Polemik kebijakan penambahan rombongan belajar (rombel) di SMA/SMK negeri Jawa Barat kini berujung ke meja hijau. Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Kota Sukabumi menjadi salah satu dari delapan organisasi sekolah swasta yang resmi menggugat Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung.
Wakil BMPS Kota Sukabumi, Laila Puspita Dewi, mengungkapkan gugatan ini merupakan langkah terakhir setelah dua kali upaya dialog menemui jalan buntu.
“Awalnya kami sudah sounding, membuka forum, mencoba berdiskusi dengan kepala daerah. Tapi yang menghadapi kami Sekda. Dua kali kami coba berdiskusi ternyata mentok,” kata Laila kepada infoJabar, Sabtu (9/8/2025).
Kebijakan yang dipersoalkan adalah Keputusan Gubernur Jabar Nomor 463.1/Kep.323-Disdik/2025 tertanggal 26 Juni 2025 yang mengatur penambahan rombel di SMA/SMK negeri pada tahun ajaran baru. Menurut BMPS, aturan ini bertentangan dengan ketentuan yang berlaku di Permendikbud.
“Idealnya acuan harus ke Kemendikdasmen. Kalau Pergub berbeda dengan Peraturan Menteri, yang diikuti seharusnya Permen,” tegas Laila.
Ia menuturkan, kebijakan itu membawa dampak serius bagi sekolah swasta di Kota Sukabumi. BMPS mencatat, tiga sekolah swasta terancam gulung tikar karena kekurangan siswa.
“Ada satu sekolah cuma punya satu siswa, ada yang empat. Bahkan sekolah favorit seperti Hayatan Thoyyibah dan Pasim pun terdampak,” ungkapnya.
Salah satu sekolah bahkan kehilangan 80 siswa dalam setahun. Situasi ini juga mengancam nasib guru bersertifikasi yang kekurangan jam mengajar akibat minimnya murid. “Kami punya data valid, termasuk siswa yang sudah mendaftar di swasta lalu ditarik ke negeri, bahkan ada yang sudah bayar pun pindah,” tambahnya.
Sidang kedua rencananya digelar Kamis pekan depan di PTUN Bandung. BMPS memastikan siap beradu data dan argumen dengan pihak Dinas Pendidikan Jabar. Laila berharap ke depan pemerintah mau membuka ruang dialog sebelum mengeluarkan kebijakan yang dianggap mendiskriminasi sekolah swasta.
Menanggapi gugatan tersebut, Kepala Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Jabar Wilayah V, Lima Faudiamar, mengaku memahami adanya perbedaan pandangan.
“Pada intinya mereka mendukung, hanya ada beberapa hal yang kurang pas menurut versi mereka. Sebenarnya niatnya baik, untuk check and balance,” kata Lima.
Menurut Lima, pemerintah tidak tinggal diam. Pihaknya telah menginstruksikan koordinasi dengan camat, lurah, hingga RT/RW untuk mendata siswa yang putus sekolah agar dapat diarahkan ke sekolah swasta. Data per 2025 menunjukkan ada 111 lulusan SMP di Sukabumi yang tidak masuk SMA/SMK negeri, sebagian kemungkinan sudah melanjutkan ke swasta.
“Swasta kita support, dan untuk siswa dari keluarga tidak mampu akan dibiayai oleh pemerintah provinsi. Penerimaan peserta didik baru juga sudah ada kriterianya, prioritas untuk miskin ekstrem dan keluarga tidak mampu,” jelasnya.
Ia menambahkan, jumlah rombel di sekolah negeri tetap mempertimbangkan ketersediaan sarana-prasarana, termasuk di kecamatan yang tidak memiliki SMA/SMK negeri. “Di Sukabumi, Warudoyong termasuk kecamatan terpadat yang belum punya SMA/SMK negeri, jadi kita harus atur penyangga,” pungkasnya.