‘Oray-orayan luar-leor ka sawah, tong ka sawah di sawah aya nu ngangon,’ bait lagu anak-anak Suku Sunda itu, nampak asyik dinyanyikan anak-anak seusia SD hingga SMA dalam pertunjukan Festival Permainan Rakyat Jawa Barat di Teater Tertutup Taman Budaya Jawa Barat, Jalan Bukit Dago Selatan, Kota Bandung, Rabu (25/6/2025).
Tak hanya bernyanyi ‘Oray-orayan’ anak-anak juga bermain lempar sarung hingga luncat tali, selain itu mereka juga bermain drama pertunjukan dengan pemeran utama ‘Si Odang Budak Bangor’. Dalam dramanya itu, Odang bermain layaknya anak nakal yang kerap membuat kesal ibunya.
Penampilan Odang Si Budak Bangor, menyedot gelak tawa dari para penonton yang hadir. Terlebih tim nayaga dalam penampilan pertunjukan drama ini turut aktif dengan celotehan-celotehan yang dilontarkan kepada Odang.
Dalam pertunjukan drama itu juga, turut hadir seorang pria tua yang memberikan pepatah kepada anak-anak yang asyik bermain hingga petang. Dalam kebiasaan warga Sunda, anak-anak dilarang bermain hingga petang dan disebutnya dengan sebutan ‘pamali’.
infoJabar berkesempatan berbincang dengan Gangan Sukmara, pimpinan Grup Seni Kamandaka dari Lembang. Gangan mengatakan, dalam festival ini mereka menampilkan tarian kolosal dan drama dengan mengusung tema kaulinan urang lembur dan menghadirkan sosok anak bernama Odang sebagai pemeran utama.
“Kami tadi menampilkan kaulinan barudak lembur (permainan tradisional), lalu menceritakan seorang anak nakal, tapi seorang anak nakal dulu itu masih nurut sama orang tua, tidak seperti anak sekarang,” kata Gangan.
Lalu juga soal pamali, Gangan menyebut jika anak-anak tidak boleh bermain setelah petang atau magrib. Pelajaran moral dalam drama yang ditampilkan yakni jika sudah petang maka waktunya anak-anak beristirahat dan berkegiatan di dalam rumah.
“Anak-anak harus tahu dengan istilah pamali. Dulu kan kalau anak dibilang pamali, udah nurut, nggak masalah,” ucapnya.
Kabid Kebudayaan Disparbud Bandung Barat Hernandi Tismara mengatakan, kegiatan ini merupakan upaya untuk mempertahankan seni dan budaya Indonesia.
“Jadi sebenarnya ini upaya pelindungan, pelestarian dan kebudayaan. Termasuk permainan anak, itu salah satu objek pementasan kebudayaan,” ujarnya.
“Namun di sini ada beberapa objek, pertama adalah seni pertunjukannya, kedua permainan anak dan ketiga pengetahuan tradisional, terkait dengan tong ulin sareupna atau sanekala, jadi kalau main itu jangan keterlaluan karena ada waktunya,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala UPTD Pengelolaan Kebudayaan Disparbud Jabar Ary Heriyanto mengatakan, Festival Permainan Rakyat Jawa Barat didasari UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan. “Bahwa kita di era sekarang wajib melakukan terus pemajuan kebudayaan di tengah peradaban global,” ujar Ary.
Menurut Ary, kegiatan ini diikuti anak dari usia TK, SD, SMP hingga SMA. “Kebanyakan anak-anak, generasi milenial, alfa dan z, saya berharap generasi sekarang bisa mengenal budayanya dan melalui kegiatan ini menumbuhkan kecintaan pada budayanya, jangan sampai pas era digital ini malah lebih mengenal dan bangga pada budaya asing, juga sibuk main gadget,” pungkasnya.