Hujan gerimis menyambut langkah aparat ketika menembus rimbunnya pepohonan di Blok Pasir Gombong, Kampung Cipedes, Desa Ridogalih, Kecamatan Cikakak, Kabupaten Sukabumi. Jalan setapak licin, selebar bahu orang dewasa, memaksa mereka menuruni lembah dan mendaki bukit berhati-hati.
Dari balik semak, tampak deretan pondok darurat berdinding bambu dan beratap terpal biru. Di bawahnya, lubang tambang selebar satu meter menganga gelap. Tali tambang menjulur ke bawah, mengikat karung plastik bekas pupuk alat angkut mineral emas dari perut bumi.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
Di lokasi inilah, Selasa (10/9/2025), polisi menggulung aktivitas tambang emas ilegal. Enam orang diamankan, terdiri dari pemilik lahan, kepala lubang, dua pekerja tambang, dan dua koordinator warga.
Kasat Reskrim Polres Sukabumi Iptu Hartono membenarkan penangkapan tersebut. Hingga kini, keenamnya masih menjalani pemeriksaan intensif.
“Sementara yang diamankan enam orang, terdiri dari satu orang kepala lubang atau galian, satu orang pemilik lahan, dua orang pekerja tambang, dan dua orang yang diduga masyarakat sebagai koordinator,” ujarnya kepada infoJabar, Kamis (11/9/2025).
Hartono menegaskan bahwa status mereka belum tersangka. “Sejauh ini masih dalam tahap pemeriksaan sebagai para pihak yang terkait dalam pertambangan tanpa izin,” jelasnya.
Salah satu orang yang diperiksa adalah pemilik lahan asal Kampung Cileungsing. “Ya, ada satu orang pemilik lahan yang ikut dilakukan pemeriksaan sebagai salah satu pihak terkait,” kata Hartono.
Tanah Pribadi, Aktivitas Ilegal
Dari hasil penyelidikan, polisi memastikan lokasi tambang ilegal berada di atas lahan pribadi. Namun, kepemilikan tanah tak serta-merta memberi hak untuk menambang.
“Ya benar bahwa hasil pemeriksaan bahwa status tanah tersebut milik salah satu warga di Kampung Cileungsing dengan dasar kepemilikan tanah berupa SPPT, namun dalam proses penyelidikan dan penyidikan dalam perkara pertambangan yang dinilai adalah perizinan dan legalitas yang sudah dimiliki oleh pelaksana pertambangan,” jelasnya.
Seorang warga setempat, D, mengungkapkan bahwa sebagian besar penambang berasal dari kampung tetangga.
“Pemiliknya warga Cileungsing perbatasan dengan Ridogalih, jadi kebanyakan yang masuknya itu bukan warga Ridogalih tapi warga Cileungsing yang menambang,” ujarnya.
Polisi menyita karung-karung berisi batuan mineral diduga emas, linggis, sekop, palu, dan ember plastik. Tidak ada alat pemurnian emas yang ditemukan.
“Selain barang bukti hasil berupa mineral batu emas, ada beberapa barang bukti lain yang diamankan seperti alat-alat yang digunakan dalam pertambangan,” tutur Hartono.
“Untuk alat yang kita amankan berupa peralatan manual, dan di lokasi pertambangan tidak ditemukan alat pemurnian emas,” katanya.
Polisi juga memastikan belum ada indikasi penggunaan bahan kimia berbahaya.
“Di dalam proses penambangan sejauh ini belum ditemukan adanya bahan kimia yang digunakan seperti merkuri ataupun sianida. Namun hal tersebut bisa terungkap bilamana ditelusuri lebih jauh dalam hal pengolahan atau pemurnian terhadap hasil pertambangan,” ujarnya.
Kini, lokasi tambang dipasangi garis polisi. Aktivitas para gurandil (sebutan bagi penambang emas ilegal) terhenti mendadak. Pondok-pondok darurat ditinggalkan terburu-buru.
Terpal biru berlumur lumpur, panci hitam bekas memasak masih menggantung, pakaian masih menempel di tali jemuran, dan kasur tipis terbentang dingin di lantai bambu.
“Ya, lokasi tambang tersebut akan dilakukan pemasangan garis polisi,” tegas Hartono.
Dari hasil penyelidikan, area tambang diperkirakan mencapai 4.000 meter persegi. Setiap lubang memiliki kedalaman dan luas rata-rata 10-12 meter persegi. Para penambang awalnya bekerja sendiri, sebelum berencana membentuk koperasi.
“Sementara hasil pemeriksaan, para penambang awalnya melakukan aktivitas sendiri lalu berencana membuat sebuah koperasi,” kata Hartono.
Namun polisi menduga ada keterlibatan pihak lain di balik operasi tambang ini.
“Tentunya pihak kepolisian pasti akan mendalami semua yang berkaitan dengan hal tersebut,” tegasnya.