Di atas dokumen resmi, proyek Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV Palabuhanratu menuju Jampang Kulon sudah tidak ada hambatan. PLN telah memenangkan proses konsinyasi di Pengadilan Negeri Cibadak.
Nilai ganti rugi dititipkan, dua tapak tower di Desa Cihaur, Kecamatan Simpenan, dinyatakan sah menjadi milik PLN. Secara hukum, pekerjaan bisa dimulai.
Namun realitas di lapangan berbicara lain. Tower T32 dan T33 berdiri di atas lahan yang dikuasai PT Chakramas. Akses menuju lokasi ditutup pagar kawat berduri. Setiap aktivitas tim PLN ke lokasi harus berhadapan dengan perwakilan perusahaan yang belum mengizinkan.
“Sekarang alhamdulillah kita sudah masuk, cuman tadi ada kendala dari Chakra tidak setuju kita masuk,” ujar Arbian Yudha Pratama, Koordinator Proyek Pembangunan SUTT Palabuhanratu kepada infoJabar di lokasi, Kamis (7/8/2025).
Menurut Arbian, dasar PLN untuk masuk sudah kuat karena proyek ini merupakan bagian dari Program Strategis Nasional.
“Cuman kita dasar kita juga sudah kuat juga untuk melaksanakan program pemerintah, program PSN, pembangunan listrik untuk masyarakat Jampang Kulon yang sekarang sudah defisit itu,” lanjutnya.
PLN juga disebut Arbian telah menempuh jalur hukum berupa konsinyasi.
“Jadi kami juga karena dasarnya sudah jelas, sudah ada keputusan konsinyasi juga maka tim kami masuk ke untuk melaksanakan pembangunan titik 32 dan 33,” jelas Arbian.
Tim PLN sempat bisa masuk untuk melakukan fiksasi koordinat. Tapi belum ada jaminan bisa keluar-masuk lokasi secara bebas untuk proses pembangunan.
“Nah ini kami harapkan pekerjaannya lancar dan bisa selesai sehingga masyarakat Jampang Kulon ini bisa segera menikmati listrik,” tutup Arbian.
Soal urgensi proyek ini, Arbian menjelaskan bahwa wilayah Jampang Kulon bukan tidak memiliki listrik, namun defisit.
“Listrik ada, cuman defisit itu sangat jurang, efeknya adalah tegangannya drop ini mengakibatkan kerusakan di komponen komponen listrik, nah itu merugikan masyarakat juga,” katanya.
Ia menambahkan, ada ketimpangan yang besar antara wilayah kota dan pelosok seperti Jampang Kulon.
“Juga ada disparitas antara masyarakat Jampang dengan yang ada di kota, masyarakat di Jampang itu tidak bisa menikmati listrik dengan leluasa, kemudian masyarakat kota akses terhadap listrik itu kan mudah, jadi ada ketimpangan atau disparitas yang besar,” ujarnya.
“Nah itulah yang menjadi konsen presiden kita jadi di wilayah-wilayah terpelosok pun harus tetap bisa menikmati listrik, kira-kira begitu,” tambahnya.
Sementara itu, dari pihak PT Chakramas, pelaksana lapangan Muhammad Roli Dwistia Birawanto menegaskan bahwa pihaknya tidak memberikan izin secara terbuka maupun tertulis.
“Ya kalau dari pihak PLN tadi menginginkan untuk maksa masuk titik 32 dan 33, tapi kami di sini mendapatkan mandat dari pimpinan yang dalam hal ini pemilik lahan, kita melarang tidak, mengiyakan juga tidak, kita pimpinan sedang menempuh jalur hukum, berproses sampai ke pengadilan tinggi,” kata Roli.
Ketika ditanya soal izin dari pemilik lahan, Roli menjawab tegas. “Tidak diizinkan, alasannya karena Pak Richard (pemilik lahan) sudah menyerahkan kepada lawyer,” tegasnya.
Roli juga menjelaskan soal pagar kawat berduri yang menutup akses jalan. “Kalau penghalang ini sebenarnya hak pemilik lahan ya, ini sebenarnya ini untuk pagar batas lahan pemilik lahan saja,” ujarnya.
Menurut Roli, pihaknya tidak bermaksud menghambat proyek. “Tanggapan dari Chakramas saat ini gak ada untuk menghambat, kita memberikan solusi, bahkan ada sebetulnya jalur yang dilalui, dipindahkan, masih di area PT Chakramas juga,” ucapnya.
Ia menambahkan, PLN bisa tetap membangun jaringan dengan catatan titiknya digeser. “Silakan, digeser lewat pinggir, ada lahan yang dipersiapkan oleh pihak PLN, artinya untuk progres pemasangan jaringan SUTT ini diperbolehkan, tapi jangan yang ini,” pungkas Roli.