Publik tengah ramai dengan perbincangan seputar kondisi kulit Presiden Joko Widodo yang tampak berbeda dari biasanya. Spekulasi pun bermunculan, termasuk dugaan bahwa Presiden ketujuh RI tersebut mengidap penyakit langka dan serius bernama Stevens-Johnson Syndrome (SJS).
Namun, kabar tersebut segera dibantah oleh Komisaris Polisi Syarif Fitriansyah, ajudan Presiden Jokowi. Ia menegaskan bahwa kondisi fisik Presiden dalam keadaan sehat dan tidak mengalami gangguan berat seperti yang ramai diperbincangkan.
“Wah hoaks itu, nggak benar,” tegasnya kepada wartawan baru-baru ini.
Menurut Syarif, perubahan yang terlihat pada wajah Presiden lebih disebabkan oleh reaksi alergi kulit ringan, bukan kondisi medis berat seperti SJS.
Menanggapi ramainya isu tersebut, Prof Iris Rengganis, SpPD-KAI, seorang ahli penyakit dalam dan pakar alergi-imunologi, turut memberikan penjelasan medis. Ia menyebut bahwa Stevens-Johnson Syndrome merupakan bentuk reaksi hipersensitivitas berat, yang bisa disebabkan oleh konsumsi obat tertentu, dan sangat berbeda dengan alergi kulit biasa.
Berikut adalah beberapa gejala khas SJS yang membedakannya dari alergi kulit ringan:
Ruam merah yang menyebar di sekujur tubuh
Munculnya lepuhan dan kulit mengelupas mirip luka bakar
Luka pada area mulut, mata, dan organ kelamin
Demam tinggi hingga mencapai 38 derajat Celsius
Kelelahan ekstrem, nyeri kepala, dan rasa tidak nyaman di mata
Gejala SJS bisa berkembang cepat dan menyebar ke area tubuh lain. Salah satu risiko beratnya adalah gangguan penglihatan, akibat iritasi atau luka di mata. Karena kerusakan kulit yang parah, penderita juga rentan terhadap infeksi sekunder.
“Karena kulit yang melepuh dan mengelupas, pasien SJS sangat rentan terkena infeksi. Di luar negeri, pasien SJS bahkan sering dirawat di unit luka bakar, bukan karena terbakar, tapi karena perlindungan terhadap infeksi menjadi sangat penting jika lapisan kulit terbuka,” ujar Prof Iris.
Tidak seperti alergi kulit biasa yang ditandai dengan rasa gatal dan bentol, SJS umumnya tidak disertai rasa gatal, tetapi menimbulkan lepuhan parah seperti luka bakar. SJS bisa menyerang siapa saja, dari anak-anak hingga orang dewasa, tanpa memandang jenis kelamin.
Obat-obatan tertentu sering kali menjadi pemicu utama munculnya SJS pada orang dengan sensitivitas tinggi. Beberapa obat yang berpotensi menimbulkan SJS antara lain:
Obat asam urat seperti allopurinol
Obat pereda nyeri seperti piroxicam dan meloxicam
Antibiotik jenis penisilin dan sulfa
Obat antivirus seperti nevirapine
Obat antikejang seperti fenitoin
Biasanya, pasien sudah memiliki riwayat konsumsi obat tertentu sebelum gejala muncul. Oleh karena itu, penelusuran riwayat konsumsi obat menjadi penting dalam diagnosis.
Penanganan SJS harus dilakukan secara multidisiplin, melibatkan berbagai spesialis seperti penyakit dalam, kulit, mata, hingga dokter gigi. Pasien umumnya memerlukan perawatan intensif, termasuk:
Rawat inap dengan pengawasan ketat
Pemberian cairan dan nutrisi secara optimal
Obat suntik untuk meredakan peradangan
Perawatan luka di kulit, rongga mulut, dan mata
Kebersihan mulut untuk mencegah nyeri dan gangguan makan
Luka pada rongga mulut akibat SJS bisa menyebabkan nyeri hebat, sehingga mengganggu kemampuan makan, minum, dan berbicara.
