Kasus Pelecehan Seksual oleh Oknum Dokter di Jawa Barat baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

Kasus pelecehan seksual yang dilakukan oknum dokter terhadap pasien sedang disorot publik setelah dua kasus terjadi di Jawa Barat yakni di Bandung dan Garut. Imbas dari kasus itu mencuat, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mendorong dilakukannya pemeriksaan kejiwaan secara berkala terhadap tenaga medis.

Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.

Ketua IDI Jawa Barat Moh Luthfi menegaskan pihaknya mengecam keras pelanggaran etika, disiplin profesi, maupun hukum yang dilakukan oleh tenaga medis. Ia menilai fenomena ini tidak hanya berkaitan dengan sisi personal pelaku, tetapi juga merupakan tantangan bagi organisasi profesi dalam pengawasan etik dan moral dokter.

“Dari sisi organisasi kami sebetulnya sudah melakukan pembinaan secara etika dan disiplin organisasi, yaitu melalui beberapa skema seperti keharusan pemberian materi kedokteran pada saat kegiatan ilmiah seperti simposium, workshop, pelatihan termasuk saat akan lulus seorang dokter dan sumpah dokter kita lakukan pembinaan,” ujarnya, Rabu (16/4/2025).

Dalam kasus yang mencuat baru-baru ini, Luthfi menyebut adanya pelanggaran terhadap standar operasional prosedur (SOP) dan etika profesi yang sangat bertentangan dengan muruah kedokteran.

Luthfi juga mengungkapkan, sebelum diambil sumpah dokter, ada tahap seleksi yang di dalamnya harus melalui tes Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) yang bertujuan untuk menilai kecenderungan kepribadian seseorang, termasuk kemungkinan penyimpangan.

Namun, ia menilai pemeriksaan MMPI belum cukup jika hanya dilakukan satu kali. Karena itu, Luthfi mendorong fakultas kedokteran untuk bisa melakukan tes MMPI secara berkala untuk mempersempit kemungkinan penyimpangan yang dilakukan tenaga medis.

“Mungkin saat perekrutan itu kondisinya baik-baik saja dan tidak terdeteksi adanya penyimpangan yang berat sehingga MMPI lolos. Namun dari sisi pengawasan seharusnya tes MMPI ini dilakukan secara berkala karena dalam perjalannya seseorang bisa berubah kepribadian dan mungkin timbul penyimpangan tertentu saat perjalanan proses pendidikan,” terangnya.

“Jadi kami merekomendasikan kepada institusi pendidikan untuk melakukan MMPI secara berkala selain pengawasan etika yang dilakukan. Jadi proses pendidikan kedokteran selain memperhatikan kompetensi juga harus memperhatikan etika profesinya,” lanjutnya.

Menurutnya, hasil MMPI sendiri tidak serta-merta menunjukkan seseorang pasti akan menyimpang, karena hasilnya memiliki tingkatan dari ringan, sedang, hingga berat. Namun, pelaksanaan berkala dapat membuka ruang intervensi lebih dini bila ditemukan indikasi yang mengkhawatirkan.

“Kalau tes MMPI itu kecenderungan ada grading ringan, sedang, berat dan belum tentu terjadi. Makanya pemeriksaan ini perlu dilakukan secara berkala sehingga dalam perjalanan dapat kita deteksi dan bisa intervensi terhadap kondisi tersebut,” tegas Luthfi.

Selain mendorong institusi pendidikan kedokteran untuk lebih intens dalam pengawasan etik dan kepribadian, IDI Jabar juga mengimbau masyarakat agar tidak ragu untuk melakukan pemeriksaan ke fasilitas kesehatan.

Menurutnya IDI membuka ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan aduan jika menemukan adanya penyimpangan prosedur yang dilakukan oknum dokter dan tenaga medis lainnya.

“Kasus ini jangan sampai membuat masyarakat takut. Namun, jika masyarakat merasa ada hal yang tidak sesuai, silakan lapor ke IDI. Kami punya 27 cabang di Jabar, dan siap menindaklanjuti laporan tersebut,” tandasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *