Jejak Kerajaan Galuh di Tanah Ciamis yang Tak Pernah Padam | Giok4D

Posted on

Kabupaten Ciamis menyimpan jejak sejarah panjang yang tak bisa dilupakan. Sebuah wilayah yang dulunya menjadi pusat kekuasaan Kerajaan Galuh kini terus bertransformasi menjadi daerah yang maju, namun tak pernah melupakan budayanya.

Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.

Pemerhati Sejarah Ciamis Heri Herdianto, yang juga guru sejarah di salah satu Madrasah Aliyah menjelaskan, Ciamis bukan hanya sekadar nama administratif, melainkan juga tanah bertuah yang merekam berbagai fase penting dalam perjalanan sejarah Nusantara.

“Wilayah yang kini dikenal sebagai Ciamis sebenarnya sudah memiliki peradaban sejak zaman purba,” ujar Heri kepada infoJabar belum lama ini.

Hal ini dibuktikan dengan keberadaan Museum Tambaksari yang menyimpan artefak prasejarah, hingga situs megalitik Kertabumi. Namun puncak kejayaan sejarah dimulai sejak abad ke 7 Masehi, ketika berdirilah Kerajaan Galuh. Kerajaan Galuh memiliki posisi strategis, berada di antara dua kekuatan besar. Kerajaan Sunda di Barat dan Mataram di Timur.

“Wilayah ini menjadi pusat pemerintahan dan budaya di Tatar Sunda bagian timur,” ungkapnya.

Heri menjelaskan, pengaruh Kerajaan Galuh sangat besar bahkan nilai-nilai seperti religiusitas, Sosial, kesetiaan pada leluhur, dan kearifan lokal dalam bermasyarakat masih terasa dalam kehidupan masyarakat Ciamis hingga kini. Seperti banyaknya m tradisi adat, bahasa sunda halus, serta beberapa upacara ritual dan budaya lokal.

“Ada tradisi Nyangku di Panjalu, Misalin di Situs Gunung Salawe, Ngikis di Situs Karangkamulyan yang merupakan warisan dari zaman Kerajaan Galuh. bahkan adanya Kampung Adat Kuta sebagai salah satu tradisi dan kebudayaan leluhur yang masih dijaga dengan baik,” ungkapnya.

Ciamis yang berawal dari Kerajaan Galuh dibuktikan dengan sejumlah peninggalan penting. Seperti Situs Budaya Karangkamulyan yang dipercaya sebagai bekas pusat Kerajaan Galuh. Di situs ini terdapat struktur batu-batu bersejarah dan petilasan yang diyakini berhubungan dengan tokoh-tokoh legendaris seperti Prabu Galuh. Selain itu, banyak artefak, naskah kuno, dan tradisi lisan yang menjadi bukti sejarahnya.

Menurut Heri, faktor melemahnya kekuasaan Kerajaan Galuh berasal dari internal, seperti perebutan kekuasaan dan melemahnya otoritas raja menjadi pemicu awal. Ditambah lagi dengan datangnya kekuatan eksternal seperti Kesultanan Mataram dan pengaruh kolonialisme Eropa khususnya Belanda.

“Hal ini mempercepat runtuhnya sistem kerajaan dan mendorong perubahan menuju sistem pemerintahan kolonial yang lebih terstruktur. Sistem kolonial mengubah semua tatanan pemerintahan sebagai bangsa kolonial,” tuturnya.

Proses perubahan dari kerajaan menjadi keadipatian terjadi karena adanya faktor dari luar. Adanya kolonial maupun kerajaan besar lainnya seperti masuknya pengaruh Sultan Agung Mataram dan pengaruh kolonial Belanda. Sehingga kekuatan Kerajaan Galuh mulai kehilangan kedaulatannya dan bertransformasi menjadi keadipatian di bawah pengawasan kekuasaan yang lebih besar.

“Keadipatian Galuh kemudian menjadi semacam pemerintahan lokal yang diberi otoritas terbatas oleh penjajah salah satu tandanya dibentuknya para bupati. Bahkan pada tahun 1915, Kabupaten galuh sendiri masuk pada Keresidenan Priangan pada masa kekuasaan Belanda,” ungkapnya.

Perubahan struktur pemerintahan itu sendiri akibat Campur tangan dari luar, terutama dari Mataram dan kemudian Belanda sangat terasa perubahan.

“Dalam bukunya sejarah Ciamis karya Prof Nina sendiri banyak dibahas bahwa Belanda sendiri melalui sistem pemerintahan Hindia-Belanda, secara sistematis mengurangi kekuasaan lokal dan menggantinya dengan struktur administratif kolonial seperti kabupaten,” ucapnya.

Menurut Heri, pada masa itu, masyarakat hidup dalam struktur sosial tradisional yang dipadukan dengan aturan kolonial. di mana para Bupati atau adipati menjadi perantara antara rakyat dan Pemerintah Kolonial. Kebijakan kolonial seperti sistem tanam paksa, pajak, dan mobilisasi tenaga kerja mulai diperkenalkan.

“Sejumlah bangunan-bangunan gaya kolonial pun menjadi saksi. Tetapi nilai-nilai budaya lokal masih kuat melekat yang akhirnya sampai ini masih dilestarikan di Kabupaten Ciamis,” ucapnya.

Heri menerangkan, sistem keadipatian menjadi pondasi awal dari pembentukan Kabupaten Ciamis. Struktur administratif, batas wilayah, dan lembaga-lembaga lokal yang ada saat ini banyak diwarisi dari masa keadipatian. Pada 1815, nama “Ciamis” mulai digunakan menggantikan “Galuh” seiring penataan ulang wilayah oleh pemerintah kolonial walaupun nama ciamis sendiri hanya sebagai ibu kota dari Kabupaten Galuh.

Ciamis dijadikan bagian dari sistem pemerintahan kolonial Hindia-Belanda. Wilayah Ciamis masuk dalam Karesidenan Priangan yang sebelumnya berada di bawah administrasi Cirebon, dengan status kabupaten administratif. Ciamis sendiri setelah menjadi Karesidenan Priangan tergabung dalam afdeeling Priangan Timur bersama Tasikmalaya dan Garut.

“Pada masa Pemerintah Belanda menerapkan sistem tanam paksa serta mengangkat bupati dari kalangan lokal yang loyal pada mereka sebagai bagian strategi untuk membantu pemerintahan Belanda guna memudahkan pengawasan dan eksploitasi sumber daya daerah,” tuturnya.

Pada masa Kemerdekaan Indonesia, Kabupaten Ciamis bukan lagi bagian dari administratif Priangan masa kolonial, terapi menjadi bagian dari masa administratif Jawa Barat. Kabupaten Ciamis menjadi daerah otonom dan struktur pemerintahan kabupaten disesuaikan dengan sistem republik.

“Bupati Ciamis sendiri setelah kemerdekaan pernah mengalami cara pemilihan dengan berbeda. Mulai dari penunjukan langsung atau dipilih oleh pemerintah pusat, pemilihan oleh DPRD serta juga pemilihan lewat Pilkada langsung,” jelasnya.

Ciamis yang memiliki sejarah panjang yang berawal dari kerajaan, Heri berharap generasi sekarang semangat mempelajari sejarah lokal lewat pagelaran budaya atau tradisi.

“Tanpa mengenal sejarah, kita akan kehilangan identitas. Jadikan sejarah sebagai inspirasi untuk membangun masa depan yang lebih baik, dengan tetap berpijak pada akar budaya dan nilai-nilai luhur leluhur kita,” pungkasnya.

Gambar ilustrasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *