Pagi itu, benturan besi dan batu terdengar melengking dari sudut bantaran Sungai Cimanuk. Irama suaranya terkadang samar tergantikan deru mesin di tengah pusat Kota Indramayu, Jawa Barat.
Suara itu konsisten terdengar, kala Hendi (50) duduk di antara deretan batu nisan. Matanya terlihat fokus ketika memahat batu nisan di hadapannya.
Mengukir batu nisan tak pernah lepas dari keseharian warga asal Desa Bobos, Kabupaten Cirebon tersebut. Belasan tahun ia bergelut dengan batu alam hingga menjajaki batu nisan di Kota Mangga.
“Dari tahun 2016 jualan di sini, kalau juragannya sih sudah lama,” kata Hendi saat ditemui infoJabar, Rabu (28/5/2025).
Besi pahat dan palu teta tergenggam di kedua tangannya. Hendi meletakkan ujung mata pahat di atas batu yang sudah ia tandai sebelumnya. Berjam-jam dihabiskan Hendi mengukir satu batu nisan.
“Satu batu nisan selesai 2 sampai 3 jam lah,” ujar Hendi sambil kembali memahat batu nisan di hadapannya.
Keahlian itu tentu tidak bisa dimiliki Hendi begitu saja. Sejak kecil Hendi yang hidup di lingkungan bisnis batu alam di Cirebon menjadi faktornya.
Belajar memahat batu telah dilakoninya sejak lulus SMP. Hal itu dilakukan sambil membantu usaha orang tuanya.
Tanpa duplikat, tangan Hendi bak mesin cetak. Ukiran tulisan di atas batu itu sangat rapi.
“Belajar mengukir setelah keluar SMP. Kalau tulisan Arab saya pakai duplikat dulu takut salah,” ungkapnya.
Penjualan batu nisan atau makam tidak selaris manis usaha lainnya. Tempat usahanya pun cenderung sepi dan jarang dihampiri pembeli.
Namun, di sela itu Hendi pun menyetok aneka batu alam hiasan dinding dan material rumah lainnya.
“Ada aja pembeli mah, kadang beli itu batu alam buat dinding tembok atau hiasan,” katanya.
Di Bulan Dzulqaidah atau orang Indramayu menyebutnya Bulan Kapit, dirasakan Hendi seperti panen raya. Pembeli berdatangan membeli set batu nisan atau sekedar tanya harga.
Tak hanya warga di Kecamatan Indramayu, pembeli yang mampir di tempatnya itu pun datang dari berbagai wilayah. Termasuk wilayah ujung Barat Indramayu.
“Kapit (bulan) pertengahan biasanya sudah pada DP, paling sampai nanti sebelum hari raya Idul Adha. Sampai ke Patrol, Eretan juga ada yang pesan,” ujarnya.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
Meski sedang ramai, namun pesanan yang datang tidak menentu. Bahkan, Hendi sempat tidak melayani pembeli dalam sehari.
“Nggak tentu. Sehari kadang 2 bisa sampai 4 tapi kadang kosong (tidak ada pembeli),” ucapnya.
Biasanya, Hendi membanderol satu baru makam dari Rp1 juta sampai Rp6 juta saja. Harga itu tergantung jenis batu dan susunannya.
“Minimal Rp1 juta. Tergantung jenis batu, ukiran terus susunan batu. Bahkan ada juga yang sampai Rp25 juta kalau pakai batu marmer,” kata Hendi.
Untuk jasa ukirnya, Hendi mengambil jasa ratusan ribu rupiah saja. “Kalau pesan batu prasasti yang diukir paling Rp300 ribu sampai Rp500 ribu,” ucapnya.