Kisah Agung dan Motor Batik Warisan Ayahnya di Cirebon baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

Dua motor unik terlihat dipajang di area tunggu sebuah tempat cuci motor di Kota Cirebon. Berbeda dari motor pada umumnya, keduanya menonjol berkat desain modifikasi yang tidak biasa dan corak batik khas berwarna coklat emas yang menghiasi seluruh bagian rangka.

Salah satu motor memiliki rangka melengkung, lengkap dengan jok kecil dan sandaran di bagian belakang. Stangnya pun melengkung dengan kedua ujung berbentuk bulat. Roda motor ini menggunakan ban off-road dan pelek berukuran besar, membuat tampilannya semakin mencolok.

Sementara itu, motor kedua memiliki dua rangka besi lurus di bagian tengah dengan stang yang tinggi menjulang. Jok motor ini berukuran kecil dan sederhana. Keunikan kedua motor semakin terlihat karena seluruh kerangkanya dihiasi motif batik berwarna coklat keemasan.

Kedua motor ini milik Agung (35), warga Cirebon. Meski sudah lama tidak digunakan, motor-motor tersebut masih bisa dikendarai. Namun karena kini hanya dijadikan pajangan, diperlukan sedikit perbaikan untuk bisa menyalakannya kembali.

“Sudah 3 tahun nggak dipakai, karena memang senang motornya saja, kalau tambah mesin dan kasih bahan bakar bisa jalan lagi,” tutur Agung kepada infoJabar belum lama ini.

Agung menjelaskan, motor-motor itu dulunya adalah motor bekas yang kemudian dimodifikasi oleh almarhum ayahnya, Toto Sunu, seorang seniman kaca yang dikenal dengan kreativitasnya. Ide awal sang ayah adalah membuat sepeda bermotif batik, namun kemudian direalisasikan ke dalam bentuk motor.

“Ayah tuh seniman kaca namanya Toto Sunu, beliau punya imajinasi pengen punya motor bekas terus dimodifikasi dengan motif batik, awalnya konsepnya sepeda, cuman ini di motor,” tutur Agung.

Agung awalnya memiliki 4 motor modifikasi batik peninggalan ayahnya, namun, salah satu motor modifikasi Agung hilang dibawa kabur oleh orang terdekat ayahnya. Hal ini menjadi pengalaman pahit Agung karena harus kehilangan motor hasil karya ayahnya.

“Jadi dia tuh dipercaya bapak, kerja di rumah, tapi malah bawa kabur motor. Bilangnya pinjem tapi nggak balik-balik, dicari ke rumahnya sudah nggak ada, itu juga motor sudah dimodif batik kayak gini, malah itu motor sering dipakai, jadi sisa 3, satunya lagi ada di rumah, ” tutur Agung.

Menurut Agung, biaya untuk memodifikasi motor jauh lebih besar dibanding membeli motor bekas itu sendiri. “Untuk waktunya modifikasinya itu bisa 3 sampai 6 bulan. Belinya kan motor bekas kisaran harga Rp 1 juta sampai Rp 2 juta, untuk biaya modifikasi itu bisa sampai Rp 5 juta, belum hitung waktu pengerjaan yang bisa 3 sampai 6 bulan, harus tekun,” tutur Agung.

Walau beberapa kolektor pernah menawar motor-motor batik tersebut dengan harga tinggi, Agung bersikeras tidak akan menjualnya. Bagi Agung, motor itu bukan sekadar kendaraan atau pajangan, tapi merupakan kenangan dan karya seni dari ayahnya yang sangat berarti.

“Untuk hari ini masih saya simpan, sempat kemarin ada yang nawarin tapi nggak saya jual, karena hasil karya ayah saya. Karena nggak ada yang kayak gini, inikan ciri khasnya ayah saya, walaupun ada yang ngikutin pasti hasilnya beda. Kalau sama kolektor itu bisa sampai Rp 10 juta lebih harganya,” tutur Agung.

Sebagai pecinta motor modifikasi, Agung mengaku ingin kembali membuat motor baru. Namun keinginannya itu masih tertunda karena keterbatasan biaya dan karena sang ayah, sumber inspirasi dan tenaga kreatif utama, sudah tiada.

Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.