Spesialis kulit dr Ruri D Pamela, SpDVE, FINSDV, mengatakan alergi kulit adalah reaksi sistem kekebalan tubuh terhadap zat (alergen) yang sebenarnya tak berbahaya, seperti sabun, makanan, hingga debu.
Ketika terkena alergen, lanjut dr Ruri, tubuh akan melepaskan histamin dat zat kimia lain yang dapat menyebabkan radang. Kondisi ini dapat memicu kulit menjadi merah, bengkak, gatal, dan terkadang terasa hangat atau perih.
Senada, spesialis dermatologi Dr dr I Gusti Nyoman Darmaputra, SpDVE, Subsp.OBK, FINSDV, FAADV, mengatakan, ketika tubuh ‘salah mengenali’ zat ini sebagai ancaman, maka sistem imun akan melepaskan senyawa seperti histamin, yang memicu peradangan di kulit.
“Jadi, peradangan itu adalah respons tubuh yang ‘overprotektif’,” ucap dr Darma saat dihubungi infocom, Senin (23/6/2025).
Menurut dr Ruri, terdapat beberapa pemicu yang sering menyebabkan masalah kulit. Antara lain:
Kontak langsung: misal logam (nikel), lateks, kosmetik, sabun, parfum.
Makanan/obat-obatan: bisa memicu ruam dan biduran.
Lingkungan/fisik: debu, serbuk sari, gigitan serangga, cuaca ekstrem (dingin/panas), atau keringat.
Sementara itu, dr Darma menyebutkan makanan seperti seafood, telur, kacang, hingga pemicu yang berasal dari barang sehari-hari yang biasa digunakan juga bisa memicu alergi.
Selain memiliki berbagai penyebab, alergi juga terbagi ke dalam beberapa jenis, antara lain:
Dermatitis atopik (eksim) – kulit kering, merah, gatal, sering terjadi turun-temurun.
Dermatitis kontak alergi – muncul saat kulit bersentuhan langsung dengan alergen (contoh: nikel, sabun).
Dermatitis dishidrotik – melepuh khususnya di tangan/kaki.
Urtikaria (biduran) – benjolan merah gatal yang bisa menyebar cepat.
Angioedema – pembengkakan di lapisan kulit yang lebih dalam (misalnya, bibir, mata).
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
dr Darma mengatakan, alergi yang mengenai wajah biasanya disebabkan oleh dermatitis kontak alergik. Kondisi ini biasanya karena bahan dalam kosmetik, sunscreen, sabun muka, atau bahkan masker wajah.
“Tapi bisa juga bagian dari reaksi sistemik seperti erupsi obat yang menyebar ke wajah. Karena kulit wajah lebih sensitif, gejala di area ini cenderung lebih cepat terlihat dan lebih mengganggu secara estetis,” imbuh dr Darma.
Sementara itu, menurut dr Ruri, eksim seperti dermatitis atopik juga sering menyerang wajah.
“Terutama area pipi dan kelopak mata, dengan gejala kering dan merah,” ucap dr Ruri, dihubungi terpisah.
Menurut dr Ruri, alergi ringan seperti dermatitis kontak ringan atau biduran akut, biasanya dapat membaik dalam beberapa hari hingga dua minggu, jika pemicunya dihindari dan diobati. Sementara kondisi kronis seperti eksim bisa berlangsung lama, bahkan berulang selama bulan atau tahun.
“Sering membutuhkan perawatan jangka panjang,” imbuh dr Ruri.
“Untuk peradangan berat yang terlihat jelas, pemulihan bisa juga cepat selama beberapa hari hingga beberapa minggu, tergantung tindakan medis dan seberapa cepat pemicunya dihentikan,” lanjut lagi.
Kondisi kulit Presiden Joko Widodo memang menjadi perhatian publik. Namun, dari pernyataan resmi ajudan Presiden dan penjelasan pakar medis, kondisi tersebut bukanlah Stevens-Johnson Syndrome, melainkan hanya reaksi alergi kulit ringan.
Perbedaan antara keduanya cukup signifikan, terutama dari segi gejala, penyebab, dan penanganan. SJS adalah penyakit serius yang memerlukan perhatian medis intensif, sementara alergi kulit biasa biasanya tidak membahayakan dan dapat sembuh dengan pengobatan ringan.