Punya uang Rp100 ribu tapi mau liburan ke Garut? Yuk, kunjungi saja Candi Cangkuang di Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Untuk sampai ke obyek wisata ini, Anda bisa melakukan perjalanan sekitar 1 jam dari Exit Tol Cileunyi, Kabupaten Bandung dengan melintasi jalur Cileunyi-Nagreg.
Bagi Anda yang hendak berkunjung ke objek wisata Ini, Anda tidak usah jauh-jauh lagi menggunakan akses masuk Alun-alun Leles karena saat ini sudah dapat menggunakan akses jalan baru via Jalan Soekarno-Hatta.
Jalan baru ini cukup lebar dan juga dapat digunakan untuk semua jenis kendaraan, termasuk bus. Untuk sampai ke Candi Cangkuang, dari Jalan Soekarno-Hatta, arahkan kendaraan Anda ke Jalan Derajat atau sekitar 1 KM lagi menuju ke obyek wisata tersebut.
Jika Anda mengajak tiga anggota keluarga, sebut saja suami, istri dan dua anak. Uang Rp100 ribu itu dapat digunakan untuk membeli karcis dan ongkos rakit. Untuk karcis dua orang dewasa Rp40 ribu atau masing-masing Rp20 ribu per orang dan dua orang anak Rp20 ribu atau masing-masing Rp10 ribu per orang.
Untuk ongkos menyeberang menggunakan rakit, setiap orang dikenakan biaya Rp10 ribu, jika dikalikan empat menjadi Rp40 ribu. Ongkos Rp10 ribu itu sudah termasuk ongkos pulang dan pergi.
Salah seorang wisatawan, Mutia (29), mengatakan bermain ke obyek wisata Candi Cangkuang bisa menjadi pilihan bagi wisatawan luar kota dan datang ke Garut.
“Tempatnya nyaman dan enak, karcic masuknya juga murah, terus anak saya paling suka pas naik rakit,” kata Mutia kepada infoJabar, Jumat (27/6).
Wisatawan asal Cileunyi Bandung ini datang bersama keluarga besarnya. Candi Cangkuang menjadi lokasi pertama bagi keluarga Mutia berlibur ke Garut.
“Dari Cangkuang langsung belanja ke Sukaregang dan pulangnya berendam ke Cipanas,” ujar Mutia.
Wisatawan lainnya, Dewi (35), mengatakan selain bermain, mereka juga mendapatkan banyak wawasan baru di obyek wisata ini. “Tadi ke Kampung Adat Pulo dulu, terus main di taman dan ke candi, terakhir ke museum dan beli oleh-oleh. Anak-anak tadi beki mainan rakit, itu oleh-oleh khas di sini,” ujar Dewi.
“Selain main, kita juga mendapat banyak wawasan baru dari juru kunci yang ada di museum, kita dikenalkan dengan sejarah Candi Cangkuang,” ucapnya.
Lalu ada apa saja di obyek wisata ini?
Lebih dari 20 rakit atau perahu bambu beroperasi di Situ Cangkuang di musim liburan sekolah ini. Rakit ini menjadi moda transportasi utama yang dapat digunakan wisatawan untuk sampai ke kawasan Candi Cangkuang.
Kapasitas rakit ini dapat digunakan hingga 15 orang penumpang. Rakit ini hanya dioperasikan oleh seorang petugas. Selain itu rakit ini hanya digunakan untuk menyeberang dan bukan berkeliling di kawasan Situ Cangkuang.
Anda juga tidak perlu takut kepanasan karena rakit ini sudah dilengkapi peneduh berbentuk saung. Tak hanya itu, Anda juga dapat berswafoto dengan berdiri di bagian depan atau belakang rakit dengan pemandangan Situ Cangkuang.
Pemandangan menarik tersaji bagi wisatawan sebelum memasuki kawasan Candi Cangkuang. Anda akan disambut pemandangan kampung adat yang keberadaannya masih eksis hingga saat ini yakni Kampung Adat Pulo. Suasana Kampung Adat Pulo, nyaman, tenang dan kawasannya bersih serta resik. Siapapun yang datang ke tempat ini Anda pasti akan betah.
Kampung Adat Pulo merupakan peninggalan Embah Dalem Arif Muhammad. Bangunan rumah adat menjadi simbol keturunan dari Arif Muhammad.
“Arif Muhammad memiliki 7 orang anak, 1 laki-laki dan 6 perempuan yang dilambangkan oleh enam rumah. Setiap rumah, dari abad 17 hanya dapat ditinggali satu kepala keluarga dan di sini ada enam kepala keluarga,” kata Ketua Komunitas Masyarakat Kampung Pulo Zaki Munawar.
“Kampung Adat Pulo dipimpin satu orang kuncen, yaitu Pak Kuncen, makannya kampung adat ini masuk kakuncenan,” tambahnya.
Menurut Zaki, di kampung adat ini ada adat istiadat yang terpelihara di antaranya, kesatu tidak boleh berziarah ke Makam Arif Muhammad pada Hari Rabu, kedua tidak boleh pukul goong besar dari perunggu, ketiga tidak boleh buat rumah bentuk prisma, keempat tidak boleh mengubah dan kelima beternak hewan kaki empat.
“Banyak peringatan lain seperti sambut awal bulan dan akhir bulan. Tanggal 12 mulud, 14 mulu dan lainnya. Di sini juga tersimpan dua peradaban Hindu dan Islam dibuktikan dengan adanya peninggalan Agama Hindu yakni Candi Cangkuang yang bersebelahan dengan makam Arif Muhammad dan museum situs bukti penyebaran Islam oleh Arif Muhammad,” pungkasnya.
Setelah melintasi Kampung Adat Pulo, untuk sampai ke Candi Cangkuang Anda harus menaiki banyak anak tangga dahulu. Candi Cangkuang menjadi tujuan utama bagi wisatawan yang datang ke obyek wisata ini. Seperti diketahui Candi Cangkuang merupakan candi Hindu yang kondisinya masih utuh dan terjaga hingga kini. Untuk nama Cangkuang sendiri diambil dari nama desa dan tanaman yang tumbuh di sekitar candi itu.
Penampakan candi ini biasa digunakan sebagai spot foto favorit bagi wisatawan. Bagi Anda yang ingin berswafoto di candi ini, jangan merusak, mengotori dan jangan menggunakan alas kaki saat menaiki anak tangga yang ada di candi ini.
Sekedar diketahui, candi ini dibangun pada abad ke-8 masehi, dan ditemukan pada tahun 1966 lalu. Candi ini dipugar tahun 1974-1975 dan diresmikan di tahun 1978 lalu.
Selain itu, candi ini memiliki denah berbentuk persegi sekitar 4,7 x 4,7 meter dan tinggi bangunan sekitar 8,5 meter. Tidak seperti Candi Borobudur atau Prambanan, arsitektur Candi Cangkuang dibangun sangat sederhana, tidak memiliki relief dan di dalam candi ini terdapat arca siwa.
Bagi sebagian umat muslim yang datang ke Candi Cangkuang, mereka tak hanya berwisata saja. Ada juga yang berkunjung ke obyek wisata ini untuk berziarah kubur ke makam Embah Arif Muhammad. Makam Arif Muhammad posisinya berada di sebelah Candi Cangkuang.
Juru Pelihara Kampung Adat Pulo Umar mengatakan, sebelum Arif Muhammad singgah, masyarakat di kawasan Kampung Pulo ini merupakan penganut agama Hindu. Kemudian, saat kedatangannya, Arif kemudian memiliki misi untuk menyebarkan agama Islam. Yang unik dari cara penyebaran agama Islam yang dilakukan Arif Muhammad, kata Umar, adalah dengan toleransi.
“Arif Muhammad mengislamkan di sini, secara bertahap. Tradisi dan budaya Hindu sama beliau nggak dibuang. Seperti sesaji, kemenyan, itu dibiarkan untuk dipakai,” katanya.
Bukti jika Arif Muhammad benar-benar ada dan menyebarkan agama Islam di Kampung Pulo dan sekitarnya, adalah dengan ditemukannya beberapa naskah kuno. Naskah-naskah tersebut ditemukan, beriringan dengan ditemukannya Candi Cangkuang pada tahun 1966.
“Ada naskah kuno ceramah idul fitri, idul adha serta Al-Quran 30 juz. Itu semua ditemukan di area komplek rumah adat Kampung Pulo,” kata Umar.
Sebelum Anda bergegas pergi meninggalkan obyek wisata ini, sebelum kembali menaiki rakit Anda akan mengitari jalan yang terdapat banyak pedagang yang merupakan pelaku UMKM di Desa Cangkuang. Beragam oleh-oleh bisa Anda beli sebagai buah tangan yang berasal dari obyek wisata ini.
Oleh-oleh yang dapat dibeli berupa kerajinan kayu berbentuk Candi Cangkuang dan rakit dengan berbagai ukuran. Anyaman, tas rajut, topi rajut hingga kulit dan lainnya. Ada juga alat musik seperti gendang, kecapi dan semacamnya, juga perabot dapur seperti mutu coet dan lainnya.
Ada juga makanan tradisional seperti lotek dan karedok. Juga ada kerupuk terasi, opak hingga rengginang yang bisa Anda bawa atau cicipi langsung saat nanti naik rakit untuk kembali ke tempat parkir kendaraan.