DPRD Kota Bogor tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Pasar yang diinisiasi oleh lembaga legislatif kota tersebut. Raperda ini diharapkan mampu memperkuat peran pasar rakyat dan UMKM di tengah gempuran toko modern dan platform daring.
Anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Bogor Endah Purwanti mengatakan pihaknya sedang meminta PD Pasar untuk melakukan evaluasi terhadap pengelolaan pasar yang sudah ada. Salah satu arah pengembangannya adalah pembentukan pasar khas yang dapat menghidupkan ekonomi lokal.
“Bukan hanya soal tata kelola pasar, tapi juga bagaimana pasar bisa menjadi motor penggerak ekonomi warga di sekitar,” ujar Endah kepada infojabar usai Rapat Dengar Pendapat (RDP), di Gedung DPRD Kota Bogor, Rabu (22/10/2025).
Endah menjelaskan RDP yang digelar DPRD merupakan bagian dari tahapan pembahasan raperda inisiatif. RDP adalah upaya menyerap aspirasi masyarakat. Saat ini pembahasan masih tahap awal, belum sampai pada pembentukan Pansus.
Menurutnya, raperda ini bukan peraturan baru sepenuhnya, melainkan revisi dari Perda Nomor 7 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Pasar yang sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman. Revisi dilakukan untuk menyesuaikan dengan perubahan regulasi serta kondisi sosial ekonomi masyarakat.
“Kalau dulu hanya mengatur pasar tradisional, kini kita perluas agar mencakup pusat perbelanjaan, toko swalayan, dan warung tradisional,” kata Endah.
Salah satu pembaruan penting dalam Raperda ini adalah kewajiban bagi pusat perbelanjaan dan toko modern untuk mengakomodasi 30 persen produk UMKM dan 10 persen produk lokal. Selain itu, DPRD juga memperkenalkan klasifikasi dua jenis pasar, yakni pasar tradisional dan pasar khas.
“Pasar khas ini menyesuaikan potensi lokal, misalnya di Jalan Merdeka ada pasar batu akik, itu bisa dikembangkan menjadi pasar khas,” ucapnya.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
Ia menegaskan, pembentukan pasar khas menjadi langkah strategis untuk pemberdayaan ekonomi warga sekitar.
“Harapannya, warga tidak hanya mendapat dampak negatif seperti macet atau sampah, tapi juga manfaat ekonomi dari aktivitas pasar,” kata Endah.
Selain menyoroti regulasi pasar modern, DPRD juga tengah mendorong PD Pasar Pakuan Jaya (PPJ) untuk berbenah dan melakukan kajian ulang terhadap model pengelolaan pasar.
“Tidak semua pasar harus pasar basah. Harus ada variasi seperti pasar tematik,” ujarnya.
Namun, Endah mengakui, pengelolaan pasar masih menghadapi kendala karena banyak proyek pasar yang dibangun oleh pihak ketiga, sehingga biaya kios menjadi tinggi dan membebani pedagang.
Dari hasil rapat tengah pendapat, Endah menyebut masukan masyarakat paling banyak terkait ketertiban, parkir, sampah, penataan PKL, dan kepastian kios bagi pedagang lama.
“Ada pedagang yang sudah puluhan tahun di satu lokasi tapi belum pernah dapat kios. Ini juga kami dorong agar ada skema subsidi untuk pedagang lokal,” katanya.
Endah menambahkan, DPRD belum berencana membangun pasar baru karena pengelolaan pasar yang ada belum optimal. Pasar Tekum, Endah mencontohkan, sudah perlu revitalisasi. Namun karena melibatkan pihak ketiga, biayanya akan tinggi.
“selain itu, sudah banyak pasar kecil seperti Pamoyanan, Cumpok, dan Sopasari yang dibangun untuk mengurai kepadatan di pusat kota,” terangnya.
Ia juga menyinggung soal banyaknya toko modern yang tutup dan belum termanfaatkan. “Sebenarnya bisa saja dimanfaatkan untuk kegiatan UMKM atau bazar, karena toko modern wajib menyediakan 30 persen ruang untuk produk UMKM dan 10 persen untuk produk lokal. Beberapa mal seperti Botani Square sudah mulai ke arah itu,” jelasnya.
Lebih jauh, Endah menuturkan bahwa substansi utama dari Raperda ini tidak hanya berorientasi pada pengaturan teknis pengelolaan pasar, tetapi juga membangun ekosistem ekonomi yang adil antara pasar tradisional, toko modern, dan pelaku UMKM.
Raperda ini menekankan perlindungan dan pemberdayaan bagi pedagang kecil melalui penataan zonasi dan jarak toko modern agar tidak mematikan pasar rakyat.
Selain itu, Raperda juga memperkuat peran Perumda Pasar Pakuan Jaya sebagai pengelola utama pasar, sekaligus mendorong peningkatan pelayanan, kebersihan, dan kenyamanan pengunjung. Pengembangan sistem digitalisasi pasar dan penerapan transaksi non-tunai menjadi bagian dari upaya modernisasi pelayanan, tanpa meninggalkan nilai-nilai lokal.
“Intinya, kami ingin pasar di Kota Bogor bukan hanya berfungsi sebagai tempat transaksi, tapi juga ruang tumbuh bagi ekonomi rakyat dan UMKM. Regulasi ini diharapkan mampu menyeimbangkan antara kemajuan sektor modern dan keberlangsungan pasar tradisional,” Endah memungkasi.