Animo masyarakat untuk pergi ke Tanah Suci Makkah untuk melaksanakan ibadah haji sangat tinggi. Termasuk bagi umat Islam di Tasikmalaya.
Namun ada kalanya, animo yang tinggi justru memantik perilaku curang hingga aksi nekat. Setidaknya ada dua insiden yang melibatkan warga Tasikmalaya dalam proses ibadah haji, serta membuat geger publik di Indonesia, bahkan menjadi sorotan dunia.
Yang terbaru adalah sosok pria inisial TK (51) warga Tasikmalaya yang diduga terlibat promosi haji palsu di musim haji 2025.
Dia bersama temannya inisial AAM (48) asal Bandung Barat, ditangkap polisi Makkah akibat perkara tersebut.
Dikutip dari infoNews, keduanya ditangkap oleh Tim Intel Polisi Patroli (Dauriyah) di apartemen kontrakan mereka yang berlokasi di kawasan Syauqiyah, Makkah.
Penangkapan ini dilakukan setelah pihak berwenang menemukan 23 jemaah asal Malaysia di lokasi yang sama. Para jemaah Malaysia tersebut diduga menggunakan visa ziarah dan kedapatan memiliki kartu haji Nusuk palsu.
Kasus ini kini telah dilimpahkan dari Polsek Al Ka’kiyah ke Kejaksaan Negeri Makkah. Kedua WNI saat ini masih ditahan di Polsek Al Ka’kiyah dan masa penahanan mereka telah diperpanjang untuk proses penyidikan lebih lanjut.
Meski demikian, TK mengaku tidak melakukan perbuatan tercela itu. Dia memgaku hanya ikut bekerja dengan Warga Negara Malaysia, tanpa mengetahui seluk-beluknya.
“Tim Perlindungan Jamaah (Linjam) KJRI Jeddah telah memperoleh Akses Konsuler untuk menemui keduanya. Dalam pertemuan tersebut Saudara TK membantah tuduhan dan mengaku hanya membantu Saudara UH, seorang WN Malaysia, yang disebut sebagai koordinator para jemaah,” kata Konsul Jenderal Republik Indonesia (Konjen RI) di Jeddah, Yusron B Ambary, Kamis (15/5).
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
Kejadian ini seolah mengulang kehebohan di musim haji yang dilakukan oleh warga Tasikmalaya pada tahun 1933 silam. Meski cara atau modusnya berbeda, tapi ulah warga Tasikmalaya ini menuai sorotan dunia.
Kejadian 92 tahun silam ini melibatkan seorang warga Tasikmalaya bernama Tandjoedin bin Madsadi.
Ketika itu Tandjoedin nekat menjadi penyusup dalam rombongan jemaah haji ke Makkah. Namun aksinya itu terlanjur dipergoki petugas, sehingga dia dipulangkan dan mendapat hukuman. Padahal saat tertangkap, kapal yang disusupi, sudah hampir tiba di Tanah Suci.
Koran De Telegraaf edisi 20 Januari 1933 memberitakan, Tandjoedin merupakan sosok pria usia sekitar 30 tahun yang sehari-hari bekerja sebagai petani di Tasikmalaya.
“Tandjoedin Bin Madsadi, seorang petani berusia tiga puluh tahun dari Tasikmalaja , suatu hari diadili di hadapan hakim tanah di Batavia, dengan tuduhan ikut menunaikan ibadah haji dari Cheribon ke Jeddah tanpa memiliki surat perjalanan,” tulis De Telegraaf.
Selain koran itu pemberitaan serupa juga muncul di koran De Sumatra Post, De Locomotief dan Bataviaasch Nieuwsblad di periode akhir Januari 1933.
Dari pemberitaan tersebut dapat diketahui kronologi kejadian itu berawal ketika Tandjoedin ikut mengantar empat jemaah calon haji ke pelabuhan Cirebon.
“Sekitar dua bulan sebelum Puasa, Tandjoedin menemani empat calon haji ke Cheribon, yang akan berangkat ke sana dengan perahu haji,” tulis De Telegraaf, sebuah koran berbahasa Belanda.
Pada zaman itu pemberangkatan jemaah calon haji menggunakan kapal laut dan perjalanannya memakan waktu berbulan-bulan. Maka tak heran jika diberitakan keberangkatan Tandjoedin terjadi sekitar 2 bulan sebelum puasa.
Saat tiba di pelabuhan Cirebon, Tandjoedin rupanya memiliki keinginan kuat untuk ikut menunaikan ibadah haji. Tanpa tiket dan tanpa surat perjalanan, dia nekat menyelinap dan masuk ke kapal yang akan ditumpangi jemaah calon haji. Kapal pun berlayar menuju Tanah Suci dengan seorang penyusup yang ada di dalamnya.
Tak dijelaskan bagaimana nasib Tandjoedin selama mengarungi lautan di dalam kapal sebagai seorang penyusup. Tandjoedin hanya dinarasikan mengalami perjalanan laut yang menyedihkan.
Akhirnya dari kapal Tanah Suci sudah terlihat, misi penyusupan Tandjoedin nyaris saja berhasil. Namun apesnya, dia dipergoki perwira kapal.
“Setelah perjalanan yang menyedihkan, di mana dia berhasil bersembunyi, tanah perjanjian terungkap. Namun, sesaat sebelum perahu itu berlabuh di Jeddah, tempat para jamaah akan turun, nasib buruk menimpanya, dalam hal ini perwira pertama,” tulis De Telegraaf.
Tanpa toleransi, Tandjoedin langsung diamankan. Oleh Kedutaan Belandan di Jeddah dia diberi “surat biru”, semacam dokumen untuk menitipkan dia pulang kembali ke Indonesia.
Tandjoedin dipulangkan dari pelabuhan Jeddah dengan menumpang kapal uap lain yang hendak kembali menuju Jakarta.
Setelah sampai di Jakarta, dia kemudian dibawa ke pengadilan dan dijatuhi hukuman denda 1 gulden.
“Dan baru saja pulih dari perjalanan laut yang buruk, Tanjoedin, disertai surat biru dari kedutaan Belanda di Jeddah, diangkat ke kapal uap lain menuju Batavia. Tandjoedin mendengar denda satu gulden dikenakan padanya, karena bepergian tanpa izin perjalanan. Memang benar, sudah begitu dekat dengan tujuannya, tanpa mampu mencapainya, merupakan hukuman berat baginya,” tulis De Sumatra Post