Ikan dewa merupakan ikan khas Kuningan. Oleh sebagian masyarakat Kuningan, ikan Dewa dianggap sebagai ikan yang dikeramatkan. Di Linggarjati misalnya, ikan Dewa dianggap sebagai ikan titipan dari Sunan Gunung Jati saat beliau datang ke Kuningan.
Selain sebagai peninggalan Sunan Gunung Jati ada juga yang mengatakan bahwa ikan Dewa Linggarjati berasal dari para prajurit Prabu Siliwangi yang membandel dan tidak setia pada raja sehingga dikutuk menjadi ikan dewa.
“Katanya sih itu asalnya dari Sunan Gunung Jati yang ke sini, terus sama Gunung Jati ditaruh di sini terus beranak pinak. Ada juga yang bilang asalnya dari prajurit Prabu Siliwangi yang membandel. Di Kuningan Ikan Dewa ada yang di Cibulan, Pasawahan, Darmaloka sama yang di Cigugur,” tutur salah satu warga Linggarjati, Boim belum lama ini.
Terlepas dari mana asal-usulnya. Menurut Boim, ikan Dewa di Linggarjati sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Bahkan, karena keramatnya, ada mitos yang menyebutkan bahwa ikan Dewa di Linggarjati tidak bisa dibawa ke luar kolam. Jika ada yang memaksa, maka orang yang membawa ikan Dewa tersebut hidupnya akan tidak tenang dan mengalami mimpi buruk.
“Kalau ada yang ngambil ikannya atau maksa buat beli ikannya nanti ikannya minta dibalikin. Caranya orang yang ngambil nanti dapat mimpi, terus si ikannya nggak mau diam, resah lah, nggak betah. Jadi nggak ada yang berani ngambil,” tutur Boim.
Selain di Linggarjati, mitos ikan Dewa juga ditemukan di Desa Pasawahan, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan, tepatnya di Balong Kambang Desa Pasawahan dan area mata air tujuh Cikajayaan.
Juru kunci situs mata air tujuh, Didi Sumardi atau Abah Otong memaparkan, bahwa ikan Dewa yang ada di Persawahan bukan merupakan ikan yang berasal dari pasukan Prabu Siliwangi yang tidak patuh, tetapi berasal dari pasukan Prabu Siliwangi yang ingin belajar moksa ke Ki Semar atau Mbah Lurah.
“Asal usulnya ikan Dewa adalah prajuritnya Prabu Siliwangi yang ingin moksa lalu di titipkan ke Ki Semar, katanya mau menghilang. Lalu oleh Ki Semar dijelmakan menjadi ikan Dewa,” tutur Otong.
Ki Semar sendiri merupakan penunggu dari daerah Persawahan yang letaknya di bawah kaki Gunung Ciremai. Di Pasawahan, beliau membangun beberapa air sumur dan kolam air yang kini jadi habitat ikan dewa. Jika ada ikan Dewa yang mati, akan dimakamkan di bawah pohon.
“Zaman dulu, ikan Dewa itu kalau ada yang mati itu ada nama-namanya seperti Sicucu, Siguguling, Sikasur, Sigagap. Nah kalau mati itu, nanti dikasih nama, diberi kain kafan dan dimakamkan di pohon peundeuy,” tutur Otong.
Sama seperti di Linggarjati, ikan Dewa yang ada di Pesawahan juga dilarang untuk dikonsumsi dan dibawa keluar dari kolam. Jika ada yang memaksa membawa ikan Dewa, konon, akan ada konsekuensinya.
“Jangankan dimakan, dibawa saja ke rumah, nanti didatangi makhluk-makhluk begituan, suruh balikin lagi. Sudah banyak kejadiannya,” tutur Otong.
Meski memiliki mitos yang masih dipercayai sebagian orang, Otong berpesan, agar apapun orang datang ke kolam ikan Dewa atau sumur tujuh di Pesawahan tetap mintanya kepada Allah SWT.
“Apapun orang tujuannya datang ke sini, mintanya kepada Allah. Jangan menyimpang dari ajaran agama Islam,” tegas Otong.
Sementara itu, Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Kuningan, Wawan Setiawan mengatakan, adanya mitos tersebut bertujuan sebagai sarana konservasi untuk melindungi populasi ikan Dewa di Kuningan.
Meski begitu, lanjut Wawan, di Kuningan, ikan Dewa memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai makanan konsumsi yang memiliki gizi yang tinggi. Selain itu juga, ikan Dewa juga memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai ikan hias.
“Mitos kan baik secara konservasi. Karena itu termasuk ikan langka yang habitatnya hanya ada di lereng Ciremai Kuningan dan sekitarnya. Tapi dari sisi ekonomi juga harus didorong, jadi ada keseimbangan dari sini ekologi dan ekonomi. Apalagi nilai gizinya luar biasa,” pungkas Wawan.