau lagi rezeki paling dua putaran, atau satu putaran, kadang malah nggak narik sama sekali. Pengunjungnya sudah berkurang. Kalau ada kerjaan di Jakarta, saya lebih milih berangkat ke Jakarta. Di sini tidak menentu, “tutur Nedi.

Menurut Nedi, dulu, sebelum maraknya alat transportasi modern, delman merupakan alat transportasi sehari-hari warga Kuningan. Setidaknya, dalam ingatan Nedi, hingga tahun 2010, ada sembilan pangkalan delman di Kuningan dengan ratusan delman yang ke sana-kemari mengantarkan penumpang.

“Dulu mah pas belum banyak motor atau ojek itu pakainya delman, delman masih jadi transportasi umum. Dulu delman mangkal di banyak tempat, di kantor pos, dekat pos polisi, di toserba, di dalam pasar baru, dekat rumah sakit, sama di turunan dekat alun-alun, ada sembilan titik tempat,” tutur Nedi.

Kala itu, Nedi bisa mendapatkan puluhan penumpang dari menjadi tukang kusir delman. Kebanyakan, Nedi mengantar penumpang ke pasar, ke rumah kerabat atau ke area pedagang yang ada di Jalan Siliwangi. Bahkan, Nedi pernah mengantarkan penumpang naik delman hingga ke Cirebon.

“Biasanya nganter penumpang ke pasar, atau ke jalan Siliwangi. Dulu jalan Siliwangi nggak kayak gini, banyak pedagang. Sekarang pedagangnya sudah direlokasi ke dekat toserba. Dulu mah orang naik delman bisa sampai ke Cirebon juga. Pas jadi moda transportasi, delman ada sampai jam 24.00 WIB. Sehari bisa dapat Rp 150.000, itungannya zaman segitu gede, ” tutur Nedi.

Selain menarik penumpang secara perorangan, dulu, delman juga sering menerima panggilan secara borongan.

“Sering bawa borongan, kayak dari sini ke daerah mana itu bareng-bareng berangkatnya. Kadang juga diajak buat acara tradisi kuda renggong. Tapi sekarang mah sudah nggak ada kayak gitu tuh,” tutur Nedi.

Kala itu, ada istilah kecil-kecil kuda Kuningan. Menurut Nedi, istilah tersebut memiliki makna, meskipun kuda Kuningan tubuhnya kecil tapi kudanya serba bisa dan dapat diandalkan.

“Kalau istilah kecil-kecil Kuda Kuningan, meskipun kudanya kecil tapi mampu. Dulu mah narik dari Kuningan-Cirebon juga mampu,” tutur Nedi.

Namun itu dulu, kini, semenjak adanya relokasi pedagang ditambah dengan banyaknya moda transportasi modern, menjadikan delman sebagai alat transportasi di Kuningan mulai ditinggalkan. Nedi khawatir, jika keadaan seperti ini terus dibiarkan lama-kelamaan eksistensi kuda sebagai ciri khas Kuningan akan punah. Ia berharap, semoga pemerintah dapat lebih memperhatikan lagi keberadaan delman di Kuningan.

“Kuda kan sudah ada turun-temurun, sudah dari nenek moyang Kuningan Kota Kuda, sudah jadi ciri khas, jangan sampai nggak ada penerusnya lagi. Kuningan kalau bisa kayak dulu lagi, banyak pertokoan, aturan yang sesuai. Jangan ada gusur-gusuran kita kan orang butuh,” pungkas Nedi.

Kenangan Nedi Saat Delman Masih Berjaya

Gambar ilustrasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *