Kisah Braga Bandung: Pedati, Jalan Culik, hingga Bangunan Ikonik

Posted on

Di bawah langit sore yang menguning, bayangan bangunan Art Deco jatuh miring di sepanjang Jalan Braga. Jalan ini menjadi saksi bisu sejarah panjang yang berpadu antara arsitektur kolonial, geliat seni, dan denyut kehidupan urban masa kini.

Sejak masa penjajahan Belanda, Jalan Braga telah menjadi ikon. Di Jalan Braga pula, istilah Paris van Java atau Paris dari Jawa muncul dengan bermacam-macam budaya Eropa yang dibawa ke tanah Pasundan oleh para kolonial.

Braga tak langsung lahir megah. Pada awal abad ke-19, kawasan ini hanyalah jalan kecil yang dilalui pedati pengangkut hasil bumi. Segalanya berubah ketika perkebunan teh hingga kopi berkembang di Priangan.

Braga menjadi koridor utama menuju pusat pemerintahan dan hunian para bangsa Eropa. Pemerintah kolonial lalu membangun jalanan, memperluas akses, dan mendirikan bangunan permanen.

Puncak kejayaan Braga terjadi pada medio 1920 hingga 1940. Bangunan-bangunan megah mulai bermunculan. Gedung bioskop pertama di Bandung yakni Majestic juga berdiri di Braga. Jalan Braga juga menjadi pusat perbelanjaan bagi warga Eropa yang tinggal di sekitar Bandung.

“Braga itu peninggalan Belanda dan banyak gedung bersejarah yang notabene dari segi bangunan masih bernuansa kolonial. Itu merupakan bentuk peninggalan sejarah yang masih terus dipelihara hingga kini,” kata Willy Wiradhika, Lurah Braga saat berbincang dengan infoJabar belum lama ini.

“Sampai akhirnya sekarang Braga menjadi kawasan wisata dan ikon Kota Bandung,” imbuhnya.

Meskipun beberapa muka bangunan telah direnovasi, banyak bangunan tetap mempertahankan gaya aslinya. Bahkan beberapa toko melestarikan papan nama kuno sebagai bagian dari merawat sejarah Jalan Braga.

“Tantangannya memang budaya dan era yang terus berkembang menjadi modern. Makanya kita berupaya agar nilai historis itu tetap terjaga,” ungkap Willy.

Sementara tokoh masyarakat Braga, Jodi Suzazi menyebut, Braga awalnya adalah sebuah jalan penghubung antara kawasan Bandung Utara dan Selatan yang banyak dilalui pedati (delman). Sebelum bernama Braga, jalan ini sempat dinamai Jalan Culik.

Itu karena Jalan Braga dulu dikenal angker. Bukan karena hantu, melainkan banyak orang yang dianiaya hingga kehilangan nyawa oleh penyamun. Singkat cerita, dulu di Braga itu rawan kriminalitas hingga penculik.

“Jalan Braga sebenarnya dulu itu Jalan Culik ya namanya, jalan yang menghubungkan selatan ke utara. Dulu Balai Kota itu kan gudang kopi, jadi petani dari Bandung Selatan itu kalau nyimpan kopi di sana, melewati Jalan Culik,” jelasnya.

“Mungkin dulu karena gelap dan sebagainya, katanya banyak culik,” imbuhnya.

Sekarang, Braga sudah tampak berbeda dengan masa lalu. Trotoar diperbaiki, lampu jalan diganti, mural dan seni jalanan diperkenalkan. Hingga akhirnya, Braga menjadi salah satu tujuan favorit wisatawan saat berkunjung ke Bandung.

“Ada yang bilang, belum ke Bandung kalau nggak mampir ke Braga,” ujar Jodi.

Jalan Santai adalah salah satu rubrik khas di infoJabar yang menghadirkan sisi menarik dan sisi lain dari suatu tempat. Untuk menghadirkan tulisan ini, infoJabar melakukan penelusuran dengan jalan santai dan menghadirkan laporan dengan gaya yang ringan.

Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *