Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada April 1955 menggaungkan diri sebagai kumpulan negara-negara non-blok, yaitu mereka yang mengambil jalan tengah ketika kekuatan blok barat yang diprakarsai Amerika dan blok timur yang diprakarsai Uni Soviet saling menekankan pengaruh.
Para pemimpin bangsa di Asia dan Afrika menyatakan diri bahwa mereka bisa menentukan nasib bangsanya masing-masing. Semangat itu berpuncak pada Konferensi Asia-Afrika (KAA) yang berlangsung di Bandung itu, di mana sebanyak 29 negara hadir, termasuk Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Rencana besar memang tidak selalu berjalan tanpa hambatan. Menjelang waktu-waktu pelaksanaanya, KAA menghadapi banyak gangguan. Di antaranya, para perusuh melancarkan aksi mereka dengan berbagai hal ‘sabotase’.
Panitia tidak bisa berdiam diri, maka tim keamanan bertindak dan menangkapi para perusuh. Koran-koran ketika itu mengabarkan bahwa ratusan orang yang diduga perusuh KAA ditangkap.
“200 arestaties in Bandung (sebanyak 200 orang ditangkap di Bandung),” tulis sebuah judul berita koran De Waarheid pada 14 April 1955, atau beberapa hari saja menjelang pelaksanaan KAA, 18 April.
Siapa mereka itu? Koran tersebut mengutip Antara yang menyebutkan ratusan orang tersebut diduga kelompok perusuh yang berkepentingan menggagalkan jalannya Konferensi Asia-Afrika.
“Ditangkap di sini kemarin terkait dengan dugaan adanya kelompok tertentu yang ingin menimbulkan kerusuhan selama Konferensi Asia Afrika,” tulis De Waarheid.
Lebih lanjut, ada dugaan khusus yang menjadi pemicu serangan-serangan kelompok perusuh itu menjelang KAA. Yaitu, hadirnya negara komunis Republik Rakyat Tiongkok (RRT) pada perhelatan menentang dua kutub politik dunia.
Dalam perang dingin, Amerika didasari ideologi kapitalisme sementara Uni Soviet didasari ideologi komunisme. Tetapi RRT memilih untuk hadir di kumpulan negara-negara yang membicarakan gerakan non-blok.
RRT begitu bersemangat untuk menghadiri KAA di Bandung. RRT telah menyiapkan ratusan orang untuk hadir di konferensi itu. Meski sebenarnya, tidak banyak delegasi yang diizinkan hadir dengan alasan akomodasi yang terbatas di Bandung.
“120 Chinezen naar AA-conferentie? (120 orang Tiongkok ke KAA?),” tulis judul sebuah berita di koran De Nieuwsgier pada 10 Maret 1955.
Berita itu mengabarkan bahwa RRT disebut-sebut akan mengirimkan sebanyak 120 orang delegasi negaranya untuk menghadiri Konferensi Asia-Afrika di Bandung. Namun, panitia menjelaskan bahwa pihaknya belum menerima pemberitahuan resmi dari Tiongkok. Panitia meneruskan, yang bisa datang ke Bandung dan hadir di persidangan KAA tidak sebanyak ratusan orang dari setiap negaranya, sesuai surat undangan.
“Undangan tersebut menginformasikan kepada para peserta bahwa mereka dapat mengirimkan maksimal 20 orang karena keterbatasan akomodasi di Bandung. Sepuluh orang di antaranya akan menjadi tamu Sekretariat Bersama, dan sepuluh orang akan dibiayai oleh pemerintah masing-masing.” tulis De Nieuwsgier.
Koran De Waarheid dalam berita tentang penangkapan 200 orang diduga perusuh KAA di Bandung mengulas soal kehadiran RRT dalam konferensi itu yang menjadi bahasan editorial pada koran Pikiran Rakyat.
“Kecelakaan baru-baru ini yang melibatkan pesawat ‘Kashmir Princess’ telah menunjukkan bahwa kemungkinan sabotase tidak dapat dikesampingkan. Banyak yang lebih suka menutup mata daripada melihat bahwa Republik Rakyat Tiongkok menghadiri Konferensi Bandung,” tulis surat kabar tersebut.