Kala Petani se-Asia Belajar Agroekologi di Indramayu

Posted on

Puluhan perwakilan petani se-Asia mengunjungi Kawasan Kedaulatan Pangan Desa Sukamulya, Kecamatan Tukdana, Kabupaten Indramayu. Dalam kunjungan ini, mereka saling belajar tentang ekonomi agroekologi yang sudah diterapkan petani Indramayu.

Dalam kegiatan itu, ratusan peserta Asian Learning Exchange on Agroecology Economies termasuk petani dari berbagai negara di Asia hingga Eropa saling bertukar pengetahuan dan pengalaman pengolahan pertanian. Apalagi di kawasan kedaulatan pangan tersebut, anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) Indramayu sudah menerapkan konsep ekonomi agroekologi dalam meningkatkan pendapatan.

Ketua Dewan Pengurus Cabang SPI Indramayu,Try Utomo menyebut, konsep agroekologi telah ditetapkan di atas lahan seluas 600 hektare lebih. Mulai dari pengolahan lahan hingga pemasaran.

“Di sini kita sudah menerapkan konsep ekonomi agroekologi itu. Dan hasilnya cukup baik untuk menambah pendapatan petani kecil,” kata Try, Senin (28/4/2025).

Dalam penerapannya, petani mayoritas menggunakan sistem tumpangsari. Yaitu menanam aneka ragam tanaman pangan dalam satu hamparan.

Mayoritas petani juga memaksimalkan pengolahan tanaman dengan tidak menggunakan bahan kimia. Baik pupuk maupun pestisida.

“Kalau lahan kita pakai tumpangsari. Pengolahan juga kita murni pakai organik dari pupuknya sampai obat semprotnya. Dan hasilnya bisa sama dengan petani yang pakai kimia,” ujarnya.

Tidak hanya itu, kawasan kedaulatan pangan juga dikelola secara kolektif melalui koperasi petani. Sehingga, petani mendapat keringanan pengolahan hingga peningkatan pendapatan.

“Kita ingin menciptakan masyarakat desa yang cukup pangannya, ekonominya meningkat, dan tetap menjaga kelestarian alam. Itulah makna perjuangan agraria dan agroekologi yang kami jalankan di kawasan ini,” ungkapnya.

Ketua Umum SPI Henry Saragih menyebut motivasi SPI dalam bertani bukan semata-mata mencari pendapatan, melainkan berbagi rezeki yang diperoleh dari alam secara adil dan berkelanjutan.

“Kelaparan yang ada saat ini bukan karena kurangnya pangan, tapi karena sistemnya yang salah,” ucap Henry.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *